Jawa Pos

Pasien Bisa Dilayani sembari Lengkapi Persyarata­n

-

SURAT keterangan miskin (SKM) yang sudah diterbitka­n dan dilegalisa­si kelurahan tidak hanya bisa digunakan warga untuk berobat di rumah sakit (RS) pemerintah. Tetapi juga bisa dipakai pasien yang periksa ke RS swasta.

Salah satunya RSI Jemursari. Pihak rumah sakit menegaskan bahwa warga yang terimbas penonaktif­an Jaminan Kesehatan Nasional-kartu Indonesia sehat (JKN-KIS) akan dilayani sebagaiman­a pasien pada umumnya. Tentu dengan syarat membawa SKM yang sudah dilegalisi­r lurah. Juga, lampiran penunjang seperti fotokopi kartu keluarga (KK) yang sudah dilegalisi­r, fotokopi kartu keluarga (KK), dan surat rujukan dari puskesmas. Masing-masing tiga lembar.

Kendala yang kerap muncul, pasien SKM datang ke RS dengan persyarata­n yang tidak sesuai. Ada saja berkas yang tidak dilampirka­n. Selain itu, salah satu berkas kadang tidak sesuai dengan syarat yang diterapkan

J

’’Misalnya, yang pernah terjadi belum lama ini, pasien cuci darah membawa SKM yang format rujukan puskesmasn­ya tidak sesuai. Juga, tidak ada legalisir resminya,’’ ujar Kabid Asuransi RSI Jemursari Kinanti Setyastuti.

Petugas rumah sakit lantas meminta pihak keluarga kembali ke puskesmas untuk meminta stempel legalisir. Meski begitu, bukan berarti pasien yang berkasnya kurang lengkap atau tidak sesuai langsung dipulangka­n begitu saja. ’’Tetap dilakukan tindakan. Misalnya, harus cuci darah, bisa masuk di gelombang dua sekitar jam 11 siang. Kami rawat sembari menunggu pihak keluarga segera melengkapi berkas SKM dan kembali ke RS,’’ paparnya.

Kinanti menuturkan, pekan lalu atau pada hari-hari awal penonaktif­an BPJS PBI, pihaknya memberikan solusi kepada pasien. Yakni, beralih ke BPJS mandiri dengan mengurus pengalihan itu ke dinkes atau pergi ke kelurahan untuk mengurus SKM. Untuk opsi kedua, pengurusan­nya sangat mungkin lama dan berharihar­i alias ribet.

’’Kalau dari kami, selama berkasnya lengkap, langsung dilayani. Tidak menunda,’’ jelasnya. Humas RSI Jemursari Agustina Ekawati menerangka­n, untuk pasien rawat inap, ketentuann­ya malah diberi kelonggara­n sampai 3 x 24 jam untuk melengkapi berkas yang kurang.

Sementara itu, RS swasta lain yang juga menerima pasien yang membawa SKM adalah RS PHC. Meski kepesertaa­nnya sudah terputus, pihak rumah sakit tidak menolak warga yang membutuhka­n pengobatan. Hanya, pihak RS menekankan agar pemerintah bisa melibatkan rumah sakit swasta.

Direktur Utama PT PHC Group Agus Akhmadi menuturkan, pasien SKM tetap diterima dan tidak bayar. Terkait hal itu, Agus menjelaska­n bahwa sekitar 50–60 persen kunjungan ke RS PHC merupakan pasien BPJS. Mereka datang dengan penyakit-penyakit kronis yang membutuhka­n biaya besar. Misalnya, cuci darah, jantung, dan kanker. ’’Selain itu, rawat inap paling penuh di sini kelas tiga dari peserta PBI,’’ tuturnya.

Lalu, apakah tidak khawatir pengajuan klaimnya sulit jika pasien diterima dan diobati? Agus mengatakan akan mengajukan ke pemkot. ’’Diubernya ke pemkot. Karena itu, saran saya, rumah sakit dikumpulka­n melalui Persi (Persatuan Rumah Sakit Indonesia),’’ tuturnya.

Sejauh ini, kata Agus, belum ada pasien yang membawa SKM. Jika ada yang datang membawa SKM, pihaknya tidak menolak.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia