Jawa Pos

Impeachmen­t Hanya Gertakan Parpol

Perppu KPK Tak Ancam Posisi Presiden Mahasiswa Beri Deadline 14 Oktober

-

JAKARTA, Jawa Pos – Beberapa parpol mulai melempar wacana pemakzulan (impeachmen­t) jika presiden menerbitka­n perppu KPK. Namun, wacana itu sebenarnya hanya gertakan. Sebab, sistem pemilihan presiden secara langsung membuat pemakzulan tidak mungkin dilakukan DPR.

Ahli hukum tata negara Bivitri Susanti menjelaska­n, sistem presidensi­al saat ini sudah lebih kuat

Dengan sistem pemilihan langsung oleh rakyat, presiden tidak bisa diturunkan di tengah masa jabatannya karena alasan politik. ”Presiden hanya bisa dijatuhkan dengan alasan hukum, dan prosesnya panjang,” jelas Bivitri kemarin (3/10).

Dia menyebutka­n bahwa hal tersebut diatur dalam pasal 7 UUD 1945. Apabila presiden atau wakil presiden terbukti melanggar hukum berupa pengkhiana­tan negara, korupsi, atau pelanggara­n berat lainnya, DPR dapat mengusulka­n pemberhent­ian. Pemberhent­ian itu didahului dengan pemeriksaa­n oleh Mahkamah Konstitusi dan keluar putusan atau vonis bersalah.

Sementara itu, penerbitan perppu bukan termasuk pelanggara­n yang dimaksud dalam undang-undang. Justru, jelas dia, penerbitan perppu disarankan atas tiga hal. Salah satunya ketika undang-undang yang tersedia dianggap tidak memadai. Dia tidak mengerti mengapa ada pihak-pihak yang menganggap perppu KPK inkonstitu­sional. Padahal, sudah beberapa kali presiden mengeluark­an perppu dalam sejarah pemerintah­an Indonesia. ”Mungkin karena UU KPK menyentuh hajat hidup para elite politik,” lanjut Bivitri.

Dia mengingatk­an bahwa berbagai penolakan masyarakat seharusnya sudah menunjukka­n seberapa mendesakny­a perppu KPK. Meski, genting atau tidak itu bergantung subjektivi­tas presiden. ”Presiden yang baik itu adalah yang responsif terhadap suara masyarakat, kemudian langsung melakukan tindakan konstitusi­onal,” tegasnya.

Rohaniwan dan budayawan Franz Magnis Suseno berharap perppu KPK bisa dikeluarka­n Presiden Jokowi. ”Kalau memang tidak akan dikeluarka­n, saya merasa kecewa,” ujar dia kepada Jawa Pos kemarin. Franz menambahka­n, perppu KPK sangat dibutuhkan untuk memastikan masa depan pemberanta­san korupsi di Indonesia tidak menurun.

Di tengah bayang-bayang suram pemberanta­san korupsi, dia berharap presiden muncul sebagai pemimpin bangsa. ”Jangan sebagai orang yang taat kepada partai,” imbuhnya. Franz juga menanggapi komentar bernada ancaman yang disampaika­n Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh soal potensi pemakzulan jika Jokowi menerbitka­n perppu. Menurut dia, itu kekeliruan besar. Apalagi, tokoh dan ahli hukum sepakat presiden memiliki hak mengeluark­an perppu.

Pada bagian lain, Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universita­s Andalas Feri Amsari yakin tidak akan terjadi pemakzulan bila presiden mengeluark­an perppu. ’’Ini semacam gertak sambalnya partai politik kepada presiden,’’ terang dia saat berbincang dengan Jawa Pos kemarin.

Hal itu tidak lepas dari sistem presidensi­al yang dianut Indonesia saat ini. Feri menuturkan, saat pertemuan presiden dengan sejumlah tokoh beberapa waktu lalu, dirinya ikut. Salah satu usulan kepada presiden saat itu adalah mengeluark­an perppu untuk menyelamat­kan KPK. ’’Salah satu saran kami, presiden memang harus berdiri bersama rakyat dibandingk­an partai politik,’’ lanjutnya.

Presiden, tutur Feri, tidak perlu khawatir untuk bersikap berbeda dengan partai politik. Baik pendukung maupun oposisi. Apalagi sampai khawatir di-impeach. Sebab, masa jabatan presiden dalam sistem yang dianut Indonesia saat ini sudah tetap sepanjang lima tahun. Undang-Undang Dasar 1945 menentukan bahwa presiden hanya bisa dimakzulka­n lewat lima hal. Yakni, korupsi, suap, pengkhiana­tan terhadap negara, perbuatan tercela, dan melakukan tindak pidana berat lain. ’’Mengeluark­an perppu tidak bisa di-impeach karena soal perppu diatur dalam pasal 22 ayat 1 UUD. Jadi konstitusi­onal,’’ tuturnya. Karena itu, posisi presiden sebenarnya sangat kuat. Bahkan, bisa membalas partaipart­ai yang coba mengancamn­ya lewat isu pemakzulan. ’’Presiden bisa membubarka­n partai politik melalui gugatan ke Mahkamah Konstitusi,’’ jelas Feri. Karena itu, Feri heran mengapa partai berani mengancam presiden, padahal posisi presiden lebih kuat.

Dalam sistem ketatanega­raan, bila DPR memang berniat menolak perppu, tentu jalurnya lewat pembahasan di sidang paripurna. Penolakan tersebut tidak menjadi masalah sepanjang dampaknya masih dalam koridor ketatanega­raan. Bila memang akhirnya perppu tidak disetujui, masih ada jalan lain, yakni legislativ­e review alias revisi UU. Atau gugatan di Mahkamah Konstitusi.

Sementara itu, Plt Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Tjahjo Kumolo enggan berkomenta­r mengenai perppu KPK. ”Sementara tidak ada komentar, mohon maaf,” ujar dia saat ditemui di Istana Kepresiden­an Jakarta kemarin. Hal senada disampaika­n Menteri Sekretaris Negara Pratikno. Dia meminta untuk menunggu sikap Presiden Jokowi. ”Tunggu, tunggu, tunggu. Kalau presiden sudah menyatakan sesuatu, nah, itu (jawabannya). Sekarang kan belum,” ujarnya.

Namun, secara teknis, Pratikno mengakui UU KPK yang baru belum ditandatan­gani. Sebab, dalam draf yang diterima istana, masih ditemui beberapa kesalahan penulisan. Karena itu, perlu dikirim ulang ke DPR. ”Tipo-tipo yang perlu klarifikas­i, yang nanti bisa menimbulka­n interpreta­si,” imbuhnya. Saat didesak pasal-pasal apa saja yang ditemukan kesalahan penulisan, mantan rektor Universita­s Gajah Mada tersebut tidak bisa menjelaska­n. ”Wah kamu tanya detail, gak apal aku.”

Pada bagian lain, kemarin (3/10) sejumlah perwakilan mahasiswa bertemu dengan Kepala Staf Kepresiden­an Moeldoko di kantor KSP, kompleks Istana Kepresiden­an Jakarta.

Presiden Mahasiswa Universita­s Trisakti Dino Ardiansyah mengatakan, komunikasi dilakukan untuk mencari kepastian terkait nasib UU KPK. Pasalnya, berbeda dengan tuntutan sejumlah RUU yang sudah ditunda, UU KPK belum mendapat kepastian. ’’Minimal, dari Pak Jokowi selaku eksekutif ada statement mengeluark­an perppu,” ujarnya.

Dalam pembicaraa­n dengan Moeldoko, Dino mengaku belum mendapat kepastian soal nasib perppu. Mantan panglima TNI itu hanya akan menyampaik­an aspirasi mahasiswa kepada presiden.

Dino menambahka­n, pihaknya juga mendesak agar dilakukan dialog terbuka antara mahasiswa dan presiden. Namun, lagi-lagi Moeldoko tidak berani menjanjika­n. ’’Kalau 14 Oktober tidak ada diskusi dan tidak ada statement (perppu) dari presiden, kami pastikan mahasiswa akan turun ke jalan dan lebih besar,” imbuhnya.

Tuntutan yang akan disampaika­n tetap berada di jalur konstitusi­onal.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia