Jawa Pos

Bisa Lipat Gandakan Jumlah Pengungsi

Invasi Turki di Wilayah Kurdi

-

DAMASKUS, Jawa Pos – Pelan tapi pasti, militer Turki memperluas area kekuasaann­ya di wilayah Kurdi. Kemarin (13/19) mereka mengambil alih Kota Tal Abyad yang masuk area Kurdi di Syria. Bersamaan dengan itu, Presiden Donald Trump menginstru­ksikan seluruh pasukan AS ditarik dari Syria bagian utara.

Kebijakan Trump itu akan membuat Turki lebih leluasa menyerang area Kurdi. Kini, pasukan yang dikirim Presiden Recep Tayyip Erdogan itu menarget Syrian Democratic Forces (SDF) di Kota Ras Al Ain.

”Lebih dari 14 orang penduduk sipil terbunuh dalam pertempura­n.” Demikian bunyi pernyataan Syrian Observator­y for Human Rights (SOHR) tentang konflik Sabtu (12/10) seperti dikutip Agence France-Presse kemarin. Artinya, lebih dari 50 nyawa warga sipil melayang sejak Turki menyerang Kurdi pada Rabu (9/10).

SOHR menambahka­n bahwa kelompok pro-Turki mengekseku­si sembilan warga sipil di dekat Tal Abyad pada Sabtu lalu. Di antaranya adalah pejabat partai Kurdi dan sopirnya. Di pihak Turki, 18 penduduk sipil tewas akibat roket-roket Kurdi.

Turki berusaha menghalau SDF sampai sekitar 30 kilometer dari perbatasan. Itu akan berlaku di sepanjang 120 kilometer perbatasan dua negara. SDF harus meninggalk­an kawasan itu karena Turki menganggap kelompok tersebut sebagai teroris.

Nanti, setelah perbatasan bersih dari SDF, Ankara bakal menjadikan kawasan itu sebagai zona perlindung­an bagi sekitar 3 juta pengungsi Syria. Saat ini mereka berlindung di Turki. Saat perbatasan sudah jatuh ke tangan Turki, para pengungsi tersebut bakal dipindahka­n ke zona itu.

Dalam pertempura­n Turki melawan SDF di Tal Abyad, pasukan Kurdi terpaksa membiarkan kamp Ain Issa tidak terjaga. Padahal, di kamp itu ada lebih dari 12 ribu orang. Sekitar seribu di antara mereka adalah keluarga personel ISIS. ”Kamp Ain Issa tanpa penjaga. Sekitar 785 anggota keluarga ISIS melarikan diri.” Demikian bunyi pernyataan resmi Kurdi.

Selama ini SDF adalah sekutu utama Amerika Serikat (AS) di Syria. Mereka membantu memerangi ISIS. Ada lebih dari 12 ribu personel ISIS di perbatasan Syria yang dihuni kaum Kurdi. Namun, tidak ada seorang pun yang tahu lokasi tepat kamp penampung ISIS.

Keluarga ISIS yang melarikan diri dari Ain Issa itu membuat banyak pihak khawatir. Salah satunya Prancis. ”Tentu kami khawatir dengan apa yang mungkin bakal terjadi. Karena itulah, kami ingin Turki secepatnya mengakhiri intervensi­nya,” tegas Jubir Pemerintah Prancis Sibeth Ndiaye.

Sebelumnya, Prancis dan Jerman membekukan penjualan senjata ke Turki. Keputusan yang akan dievaluasi lagi itu diambil pasca serangan Ankara ke Syria. Di mata Prancis, invasi Turki tidak bisa dibenarkan.

Erdogan menegaskan bahwa dirinya tidak akan mundur meski beberapa negara mengancam memberikan sanksi ekonomi. Juga, embargo senjata. Ancamananc­aman itu tidak membuat Turki berubah pikiran. Pemimpin 65 tahun tersebut juga menolak berdialog dengan Kurdi.

Badan Kemanusiaa­n PBB OCHA mengungkap­kan bahwa akibat operasi Turki itu, sekitar 130 ribu penduduk sipil harus mengungsi. Jubir OCHA Jens Laerke memperkira­kan jumlahnya akan naik lebih dari tiga kali lipat jika serangan terus terjadi. Invasi masif Turki di kawasan Kurdi tersebut jelas akan melahirkan krisis kemanusiaa­n baru di Syria.

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia