Targetkan Jatim Bebas Katarak pada 2023
ANGKA kebutaan di Jawa Timur masih tergolong tinggi, yakni 4,4 persen dan 80 persen di antaranya disebabkan katarak. Padahal, angka rata-rata nasional hanya 3 persen. Bahkan, angka kebutaan di Jawa Timur merupakan yang tertinggi di Indonesia.
Fakta itu membuat Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa segera menggerakkan program untuk mengurangi risiko kebutaan. Salah satunya adalah gerakan gotong royong atau bakti sosial di bidang kesehatan yang menjadi bagian dari rangkaian peringatan Hari Jadi Ke-74 Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Gerakan bakti sosial tersebut disebut Khofifah sebagai ikhtiar untuk mewujudkan Jatim bebas katarak. ”Kita berharap bahwa 2023 Jatim sudah bebas katarak,” ucapnya setelah mengunjungi kegiatan bakti sosial untuk percepatan penanganan katarak di Rumah Sakit Soedono, Madiun, kemarin pagi (11/10).
Sejak pertengahan tahun ini, sejumlah titik yang masih tinggi angka kebutaannya dipetakan. Titik-titik tersebut akan menjadi prioritas gerakan penanganan katarak. Pemprov Jatim menggandeng Komite Mata Daerah (Komatda), Persatuan Dokter Mata Indonesia (Perdami), dan salah satu bank swasta terbesar di Indonesia.
Koordinasi secara teknis sudah dilakukan untuk memastikan penanganan katarak di Jatim berlangsung secara kontinu. ”Jadi, hari ini (kemarin) kita mulai tekad dan sinergi bersama mewujudkan Jatim bebas katarak 2023,” jelas gubernur perempuan pertama Jatim itu.
Sebenarnya, menurut Khofifah, sudah banyak kegiatan sosial yang menyasar penderita katarak. Namun, ia menegaskan, kali ini pihaknya ingin pencapaian target lebih maksimal. Sebab, angka kebutaan yang berhubungan dengan katarak di Jatim masih tinggi.
”Kita ingin tingkatkan sinergitas antarelemen strategis dengan targetnya bisa lebih maksimal,” cetus Khofifah.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur Kohar Hari Santoso mengungkapkan bahwa angka kebutaan di Jatim yang masih tinggi disebabkan faktor risiko beberapa penyakit. Di antaranya, diabetes dan hipertensi. Paparan sinar ultraviolet juga menjadi penyebab kebutaan. ”Total penderitanya sekitar empat ratus ribuan,” katanya.
Karena faktor risikonya sudah diketahui, penanganannya pun bisa lebih fokus. ”Arah pencegahan kita ke sana,” lanjut Kohar.