Evolusi Jagat Raya Diganjar Nobel Fisika
Mereka meneliti bagaimana sel manusia merasakan dan beradaptasi terhadap ketersediaan oksigen. Penelitian tersebut membuka jalan untuk menemukan cara baru pengobatan anemia, kanker, serangan jantung, stroke, dan penyakit lainnya.
JENEWA, Jawa Pos – Jim Peebles tak pernah berencana membuat temuan besar di awal karirnya. Dulu ilmuwan kelahiran Manitoba, Kanada, 25 April 1935, itu hanya ingin melakukan satu dua hal yang dirinya mampu di bidang kosmologi. Meraih penghargaan memang menarik, tetapi bukan bagian dari rencananya.
’’Anda harus terjun ke sains karena tertarik,’’ tuturnya dalam sesi konferensi pers setelah namanya diumumkan sebagai peraih Nobel Fisika. Peebles tak sendiri. Dia berbagi hadiah dan penghargaan dengan dua ilmuwan lainnya asal Swiss, Michel Mayor dan Didier Queloz.
Profesor Emeritus Princeton University itu menang berkat teorinya tentang evolusi semesta setelah Big Bang. Menurut dia, radiasi samar gelombang mikro yang memenuhi ruang kosmos 400 ribu tahun setelah ledakan berisi petunjuk penting tentang alam semesta bisa terlihat pada masa awal hingga berkembang 13 miliar tahun berikutnya.
Dia memulai penelitiannya pada 1964. Ketika itu Peebles diajak mentornya, Profesor Robert Henry Dicke. Penelitiannya didasari atas karya Albert Einstein tentang asal usul alam semesta. Dengan bermodal kalkulasi dan teori, dia menggambar perkirakan hubungan antara suhu radiasi yang dipancarkan setelah Big Bang dan jumlah materi yang diciptakannya.
Sementara itu, duo Mayor dan Queloz menerima penghargaan karena menemukan exoplanet yang diberi nama 51 Pegasi b yang jaraknya 50 tahun cahaya di konstelasi Pegasus. Itulah bola gas yang setara dengan ukuran Jupiter. Berkat temuan pada 1995 tersebut, para astronom lain berhasil menemukan lebih dari 4.000 exoplanet lainnya dengan berbagai ukuran, bentuk, dan orbit. Penghargaan ini diperoleh karena penemuan teoretis Peebles tentang bagaimana alam semesta berevolusi pasca ledakan besar (big bang).