Komisi ”Mata Air” Jadi Ajang Rebutan
Identik Lahan Basah, Banyak Yang Terjerat Korupsi
JAKARTA, Jawa Pos – DPR sedang berada dalam proses penyusunan alat kelengkapan dewan (AKD) beserta distribusi kursi pimpinannya ke tiap-tiap parpol. Ada kursi pimpinan 11 komisi dan enam badan yang akan didistribusikan. Komisi yang dikonotasikan sebagai ”mata air” diprediksi menjadi rebutan.
Di DPR, istilah komisi ’’mata air” dan komisi ’’air mata” sudah sangat familier dalam perebutan kursi pimpinan. Komisi ”mata air” merujuk pada mitra kerja DPR yang memiliki anggaran jumbo di kementerian. Biasanya ditandai dengan kementerian yang memiliki proyek-proyek besar dan strategis.
Sebaliknya, komisi ’’air mata” adalah mitra kerja DPR dengan anggaran minim sehingga potensi permainan anggaran dan proyek juga minim. ’’Diakui atau tidak, komisi ’mata air’ inilah yang menjadi rebutan fraksi-fraksi sampai sekarang,” kata peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus kemarin (13/10).
Dia membeberkan, setidaknya ada lima komisi yang selalu menjadi incaran fraksi. Yaitu, komisi V, VI, VII, X, dan komisi XI. Anggota dewan pun berlomba-lomba mengajukan diri untuk menjadi anggota di salah satu komisi tersebut.
Komisi V, misalnya. Salah satu mitra kerja komisi V adalah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR). ’’Kementerian PUPR banyak proyek. Sehingga DPR potensial untuk cawe-cawe,” ujar Lucius.
Rawannya dugaan penyelewenangan di komisi itu terkonfirmasi lewat jumlah anggota DPR yang tersandung korupsi. Untuk DPR periode 2014–2019, ada lima anggota komisi V yang terciduk KPK. ’’Komisi V paling banyak yang diproses KPK,” papar Lucius.
Komisi VI juga tergolong rawan. Sebab, salah satu mitra kerjanya adalah Kementerian BUMN. Untuk DPR Komisi VI periode 2014–2019, ada tiga anggota yang terjaring KPK.
Berikutnya adalah komisi VII. Komisi yang membidangi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) itu dikenal sebagai lahan basah. Total ada empat anggota DPR periode lalu yang menjadi pesakitan KPK dari komisi tersebut. Salah satunya adalah mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Enny Maulani yang terjaring OTT KPK karena kasus suap bidang energi.
Menurut Lucius, makin gemuk anggaran kementerian atau badan, semakin banyak kepentingan DPR yang bermain. Program yang dikerjakan tidak jarang melibatkan kepentingan parpol dan jaringan parpol di daerah. Karena itu, tidak heran banyak anggota komisi tersebut yang tersandung kasus-kasus korupsi. ’’Biasanya deal-deal yang melibatkan banyak kepentingan terjadi di komisi-komisi itu,” sebutnya.
Yakin Tidak Ada Kegaduhan Sementara itu, anggota Fraksi PDI Perjuangan Arif Wibowo mengaku optimistis pendistribusian pimpinan AKD tidak akan menimbulkan kegaduhan. Sebab, pembagiannya akan dilakukan secara proporsional sesuai dengan UU tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3). ’’Tentu berdasarkan jumlah keanggotaan fraksi,’’ katanya kemarin (13/10).
Arif menjelaskan, PDIP sebagai pemilik kursi mayoritas, yakni 128 kursi, berhak mendapat jatah empat ketua dan 13 wakil ketua. Yang rumit, kata dia, justru terletak pada pemilihan komisi atau badan mana saja yang menjadi incaran parpol. Sebab, sangat mungkin AKD yang dilirik satu partai juga menjadi incaran fraksi yang lain. Terutama AKD tertentu yang memiliki makna strategis atau menguntungkan secara materi partai politik.
Di situlah potensi perebutan komisi terjadi antarpartai. ’’Makanya nanti kan ada kompromi. Musyawarah mufakat dilakukan,’’ ucap Wasekjen PDI Perjuangan itu.
Ketua DPP Gerindra Ahmad Riza Patria mengaku juga sudah melakukan kalkulasi jatah kursi pimpinan AKD untuk partainya. Jika mengacu perolehan kursi, Gerindra mendapat jatah dua posisi ketua dan sembilan wakil ketua AKD. Terkait dengan komisi atau badan mana saja yang menjadi incaran, pihaknya belum bisa memastikan.
Terkait kursi pimpinan komisi yang diincar, Riza menyebut masih dibicarakan di internal parpol. Namun, dia mengakui tidak semua keinginan parpol bisa terpenuhi. Sangat besar kemungkinan komisi yang dilirik Fraksi Gerindra juga diincar fraksi lain. ’’Sedapat mungkin akan dilakukan secara musyawarah mufakat,” jelasnya.
Sementara itu, Fraksi PPP sebagai pemilik kursi paling sedikit masih berharap ada keajaiban penambahan jumlah pimpinan AKD. Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PPP Achmad Baidowi mengatakan, partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Kerja (KIK) akan mengupayakan penambahan AKD bagi partai-partai dalam KIK. ’’Koalisi kami kan solid. Pasti bisa (penambahan pimpinan AKD),” ucap Achmad Baidowi.
Bila mengacu sistem proporsional, PPP hanya kebagian satu ketua dan empat atau lima wakil ketua AKD. PPP pun mengincar AKD tertentu. Seperti komisi II, V, VI, VIII, badan legislasi (baleg), dan badan anggaran (banggar). ’’Atau satu lagi BURT (badan urusan rumah tangga, Red) kalau bisa,” ujarnya.
Dia berharap AKD bisa segera terbentuk. Targetnya, sebelum pelantikan presiden dan wakil presiden (Wapres) pada 20 Oktober nanti, susunan AKD selesai dibahas. Sebab, DPR harus segera mengagendakan rapat kerja terkait legislasi, termasuk menyikapi pembahasan sejumlah RUU yang di-carry over dari DPR lama ke dewan periode saat ini. ’’Salah satunya soal kelanjutan RUU KUHP ini bagaimana. Harus segera disikapi,” ujarnya.