Tiongkok Kembali Disanksi Amerika
BEIJING, Jawa Pos – Pemerintah Tiongkok kembali naik pitam setelah mendengar keputusan terbaru AS. Pada Senin (7/10), Kementerian Perdagangan AS memasukkan 28 organisasi Tiongkok ke daftar hitam. Perusahaan AS dilarang berdagang dengan organisasi-organisasi tersebut. Sebab, beberapa organisasi di Tiongkok itu diduga terlibat dalam penindasan kaum Uighur di Provinsi Xinjiang.
Dalam pernyataan resmi, kementerian menyatakan bahwa puluhan organisasi tersebut terlibat dalam penindasan, penahanan masal, dan pengawasan ketat terhadap kaum muslim minoritas. Di antara daftar tersebut, terdapat Biro Keamanan Publik Xinjiang dan 19 lembaga pemerintah lainnya. Sisanya merupakan badan usaha yang bergerak di bidang teknologi pengawasan. Salah satu raksasa yang terdampak adalah Hikvision. Perusahaan tersebut merupakan salah satu pemain global di bidang kamera keamanan dan teknologi pengenalan wajah.
’’Pemerintah AS dan Kementerian Perdagangan tak akan menoleransi penindasan brutal terhadap etnis minoritas di dalam Tiongkok,’’ ujar Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross sebagaimana dilansir New York Times.
Tiongkok langsung berang. Hikvision menegaskan bahwa keputusan itu tidak didasari fakta. Mereka pun meminta keputusan tersebut segera dievaluasi lagi.
Jubir Kementerian Luar Negeri Tiongkok Geng Shuang menduga Uighur hanyalah alasan bagi AS untuk memberikan sanksi. Tujuan sebenarnya Gedung Putih, lanjut Geng, adalah menghancurkan ekonomi Tiongkok.
’’Tidak ada isu HAM seperti yang diklaim AS. Mereka selalu menggunakan banyak alasan untuk mencampuri urusan dalam negeri,’’ ungkapnya kepada AFP.
Langkah itu jelas bakal menghalangi kemajuan teknologi Tiongkok. Sebelumnya, Huawei juga di-blacklist AS. Akibatnya, mereka sulit mendapatkan teknologi AS seperti sistem operasi Android atau perangkat lainnya.
Keputusan itu juga pasti mengubah alur negosiasi kesepakatan perdagangan. Gedung Putih sudah mengumumkan bahwa perundingan dagang akan dilakukan pada Kamis (10/10). Utusan Tiongkok Liu He bakal bertemu dengan Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin.