Usulkan Center Point di Setiap RT/RW
MASYARAKAT perlu mengantisipasi potensi terjadinya bencana gempa bumi. Sekecil apa pun peluangnya. Salah satunya dengan membentuk tanggap bencana. Kemarin tim psikiatri dari Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair) dan RSUD dr Soetomo melakukan training program berbasis komunitas di Balai RW 2, Rungkut Jaya.
Kepala Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unair dan RSUD dr Soetomo dr Nalini Muhdi SpKJ (K) mengatakan, tingkat partisipasi warga Surabaya tergolong tinggi. Hal semacam itu perlu diaplikasikan ke dalam wadah yang positif. Salah satunya menjadi tim pembantu saat terjadi gempa.
Nalini menyebut, tim pembantu yang perlu diajak kerja sama, antara lain, para pemuda. ’’Contohnya karang taruna. Perlu dididik ke arah yang positif,” katanya.
Beragam materi tanggap bencana juga disampaikan kemarin. Soal penanganan gempa, Nalini menjelaskan, gempa itu adalah bentuk nature disaster yang sudah pasti terjadi. Sifatnya pun tidak membunuh dan berbahaya. Justru, bangunan di lokasi gempa itu yang membahayakan.
Selain itu, minimnya pengetahuan soal gempa memberikan dampak negatif saat bencana terjadi. Karena itu, perlu diadakan pelatihan rutin kepada warga soal tanggap bencana. Terutama tindakan sebelum dan saat menghadapi gempa.
Nalini mencontohkan, di Jepang, pelatihan semacam itu dilakukan setahun sekali. Karena itu, begitu gempa terjadi, mereka paham betul apa yang harus dilakukan. ’’Kami ingin seperti itu juga bisa diaplikasikan di sini,” ujarnya.
Pelatihan tersebut bisa dilakukan tim leader pembantu yang sudah dilatih. Mereka nantinya memberikan rasa tenang dan memenuhi kebutuhan korban gempa.
Selain itu, pihaknya memberikan masukan kepada pemkot agar membuat semacam center point. ’’Bentuknya taman. Setiap RT/RW itu harus punya tempat seperti itu. Sehingga, saat gempa, mereka bisa berkumpul di situ,” ujarnya. Taman tersebut berperan penting untuk mengantisipasi bencana. Sebab, saat ini, Surabaya getol membangun ruang terbuka hijau.