Minarti Timur Sumbang Raket dan Kaus
Sebuah museum olahraga akan didirikan di Gelora Pancasila untuk mengabadikan prestasi atlet-atlet Surabaya. Para atlet pun mendukung penuh dengan menyumbangkan barang yang punya nilai sejarah.
JUNEKA SUBAIHUL MUFID, Jawa Pos
RAKET hitam Yonex menjadi saksi bisu kala Minarti Timur meraih medali perak pada 2000 di Olimpiade Sydney. Raket itu pulalah yang dia bawa ke rumah dinas wali kota Surabaya di Jalan Sedap Malam kemarin pagi (7/10). Selain raket, Minarti yang lahir di Surabaya 51 tahun lalu membawa kaus merah miliknya. Kaus itu juga dikenakan saat pertandingan bersejarah tersebut.
Minarti yang kini menjadi pelatih bulu tangkis menyerahkan langsung kaus dan raket itu kepada Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Kaus merah tersebut bertulisan Minarti T di bagian punggungnya
J
”Aku tahu waktu (Minarti, Red) pakai baju ini. Aku lihat,” ujar Risma sambil memegang dan melihat kaus tersebut. ”Sudah 20 tahun lalu, Bu,” timpal Minarti. ”Iya. Aku masih muda,” balas Risma. Minarti dan Risma pun tertawa bersama. Orang-orang yang hadir di rumah dinas itu juga tertawa.
Selain baju dan raket milik Minarti, turut diperlihatkan baju dan raket sumbangan atlet bulu tangkis Alan Budi Kusuma. Raket milik Alan juga didominasi hitam. Bajunya warna biru muda. Di bagian pundaknya tertulis Alan B K Indonesia. Alan tidak hadir langsung dalam pemberian sumbangan tersebut.
Minarti menuturkan, raket dan baju itu selama ini tersimpan dengan baik di rumahnya di Surabaya. Dengan raket dan baju tersebut, dia meraih perak pada Olimpiade Sydney untuk kategori ganda campuran. Minarti berpasangan dengan Tri Kusharyanto. Itulah prestasi tertinggi yang pernah dia raih selama berkarir sebagai atlet bulu tangkis. ”Terus terang, ndak nyangka ya akan dijadikan museum. Sisa satu raket dan kaus ada dua. Ya sudah, saya kasihkan satu,” ungkap Minarti kalem.
Dia berterima kasih lantaran diberi kesempatan untuk turut berkontribusi bagi museum olahraga. Dia pun siap memberikan barang lain yang mungkin diperlukan untuk jadi koleksi museum tersebut.
”Ini untuk memotivasi atlet-atlet muda supaya mereka juga punya impian untuk membela Indonesia di ajang internasional,” ungkap juara Indonesia Terbuka pada 2002 kategori ganda campuran bersama Bambang Supriyanto itu.
Senada dengan Minarti, Risma ingin menjadikan museum itu untuk memotivasi anak-anak Surabaya. Tidak hanya bisa berprestasi dalam bidang pelajaran sekolah, mereka juga bisa punya cita-cita untuk meniti karir di bidang olahraga.
Apalagi, saat ini dunia olahraga begitu menjanjikan untuk menunjang hidup. Ada banyak bonus yang diberikan bagi atlet. Di Pemkot Surabaya misalnya, atlet yang meraih medali emas di ajang internasional mendapatkan apresiasi Rp 20 juta per medali.
”Ada yang kemarin dapat lima medali emas ya dapat Rp 100 juta. Awak dewe golek satus juta yo bingung,” jelas Risma. Dia ingin menegaskan bahwa atlet juga bisa dijadikan pilihan dalam meniti karir.
Untuk memotivasi para siswa, akan ada agenda kunjungan ke museum secara bergiliran. Surabaya sudah punya Museum 10 Nopember di kompleks Tugu Pahlawan. Ada juga Museum Suroboyo di Gedung Siola. Nah, setelah ini bakal ada museum olahraga di Gelora Pancasila dan Museum Pendidikan di Genteng Kali. ”November rencananya bisa dibuka,” jelas Risma.
Museum tersebut akan dibuat dengan gaya yang tak lagi kuno. Namun, bakal ada sentuhan teknologi sehingga anak-anak tidak malas untuk datang ke museum. Dengan interaksi dan sentuhan teknologi itu, museum jadi lebih hidup. Risma pekan lalu juga ke Museum Football Faentasium FIFA World Cup di Seoul, Korea Selatan. Museum tersebut memanfaatkan banyak teknologi digital hingga virtual reality.
”Misalkan saat Mbak Minarti Timur pegang raket itu bisa diayunayunkan. Kan nanti bisa gunakan teknologi untuk itu. Biar anakanak juga senang datang,” ungkap Risma. Selain atlet bulu tangkis, atlet cabang olahraga lain akan diminta sumbangsihnya bagi museum tersebut.