MINTA MAAF YA, BANG… CUKUP SAMPAI DI SINI
Insiden meninggalnya dua mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari masih menjadi misteri. Hingga kemarin (13/10) polisi belum mampu mengungkap penembak dua aktivis itu. Wartawan Jawa Pos AGUS DWI PRASETYO secara khusus mewawancarai beberapa orang yang berada di sekitar korban saat aksi demo berujung maut tersebut.
SAAT membaca status WhatsApp
(WA) ”Tak mampu berbuat lebih” itu, IBL cepat-cepat membalasnya.
Dia tahu Yusuf Kardawi, pemilik status itu, tengah gelisah. Sebelum muncul status tersebut, Yusuf mengumumkan penundaan rapat umum anggota luar biasa (RUALub) di grup WA Himpunan Mahasiswa Prodi D-3 Teknik Sipil UHO
”Hahaha. Lembeh (lemah, Red) berarti kalau menyerah dan mengeluh,” kata IBL membalas status galau adik tingkatnya itu Senin (23/9). Sesuai dugaan, Yusuf yang memang jadi ketua panitia RUALub tersebut lalu mengutarakan kegelisahannya. ”Apa pun yang kita lakukan, Bang, harus ada dukungan juga. Tidak bisa bergerak sendiri,” jawab Ucu, sapaan akrab Yusuf, dalam chat WA tersebut.
IBL paham betul, menunda RUALub adalah keputusan berat. Apalagi, banyak anggota himpunan yang mempertanyakan keputusan itu. IBL lantas mengajak Ucu bicara baik-baik di kantin perjuangan, dekat sekretariat BEM program pendidikan vokasi.
”Kau di mana? Kau ke sini (sekretariat vokasi, Red) dulu!” perintah IBL. Namun, Ucu enggan. ”Saya malu ke sekret, Bang,” jawab mahasiswa semester tiga tersebut. RUALub ditunda. IBL, Ucu, dan kawan-kawannya bersiap ikut aksi menolak revisi UU KPK, RUU KUHP, dan RUU kontroversial lainnya di depan gedung DPRD Sulawesi Tenggara (Sultra) Kamis (26/9). Pentolan-pentolan mahasiswa berkumpul di kantin perjuangan Rabu (25/9). Membahas teknis lapangan aksi.
Di antara kumpulan mahasiswa di kantin itu, terlihat sosok Immawan Randi, mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UHO.
Penembakan dan Kematian Ribuan orang yang tergabung dalam keluarga besar mahasiswa teknik (KBMT) telah berkumpul di UHO. Pukul 10.00 mereka berjalan long march sejauh 6 kilometer dari kampus UHO ke DPRD Sultra.
Siang menjelang sore, ribuan massa terus bernyanyi dan menyuarakan penolakan terhadap revisi UU KPK, RUU KUHP, dan berbagai macam persoalan negara yang tak kunjung tuntas. Di tengah keriuhan tersebut, sekitar pukul 13.00, IBL melihat Yusuf berdiri di antara kerumunan massa. Dia memanggil pemuda itu seraya menyorongkan selembar uang Rp 100 ribu. ”Suf, ada uang ini. Tolong belikan kita air minum!” perintah IBL.
Dengan sigap Yusuf meraih uang itu. ”Berapa mau beli, Bang?” tanya pemuda berambut gondrong dan kurus tersebut. ”Ukur (hitung) saja uang itu berapa dapat air minum,” ujar IBL. Yusuf kembali bertanya, ”Sisanya saya belikan rokok ya, Bang?” Tanpa pikir panjang IBL mengiyakan.
Di bagian lain, ribuan mahasiswa KBMT bergerak ke arah depan mendekati gedung DPRD. Asap dari aksi bakar ban oleh sejumlah orang mengepul di beberapa titik. Aksi saling lempar antara petugas kepolisian dan massa terjadi. Situasi mulai memanas. Beberapa kelompok mahasiswa mundur perlahan dengan membentuk barisan dan koloni.
Sekitar 30 menit kemudian, IBL kembali bertemu Yusuf. ”Mana air minumnya, Suf?” tanya IBL. ”Saya sudah taruh di mobil, Bang,” jawab Yusuf sembari menunjuk lokasi mobil, tak jauh dari kerumunan massa. Yusuf membeli empat kardus air mineral gelas. ”Ah, sudah habis,” pikir IBL. Dia kemudian meminta Yusuf membeli lagi air minum.
Tak berapa lama, Yusuf kembali dan membawa sebotol air mineral dan menyerahkannya kepada IBL. Ditenggaknya air minum itu oleh IBL. ”Ini minum,” kata IBL sambil menyorongkan botol berisi air tersebut ke arah mahasiswa angkatan 2018 itu. Mereka pun berpisah. Yusuf bergabung dengan temanteman satu angkatannya. Sedangkan IBL tetap berada di belakang barisan.
Sewaktu gerombolan massa bersitegang dengan polisi, ADR, mahasiswa Fakultas Teknik UHO, berupaya mengevakuasi rekanrekannya ke tempat aman. Terutama para mahasiswi dan mahasiswa baru (maba). Di tengah kegentingan itu, ADR spontan meraih tangan Yusuf dari belakang. ”Anak teknik, to?” tanya ADR kepada pemuda itu. ”Iya, Bang,” jawab Yusuf singkat.
Sebagai mahasiswa semester akhir, ADR berupaya mengayomi seluruh adik tingkatnya. Termasuk Yusuf. ”Ayo kembali ke barisan!” perintah ADR lagi kepada Yusuf. Namun, pemuda yang dikenal vokal itu menolak. ”Letingku (angkatanku), Bang. Letingku Bang, masih di depan,” jawab Yusuf sambil menunjuk kerumunan massa yang saling lempar. Yusuf kemudian berlari ke arah kerumunan itu.
Dari arah kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sultra, massa aksi berhamburan. Berlari menjauh dari barikade polisi. Tak lama kemudian, bunyi tembakan terdengar keras beberapa kali. Memekakkan telinga. Kekacauan itu mengejutkan peserta aksi, termasuk Zul, mahasiswa UHO satu angkatan dengan Yusuf.
Zul berada tak jauh dari Yusuf di luar gerbang belakang kantor disnakertrans saat detik-detik menegangkan tersebut. Mereka bersama massa lain melempari polisi yang berada di dalam area kantor disnakertrans. Polisi balik menyerang dengan lemparan batu. Zul belum merasakan kepanikan yang nyata. Karena itu, dia memutuskan tetap bertahan di posisi tersebut.
Beberapa detik kemudian, bunyi tembakan bersahut-sahutan. Lebih dari sepuluh kali. Ratusan orang semburat menjauh dari gerbang disnakertrans. Di tengah kekacauan tersebut, Zul melihat sesosok tubuh terkapar di depan gerbang berwarna biru itu. Peristiwa tersebut begitu cepat. Namun, Zul sekilas mengenali siapa sosok yang terkapar itu. ”La Yusuf?” tanya dia dalam hati.
Zul menghentikan langkahnya. Dia ingin memastikan bahwa tubuh yang tersungkur itu adalah Yusuf, teman satu tingkatnya. Tapi, seorang polisi berseragam lengkap setengah berlari mendekat ke gerbang tersebut dan memukul kaki Yusuf. Zul ketakutan. Dia pun meninggalkan Yusuf sendirian. Dia berlari ke arah kerumunan massa.
Zul sempat melongok ke belakang, lalu melihat dua polisi (satu berseragam dan satunya berpakaian preman) membawa senjata api (senpi) mendekat ke tubuh yang tergeletak itu. Tiba-tiba seorang polisi mengarahkan senpi ke tubuh Zul. Rasa takut mahasiswa berambut gondrong tersebut semakin menjadi. Dengan intuisi sekenanya, Zul berlari zig-zag dan melompat-lompat untuk menghindari peluru.
Saat pelarian yang diiringi suara tembakan itu, Zul berada dalam kepanikan luar biasa. Seumurumur baru kali itu dia berhadapan dengan moncong senapan. Dia selamat. Namun, tak jauh dari lokasi tersebut, Zul sekilas melihat sesosok tubuh terkapar di bahu jalan: Immawan Randi. Mahasiswa perikanan semester tujuh itu meregang nyawa di lokasi.
Di tengah keriuhan terdengar sayup-sayup suara minta tolong. KRS, anggota KBMT, mendekat ke arah suara tersebut. Dia melihat seorang mahasiswa mencoba mengangkat tubuh Yusuf. KRS pun bergegas membantu, diikuti beberapa orang lain. Yusuf masih bernapas. Namun, dia mengalami luka cukup parah di bagian kepala. Darah terus keluar dari mulut dan hidung. Keluar pula darah putih kental dari otak.
Kerumunan massa bergotong royong membawa Yusuf ke RS Dr R Ismoyo Kendari, tak jauh dari kantor disnakertrans. Mereka menggunakan sepeda motor. Dalam keadaan panik, KRS menemani Yusuf dari jalan berdarah itu sampai di kamar unit gawat darurat RS tersebut. Sementara itu, jasad Randi dibawa ke RS yang sama dengan menggunakan pikap.
Setelah satu jam dirawat di RS Dr R Ismoyo, Yusuf dibawa ke RSUD Bahteramas. Rombongan mahasiswa terus berdatangan untuk melihat kondisi Yusuf. Mereka juga bergantian menjaga Yusuf dan membisikkan kalimat istigfar serta tauhid ke telinga pemuda itu: La ilaha illallah. Namun, Yusuf tetap tak sadarkan diri.
Pukul 04.00 Jumat (27/9), Yusuf masih terbaring di ruangan itu dengan kondisi kepala diperban ketika ALD, mahasiswa UHO, berkali-kali membisikkan kalimat tauhid. Dia merasakan embusan napas tersebut. Namun, tak lama kemudian terdengar suara lirih dan terbata-bata keluar dari mulut Yusuf. ”… minta maaf ya, Bang… Cukup sampai di sini…,” kata-kata Yusuf terdengar begitu lama.
ALD kembali membisikkan kalimat tauhid ke telinga rekannya. Namun, Yusuf memejamkan mata untuk selamanya dengan titik air perlahan keluar dari sudut-sudut matanya. Keluarga Yusuf belum tiba di RS itu. Yusuf menyusul Randi yang lebih dulu meninggal akibat tembakan peluru tajam. Keduanya sama-sama dimakamkan di Kabupaten Muna.