Satu Spesies Hilang, Ekosistem Tak Stabil
SURABAYA, Jawa Pos – Kecamatan Rungkut dan satpol PP memperketat pengawasan di kawasan lindung pantai timur Surabaya (pamurbaya) kemarin (8/10). Hal tersebut dilakukan untuk meminimalkan terjadinya perburuan liar di sana. Nelayan dan petambak diminta ikut aktif untuk mencegah para penembak satwa masuk ke sana.
Patroli dilakukan di wilayah darat dan air. Perangkat kecamatan dan satpol PP mendatangi satu per satu petambak. Terutama di jalur yang rawan menjadi pintu masuk para pemburu. Wiwik merupakan salah seorang warga yang mendapatkan sosialisasi. Dia mengelola dua tambak. Lokasinya di timur Ekowisata Mangrove Wonorejo. Kolam ikan miliknya dibuka untuk tempat pemancingan.
Apalagi di sisi utara kolam itu ada jalan setapak. Terhubung ke pos pantau di sisi muara. Biasanya, jalan itu dimanfaatkan para pemancing untuk menuju dermaga. ’’Kalau pemburu bawa senapan tidak pernah lihat. Hanya para pemancing,” ujarnya.
Meski begitu, Camat Rungkut Yanu Mardianto tetap mengimbau agar mereka ikut mengawasi wilayah itu. ’’Kalau menemukan orang bawa tembak atau dengar letupan langsung lapor lurah atau perangkat kami yang lain. Bila perlu, hubungi Command Center 112,” katanya.
Pemantauan dilanjutkan ke wilayah perairan. Sasarannya adalah para nelayan yang biasa beraktivitas di wilayah tersebut. Salah satunya nelayan asal Gunung Anyar Toyyib. Dia menyatakan pernah melihat pemburu sekitar 2–3 hari lalu. ”Saat itu, saya tegur. Pilih dipenjara atau balik. Lalu, dia kabur,” ujarnya.
Yanu mengatakan, pendekatan tersebut dilakukan karena nelayan dan petambak merupakan ujung tombak pengawasan di wilayah konservasi. Tiap hari mereka beraktivitas di sana. Dengan begitu, mereka paham dengan kondisi di kawasan itu. ”Kami hanya berpesan mereka ikut menjaga pamurbaya tetap aman,” katanya.
Sementara itu, Kasi Teknis dan Fungsional Satpol PP Surabaya Moch. Pagi mengatakan, pengawasan di pamurbaya dilaksanakan rutin. Tiap minggu ada tiga kali pemantauan. Diacak mulai kawasan barat hingga timur. ”Di Rungkut ada dua titik yang selalu kami awasi, Wonorejo dan Medokan Ayu,” ungkapnya.
Setiap patroli selalu melibatkan tim patroli becak air. Dalam tim tersebut ada 11 orang. Berbekal perahu karet untuk memantau wilayah hingga mengawasi nelayan yang mencari ikan di kawasan itu. Khawatirnya, ada yang menggunakan jaring troll yang bisa merusak habitat bawah air.
Ke depan pihaknya menambah personel yang bertugas. Dengan wilayah yang luas, hal itu diperlukan agar pengawasan bisa lebih maksimal. ”Selanjutnya akan ditambah. Begitu juga patrolinya. Akan dilakukan di darat juga,” jelasnya.
SEMAKIN menurunnya populasi burung liar di kawasan pantai timur Surabaya (pamurbaya) mendapat perhatian dari para pakar ekologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Kematian satu spesies burung yang dilindungi tersebut membuat ekosistem tidak stabil.
Pakar Ekologi ITS Iska Desmawati mengatakan, Alcedo coerulescent merupakan salah satu burung air. Burung tersebut juga pemakan udang dan ikan-ikan kecil. Selain itu, burung tersebut tidak berkoloni dan termasuk jenis burung arboreal yang sering tinggal di ranting-ranting. Jadi, kalau ditemukan, hanya satu atau dua individu. ’’Yang perlu diteliti penyebabnya, apakah Alcedo coerulescent ini mati karena terjerat atau benar ada penangkapan burung secara liar?’’ katanya.
Iska menjelaskan, burung yang diindikasi mati tersebut memiliki nilai penting dari sisi ekologi. Pertama, struktur tropik Alcedo coerulescent sebagai konsumen. Yakni, pemakan udang atau ikan-ikan kecil. Jika jenis burung itu hilang, salah satu komponen struktur tropik sebagai konsumen pun hilang. ’’Dampaknya, kompleksitas ekosistem kurang stabil,’’ jelasnya.