Ditolak RS saat Hendak Kontrol setelah Biopsi
Dampak penonaktifan kartu JKN-KIS untuk peserta penerima bantuan iuran (PBI) mulai dirasakan masyarakat. Salah satunya Asiyah yang mengidap kanker payudara.
Mereka Tak Bisa Lagi Nikmati Layanan JKN-KIS PBI
KARTIKA SARI, Jawa Pos
BARU setahun Asiyah mendapatkan vonis kanker payudara. Namun, perempuan usia 75 tahun itu sudah sulit beraktivitas. Untuk melakukan kegiatan sehari-hari, dia harus dibantu anak-anaknya. Saat berjalan misalnya, dia harus dituntun. Itu pun tak bisa terlalu lama. Sebab, dia mudah lelah. Naik ke ranjang pun harus ditolong.
Asiyah tinggal bersama anaknya di Jalan Pegirian 230, Simolawang, Simokerto. Keadaan yang semakin parah membuatnya tak bisa hidup di rumah sendiri. Apalagi suaminya lebih dulu meninggalkannya. Kanker payudara itu berada di dada kiri dan kian besar. ”Nyeri dan gatal yang saya rasakan,” ucap Asiyah.
Selama ini, Asiyah bergantung pada kartu JKN-KIS penerima bantuan iuran (PBI) untuk berobat. Namun, sejak Senin (30/9) kartu miliknya tidak bisa difungsikan. Padahal, pada hari itu, Asiyah hendak memeriksakan penyakitnya setelah menjalani rawat inap di RSUD dr Mohammad Soewandhie pada 23–25 September. Kala itu, dia menjalani biopsi melalui operasi. Kartu JKN-KIS yang berstatus PBI masih bisa digunakan.
Saat kontrol jahitan bekas operasi pada Senin lalu, Asiyah tak bisa menikmati lagi layanan PBI. Kala itu, dia diantar Tisatul Hasanah, anaknya. Saat nomor urutnya dipanggil, Tisa –panggilan Tisatul Hasanah– maju ke loket. Ketik hendak memberikan berkas-berkas ibunya kepada petugas loket, dia terperangah. Kartu JKN-KIS milik ibunya tak bisa digunakan lagi lantaran tidak aktif
J
Buntutnya, Tisa memilih untuk menggunakan layanan umum di RSUD dr Soewandhie. ”Habisnya sekitar Rp 200 ribu. Uang itu cukup banyak untuk kami. Kalau sekali saja, tidak apa-apa. Tapi kalau setiap periksa menghabiskan sebanyak itu, ya kami tidak kuat membayar,” ucap Tisa.
Belum lagi bila dalam waktu dekat ada operasi pengangkatan kanker payudara. Tisa kemudian menanyakan ke kelurahan setempat, mengapa JKN-KIS ibunya tidak aktif. Namun, pihak kelurahan pun tidak tahu-menahu. Dia dianjurkan untuk menghubungi dinas kesehatan (dinkes).
Sepulang dari RS, dia menelepon kerabatnya yang bekerja di dinkes. Mengadukan kartu JKN-KIS ibunya yang tak bisa dipakai. Solusi yang dia terima adalah mendatangi kantor BPJS Kesehatan KCU Surabaya di Jalan Raya Dharmahusada untuk membuat BPJS Kesehatan mandiri.
Menuruti saran kerabatnya, Tisa mendatangi kantor BPJS Kesehatan dan meminta petugas mendaftarkan layanan mandiri kelas III. Dengan membayar iuran per bulan Rp 50 ribu. Namun, fasilitas itu tidak bisa langsung difungsikan. Padahal, hari ini jadwal dia mengambil hasil biopsi. ”Ya, terpaksa kami harus bayar mandiri lagi. Mau bagaimana lagi?” ucap Tisa kemarin (3/10).
Dia menyatakan sebenarnya lelah wira-wiri mengurus layanan jaminan kesehatan tersebut. ”Tapi, saya berjuang yang terbaik untuk ibu. Kebetulan dari semua anaknya, yang bisa ngurusngurus ya cuma saya,” papar perempuan 38 tahun itu. Apalagi keadaan ibunya semakin buruk. Dia menginginkan ibunya tetap terdaftar sebagai peserta PBI. ”Karena ya memang ibu tidak mampu membayar iuran per bulan,” katanya.