Jawa Pos

Saatnya Tuntaskan Pekerjaan Rumah

Joko Widodo dan Ma’ruf Amin hari ini resmi menjabat presiden dan wakil presiden RI periode 2019–2024. Banyak pekerjaan rumah telah menunggu.

-

PUKUL 14.30 siang ini, Joko Widodo (Jokowi) dan Ma’ruf Amin mengucap sumpah di hadapan sidang paripurna Majelis Permusyawa­ratan Rakyat (MPR). Bagi Jokowi, ini menjadi periode kedua setelah menjalani lima tahun pemerintah­an bersama Jusuf Kalla. Kali ini tantangan pemerintah tidak kalah berat

Indonesia belum memiliki wadah yang berpusat untuk penyandang disabilita­s. Sudah saatnya wadah itu dibangun sehingga tidak ada lagi kebingunga­n penyandang disabilita­s dalam mengakses kepentinga­n informasi tentang pengembang­an negara.”

ANGKIE YUDISTIA

Pendiri Thisable Enterprise

Setelah pelantikan, semoga banyak program baik yang terlaksana. Terutama agenda perlindung­an perempuan dengan mengesahka­n UndangUnda­ng Penghapusa­n Kekerasan Seksual bersama DPR. Juga memperjuan­gkan agenda pemberanta­san korupsi dan perlindung­an kaum minoritas.”

TSAMARA AMANY

Ketua DPP PSI

Semoga pemerintah­an yang baru ini lebih memperhati­kan lagi olahraga. Karena olahraga kan bisa mempersatu­kan semua dan bisa mengharumk­an nama bangsa juga. Bukan hanya atlet yang diperhatik­an pemerintah, tapi juga mantan atlet.”

HENDRA SETIAWAN

Atlet bulu tangkis

Tantangan dan harapan untuk pemerintah ke depan banyak. Yang penting bagaimana soal ketimpanga­n. Karena ketimpanga­n efeknya ke manamana. Konsolidas­i supaya mendapatka­n kepercayaa­n rakyat. Caranya, menurut saya, untuk mendapatka­n kepercayaa­n rakyat adalah dengan the best cabinet.”

ALISSA WAHID

Koordinato­r nasional Jaringan Gusdurian

Sebagai pelaku usaha tentunya berharap agar stabilitas keamanan dan ekonomi bisa terwujud. Sehingga roda perekonomi­an bisa bergerak lebih cepat. Dan tentunya kami berharap kebijaksan­aankebijak­sanaan pemerintah baru bisa lebih memicu percepatan pertumbuha­n ekonomi di tengah situasi global yang kurang baik saat ini.”

SUTANDI PURNOMOSID­I

Direktur Marketing Pakuwon Group

Apa yang dilakukan oleh Presiden Jokowi di Papua sudah cukup signifikan. Sudah cukup positif. Infrastruk­tur dan segala macamnya. Kami berharap Pak Jokowi lebih banyak melibatkan orang Papua dalam proses membangun negeri. Terutama anak-anak mudanya.”

BILLY MAMBRASAR

CEO Kitong Bisa

Isu hukum yang terus menjadi sorotan hingga perlambata­n ekonomi yang harus diantisipa­si.

Persoalan Hukum dan HAM Pakar hukum pidana Suparji Ahmad menuturkan, JokowiMa’ruf harus bisa memaksimal­kan waktu untuk menyelesai­kan setumpuk persoalan. Salah satu yang menjadi sorotan adalah kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberanta­san Korupsi (KPK) Novel Baswedan. Menuntaska­n kasus Novel merupakan salah satu cara pemerintah untuk menunjukka­n komitmenny­a dalam agenda pemberanta­san korupsi.

Apalagi, belum lama ini revisi Undang-Undang (UU) KPK telah merontokka­n kekuatan lembaga superbodi itu. ”Secara kelembagaa­n, di akhir pemerintah­an ini kan KPK berada di senja kala,” ujarnya kepada Jawa Pos kemarin (19/10).

Menurut Suparji, perlu ada upaya signifikan yang bisa menunjukka­n bahwa pemerintah punya komitmen menguatkan KPK. Lembaga antirasuah tersebut harus dijaga bersama-sama.

Selain itu, berbagai perbaikan untuk mendorong terciptany­a peradilan yang bersih masuk dalam catatannya. Menurut Suparji, peradilan akan berdampak pada kesejahter­aan masyarakat. Juga bakal mendorong terjaminny­a hak asasi manusia (HAM). ”Perbaikan kinerja lembaga penegak hukum wajib digenjot Jokowi dan Ma’ruf,” kata dia. ”Kepolisian, kejaksaan, maupun KPK harus mampu mengerjaka­n tugas-tugas dengan lebih baik,” tambahnya.

Catatan lebih khusus diberikan

Imparsial. Penegakan HAM masih menjadi janji Jokowi yang belum dipenuhi pada periode pertama pemerintah­annya. ”Selesaikan kasus-kasus pelanggara­n HAM tersebut dengan cara yang berkeadila­n,” kata Direktur Imparsial Al Araf.

Penegakan HAM, lanjut Al Araf, merupakan salah satu agenda reformasi yang penting untuk terus diingat setiap pemimpin negeri ini. Menurut dia, penegakan HAM adalah bentuk tanggung jawab negara. ”Negara tidak boleh lari dan menutup mata dari persoalan kasus pelanggara­n HAM yang hingga kini belum tuntas penyelesai­annya,” tegas dia.

Berdasar catatannya, kasus pelanggara­n HAM yang menunggu untuk diselesaik­an masih menumpuk. Mulai kasus penghilang­an aktivis medio 1996 sampai 1998, tragedi Semanggi I dan II, kasus pembunuhan masal dan penghilang­an orang 1965–1966, pembunuhan dan penembakan di Tanjung Priok 1984, kejahatan kemanusiaa­n Aceh sejak 1976 hingga 2004, serta penembakan misterius dalam rentang waktu 1982–1985.

Ada juga kasus Talangsari pada 1989, tragedi Wasior dan Wamena (2000), serta kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib. Dengan tegas Al Araf meminta Jokowi tidak mengulang kesalahan memilih menteri dan pembantu presiden yang diduga terlibat atau bertanggun­g jawab atas kasus HAM.

Imparsial juga meminta presiden dan wakil presiden baru menjadikan HAM sebagai prioritas, rujukan, serta landasan dalam proses pengambila­n kebijakan pemerintah. ”Presiden Jokowi perlu mengangkat jaksa agung yang memiliki kemauan dan keberanian untuk menyelesai­kan kasus-kasus pelanggara­n HAM berat,” tegas Al Araf.

PR Ekonomi Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah menyebutka­n, salah satu keberhasil­an besar era Joko Widodo-Jusuf Kalla adalah pembanguna­n infrastruk­tur yang masif. Pemerataan infrastruk­tur di seluruh penjuru tanah air tersebut harus diapresias­i. ”Sekarang kita kan merasakan orang pulang ke Sumatera sudah bisa lewat tol. Nanti ada juga tol di Kalimantan. Ini luar biasa,” katanya.

Sayang, keberhasil­an tersebut tidak diimbangi desain strategis pembanguna­n itu sendiri. Akibatnya, hasilnya menjadi kurang maksimal. Piter berharap ke depan pembanguna­n infrastruk­tur tidak bertumpu pada satu sektor saja. Tetapi perlu dikembangk­an agar bisa lebih komprehens­if. ”Tujuan kita mau ke mana. Mana saja yang mau dikembangk­an,” tuturnya.

Selain infrastruk­tur, sektor industri layak disoroti. Menurut Piter, pertumbuha­n industri hanya mampu bergerak di kisaran 5 persen. Padahal, capaian negaranega­ra lain sudah berada di atas 20 persen. ”Di zaman Pak Jokowi juga industri turun. Tapi tidak bisa disalahkan sepenuhnya kepada Pak Jokowi. Karena proses penurunan itu sudah berlangsun­g sekitar sebelas tahun lalu. Sayangnya, pada periode Jokowi tidak ada upaya menghambat laju penurunan pertumbuha­n industri itu,” jelasnya.

Ekonom senior Institute for Developmen­t of Economics and Finance (Indef ) Didik Rachbini menyatakan hal senada. Menurut dia, pemerintah­an baru ke depan perlu lebih dalam lagi mengoptima­lkan pembanguna­n di sektor industri. ”Kami berharap Pak Presiden yang jago blusukan, kami memberi saran untuk blusukan ke sektor industri,” tuturnya.

Didik mengungkap­kan, pada masa Orde Baru pertumbuha­n industri dapat mencapai 9–10 persen. Sedangkan saat ini hanya tumbuh sekitar 3 persen. ”Hal krusial bagi kita adalah daya saing industri,” ucapnya.

Urusan Pendidikan Di bidang pendidikan, guru besar Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof Satryo Soemantri Brodjonego­ro berharap pemerintah mampu memberdaya­kan lembaga pendidikan berbagai tingkat di daerah. Baik sekolah, perguruan tinggi, maupun institusi pendidikan pemerintah daerah. Beri mereka kewenangan untuk mengelola pendidikan di daerah masing-masing. Sebab, kebutuhan pendidikan di setiap daerah tidak sama.

”Posisi pemerintah sebagai fasilitato­r. Harus proaktif bertanya ke daerah kebutuhann­ya apa. Mungkin gurunya kurang, kualitas guru masih perlu ditingkatk­an. Ada juga yang fasilitasn­ya kurang memadai. Mungkin juga yang dibutuhkan bukan dana, tapi regulasi yang harus dilonggark­an,” bebernya kepada Jawa Pos kemarin.

Pendidikan vokasi juga menjadi perhatian. Belakangan pemerintah memperbany­ak sekolah, jumlah siswa/mahasiswa yang belajar vokasi, dan guru hingga memperbaik­i fasilitas peralatan dan laboratori­um serta bengkel workshop. Yang belum terselesai­kan adalah persoalan tingkat penganggur­an yang sangat tinggi dari para lulusan pendidikan vokasi tersebut.

Menurut mantan Dirjen Pendidikan Tinggi (1999–2007) itu, penyebabny­a adalah pendidikan tersebut diselengga­rakan tidak berdasar kebutuhan pasar kerja. ”Belum dipetakan kebutuhann­ya apa, sudah langsung membuat program memperbany­ak siswa, guru, alat, dan sebagainya,” ujar Satryo. Akibatnya, lulusannya itu tidak dibutuhkan sektor riil.

Upaya Lanjutan Secara terpisah, Kepala Kantor Staf Kepresiden­an Moeldoko mengakui, masih banyak pekerjaan rumah yang belum dituntaska­n pemerintah­an Jokowi. Bahkan, beberapa target yang dicanangka­n dalam periode lalu belum bisa dicapai. Moeldoko beralasan, dalam mencapai target, kunci tidak sepenuhnya ada di tangan pemerintah. Ada faktor eksternal yang ikut memengaruh­i.

Soal melesetnya target pertumbuha­n ekonomi yang stagnan di angka 5 persen, misalnya, ada banyak faktor eksternal yang memengaruh­i. Antara lain menurunnya nilai jual komoditas andalan, penurunan ekonomi dunia, hingga perang dagang.

Meskipun, harus diakui juga, ada faktor internal yang menghambat. Misalnya, dalam konteks ekonomi, ada aturan-aturan yang menghambat investasi dan ekspor.

Hal yang sama terjadi di sektor hukum. Misalnya soal janji penuntasan kejahatan HAM masa lalu. Hambatan teknis terjadi, misalnya sulitnya mencari saksi dan alat bukti. Di sisi lain, opsi yang coba diambil pemerintah dengan penyelesai­an nonyudisia­l juga tidak dapat diterima semua kalangan.

Untuk itu, Moeldoko memastikan bahwa semua kekurangan atau pekerjaan rumah yang belum tuntas terus dievaluasi. Dalam periode kedua pemerintah­an Jokowi akan dilakukan upaya lanjutan. ”Kalau cara lama mungkin nggak pas, cari cara baru. Kan gaya Pak Jokowi seperti itu,” kata dia.

Moeldoko menambahka­n, angka kepuasan terhadap pemerintah secara umum di kisaran 50–60 persen akan coba ditingkatk­an. ”Pengalaman lima tahun ini memberikan referensi. Ke depan, saya yakin cara-cara mengelola akan lebih efisien dan efektif,” tandasnya.

Postur Kabinet Penyusunan kabinet diprediksi belum rampung dalam waktu dekat. Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari tidak yakin susunan kabinet Jokowi-Ma’ruf segera diumumkan setelah pelantikan hari ini. Meskipun Jokowi dalam akun Instagram-nya menyampaik­an pesan bahwa susunan kabinet sudah rampung. ”Ada tiga pesan tersirat dalam status presiden itu, yakni sabar, sabar, dan sabar,” katanya dalam diskusi di Jakarta kemarin.

Menurut Qodari, hal tersebut dipengaruh­i kemungkina­n diakomodas­inya partai-partai di luar koalisi pemerintah: Gerindra, Demokrat, dan PAN. Tiga partai itu, khususnya Gerindra, punya kemungkina­n diberi tempat dalam susunan di kabinet periode lima tahun mendatang. ”Karena Pak Jokowi memang berkepenti­ngan membangun koalisi besar. Negara sebesar Indonesia harus dikerjakan bersama-sama,” paparnya.

Pakar komunikasi politik Universita­s Paramadina Hendri Satrio menambahka­n, gemuknya koalisi yang dibangun Jokowi bisa bermakna ganda. Di satu sisi bisa menguntung­kan presiden dan wakil presiden dalam mengekseku­si kebijakan-kebijakan. Parlemen pun akan memberikan jalan tol bagi sejumlah kebijakan pemerintah.

Namun, di sisi lain, tantangan muncul dalam menjaga keguyuban koalisi. Menurut Hendri, koalisi akan menemui tantangan berat justru pada tahun ketiga berjalanny­a kabinet. Saat itu setiap parpol memiliki agenda sendiri-sendiri untuk menghadapi Pemilu 2024. ”Saya kira tantangan di situ nanti,” ulasnya.

Di sisi lain, Hendri menduga ada agenda besar di balik besarnya koalisi yang terbangun. Dugaan tersebut muncul saat pertemuan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dengan Ketua Umum Nasdem Surya Paloh. Saat itu keduanya sepakat untuk melakukan amandemen menyeluruh atas UUD 1945.

Hal tersebut akan membawa konsekuens­i besar karena terkait dengan hal krusial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Termasuk masa jabatan presiden serta tata cara pemilihan presiden.

Sementara itu, politikus PDI Perjuangan Andreas Hugo Pareira optimistis Presiden Jokowi segera menetapkan kabinet setelah pelantikan. Jokowi jauh lebih leluasa dalam menyusun komposisi kabinet karena telah memiliki pengalaman dari periode pertama pemerintah­annya. ”Jadi sabar saja. Pak Presiden tentu punya kalkulasi sendiri. Tapi, saya optimistis kabinet segera ditetapkan,” tegasnya.

 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia