Sandi Lebih Siap Jadi Mitra Kritis
Tanggapi Isu Dirinya Masuk Bursa Menteri
JAKARTA, Jawa Pos – Rangkaian safari politik Prabowo Subianto akhirakhir ini telah membangun opini kesiapan Partai Gerindra merapat ke pemerintah. Bursa calon-calon menteri dari partai berlambang burung garuda itu pun bermunculan. Salah satunya Sandiaga Salahuddin Uno.
Mantan wakil gubernur DKI Jakarta tersebut memang sempat keluar dari Gerindra pada saat menjadi pasangan Prabowo dalam Pilpres 2019. Langkah itu diyakini sebagai jalan tengah agar partai koalisi tidak mempermasalahkan asal usul paslon yang sama-sama dari Gerindra. Kini Sandi (sapaan Sandiaga Uno) memberi sinyal segera kembali ke Gerindra.
Salah satu buktinya adalah kesiapan Sandi menghadiri rapat koordinasi nasional (rakornas) Gerindra yang digelar Rabu (16/10). ”Saya akan hadir (di rakornas, Red). Jika saya balik ke Gerindra, nanti akan disampaikan secara resmi,” kata Sandi setelah menemui pimpinan MPR di kediamannya di Kebayoran Lama, Jakarta, kemarin (14/10).
Bagaimana peluang masuk sebagai calon menteri? Sandi mengungkapkan, sama sekali belum ada pembicaraan terkait masalah itu. Justru, dia melihat isu tersebut diembuskan kali pertama oleh media massa. Pria yang juga mantan calon wakil presiden itu lantas mengingatkan bahwa pengisian kursi menteri merupakan domain Presiden Joko Widodo (Jokowi). Begitu juga peluang dirinya untuk masuk ke dalam kabinet pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin.
Karena itu, Sandi meminta semua pihak menunggu presiden mengumumkan nama-nama calon menterinya. Namun, jika disuruh memilih, Sandi merasa lebih baik berada di luar pemerintah. Dia yakin pemerintah masih sangat membutuhkan masukanmasukan dari luar kabinet. ”Kalau disuruh memilih, secara pribadi saya siap menjadi mitra yang kritis dan konstruktif,” ucapnya.
Kecuali bila Presiden Jokowi memang menginginkan pendiri PT Saratoga
Investama Sedaya itu masuk jajaran kabinet. Dia menyerahkan sepenuhnya kepada Prabowo sebagai pihak yang menentukan arah koalisi lima tahun mendatang. ”Itu ranah partai untuk bicara. Silakan saja,” ujarnya.
Di bagian lain, Gerindra dinilai
sangat berkepentingan untuk masuk lingkaran kekuasaan. Masuk dalam barisan kabinet menjadi pilihan rasional. Hal tersebut disampaikan Direktur Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti dalam diskusi di Matraman Raya, Jakarta, kemarin.
Menurut Ray, ada tiga alasan bagi Gerindra untuk masuk kabinet. Alasan utama, papar dia, Gerindra membutuhkan regenerasi. Nah, sosok yang masuk dalam kabinet sebagai calon menteri sangat mungkin sengaja dipromosikan Prabowo untuk melanjutkan estafet kepemimpinan Gerindra ke depan. Itulah sebabnya, Prabowo getol melakukan komunikasi politik agar bisa masuk gerbong pemerintah. ”Apalagi, peluang itu sekarang terbuka lebar,” ujarnya.
Faktor kedua, Gerindra merupakan satu-satunya parpol yang belum pernah masuk kekuasaan pascareformasi. Nah, saat inilah waktu yang tepat untuk masuk gerbong pemerintahan. Sebab, menunggu lima tahun mendatang terbilang cukup lama. ”Dan belum tentu juga bisa memang,” ucapnya.
Faktor ketiga, Gerindra memiliki cukup banyak sumber daya manusia (SDM) atau kader yang cukup mumpuni di sejumlah bidang. SDM yang menumpuk tersebut jelas membutuhkan penyaluran. Salah satunya melalui distribusi ke kabinet atau lembaga di pemerintahan. ”Prabowo juga memiliki hubungan baik dengan tokohtokoh kunci dalam lingkaran koalisi. Sehingga langkah Prabowo untuk sowan sana-sini bebas tanpa ada halangan dan rintangan,” kata Ray.
Kondisi itu berbeda dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang komunikasinya relatif terbatas. SBY memang sudah bertemu dengan Jokowi. Namun, Ray menilai hal tersebut belum cukup untuk masuk gerbong pemerintah. Harus ada pertemuan dengan pimpinan parpol lain, khususnya PDIP. ”Justru kontrol sekarang bukan Presiden Jokowi, tapi Megawati sebagai ketua umum partai utama,” tandasnya.
Namun, ada yang perlu diwaspadai jika Partai Gerindra masuk dalam koalisi pendukung pemerintahan. Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menyebut potensi itu berbahaya bagi demokrasi di Indonesia . Khususnya, check and balances di parlemen. ’’Jika Gerindra jadi masuk, oposisi di parlemen pasti mati. Ini sangat bahaya bagi demokrasi kita,” tegas Lucius.