Bantuan Rutilahu Sentuh 44 Keluarga
SURABAYA, Jawa Pos – Pengentasan permukiman kumuh dilakukan melalui program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu). Di Kecamatan Sukolilo, ada 44 keluarga yang mendapatkan bantuan untuk bedah rumah tersebut tahun ini. Kondisi mayoritas bangunan yang dirombak jauh dari kata layak.
Tahun ini, Pemkot Surabaya menargetkan 1.000 unit rumah untuk mendapatkan bantuan pembangunan rutilahu. Jumlah itu sedikit meningkat daripada tahun lalu yang hanya 845 unit rumah. Perbaikan rumah tersebut dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup para penghuni.
Di Sukolilo, ada 44 keluarga yang mendapatkan bantuan itu. Per kelurahan rata-rata kebagian 6–7 unit. Bergantung jumlah pengajuan dan persetujuan dari Dinas Sosial (Dinsos) Surabaya.
Rutilahu merupakan program pembangunan berdasar partisipasi masyarakat. Warga menjadi pengawas sekaligus pelaksana. Dampaknya, ekonomi di lokasi rehabilitasi tersebut juga ikut terangkat.
Untuk mendapatkan bantuan itu memang tidak mudah. Penerimanya hanya warga yang betul-betul kekurangan. ’’Penerima program tersebut dimusyawarahkan antara unit pembinaan keluarga miskin, pengurus kampung, dan kelurahan,’’ ujar Lurah Semolowaru Suwarti.
Penerima harus didasarkan pada database Pemkot Surabaya. Mereka masuk data masyarakat miskin. Lalu, mereka memiliki surat keterangan miskin (SKM) dari kelurahan.
Selain berstatus warga miskin, kondisi bangunan menjadi pertimbangan penting. Misalnya, rumah tidak memiliki sarana pembuangan limbah dan ventilasi udara yang kurang. Dinding atau atap juga dalam kondisi lapuk. ’’Kalau di wilayah kami, ada rumah yang lantainya masih tanah. Tidak memiliki jamban. Kayunya juga mulai lapuk,’’ ujar Lurah Nginden Jangkungan Erna Sri Wulandari.
Setelah itu, daftar keluarga yang rumahnya akan diperbaiki diajukan ke dinsos. Nanti, diputuskan siapa saja yang berhak menerima bantuan tersebut.
Selain bangunan, status kepemilikan tanah dipertimbangkan. Tanah itu harus dikuasai oleh keluarga yang tinggal serta tidak dalam status konflik. Misalnya, pembagian waris atau diperjualbelikan.
Erna menyatakan, biasanya, kuota per kelurahan hanya sekitar 6–7 unit. Tahun lalu, ada 8 rumah yang diperbaiki di Nginden Jangkungan. ’’Jumlahnya tidak pasti. Bergantung pembagian dinsos dengan kelurahan lain,’’ imbuhnya.
Jika sudah disetujui, pembangunan bisa dimulai. Setiap rumah mendapatkan anggaran hingga Rp 30 juta. ’’Itu sudah termasuk ongkos tukang dan pajaknya,’’ jelas Suwarti. Perbaikan sarana tempat tinggal tersebut merupakan salah satu upaya menyelesaikan masalah kekumuhan di Surabaya. Harapannya, melalui perbaikan itu, kehidupan sosial ekonomi warga ikut meningkat.