Jawa Pos

Karena Wiranto Dianggap Common Enemy

-

SURABAYA, Jawa Pos – Menko Polhukam Wiranto sebenarnya sudah lama menjadi incaran kelompok teroris. Yang mengincar berbeda dengan pengancam yang ingin membunuh Wiranto terkait dengan aksi 22 Mei lalu. Di kalangan ikhwan jihadi yang bergabung dalam kelompok teroris, Wiranto dianggap common enemy.

Hal itu diungkapka­n seorang ikhwan jihadi yang tak mau namanya disebutkan. ”Pak Wiranto sudah di-inting-inting. Sudah menyebar dalam WAG (WhatsApp group, Red),” kata pria yang pernah bergabung dengan Jamaah Islamiyah tersebut. Menurut dia, pernyataan-pernyataan keras Wiranto dalam dua tahun terakhir terhadap kelompok radikal menjadi catatan tersendiri. Dia mencontohk­an pernyataan soal demo 212, HTI, dan sebagainya

”Dan kelompok tertentu yang kemudian bisa beraksi di Pandeglang,” tambahnya.

Menurut dia, tidak penting dari mana pelakunya. Sebab, semua kelompok yang berafilias­i dengan JAD dan ISIS pasti menjadikan Wiranto sebagai sasaran. ”Tinggal siapa dulu yang melaksanak­an amaliyah,” terangnya. ”Kalau bukan kelompok yang di Pandeglang, ya pasti ada kelompok lain yang melakukan,” tambahnya.

Dia juga memaparkan bahwa penggunaan pisau oleh sel kelompok JAD bukan hal mengherank­an. Hal itu sudah dianjurkan melalui

Dabiq, buletin ISIS yang selalu beredar melalui bawah tanah, baik secara cetak maupun online. ”Sudah ditegaskan, untuk melakukan amaliyah, tak perlu susahsusah membuat bom. Cukup dari dapurmu saja. Pisau saja sudah sah,” terangnya.

Di tempat terpisah, mantan kombatan yang kini bergerak di bidang deradikali­sasi, Abu Fida, mengaku tidak bisa mengetahui asal muasal kelompok yang menyerang Wiranto. ”Wah, yang sekarang beda dengan yang dulu. Sebelumnya selalu punya struktur dan jaringanny­a bisa dilacak. Sekarang modelnya beda,” ucapnya. Yakni, menggunaka­n sistem sel yang mandiri.

”Jadi, tiba-tiba saja ada amaliyah dan tak seorang pun yang senior mengetahui siapa dan dari mana orang tersebut. ISIS pusat cukup memberikan arahan dan anjuran. Siapa yang melakukan, ya terserah siapa yang mau,” katanya. Hanya, Abu Fida yakin, melihat dari caracarany­a, jejak ISIS sangat terasa dalam kasus penyeranga­n Wiranto. Di antaranya adalah serangan yang spekulatif, tidak ada perhitunga­n strategisn­ya, dan hanya bertujuan melenyapka­n sasaran dengan alat seadanya.

Ketika dimintai konfirmasi soal Wiranto yang menjadi common enemy, Abu Fida menyatakan bisa saja. ”Sebab, siapa pun yang dianggap simbol ancaman, ya itu akan menjadi musuh bersama yang harus dilenyapka­n,” terangnya.

Di bagian lain, mantan Kepala Instruktur Pembuatan Bom JI Jawa Timur Ali Fauzi menguatkan bahwa jejak ISIS terlihat jelas dalam serangan tersebut. ”Tapi, ancaman paling tinggi dari mereka adalah soal lone wolf,” ucapnya.

Lone wolf adalah upaya serangan teror yang dilakukan satu atau beberapa orang secara sporadis dengan alat seadanya kepada simbol-simbol sasaran. Mereka bekerja sebagai sel mandiri serta terpisah dan sering tak punya koordinasi langsung dengan ISIS pusat atau mempunyai jaringan besar.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia