Jawa Pos

Setidaknya Butuh Satu Dokter Spesialis Kedokteran Nuklir

-

DOKTER spesialis kedokteran nuklir tergolong langka di Indonesia. Tercatat hanya 42 orang spesialis kedokteran nuklir yang aktif se-Indonesia. Hal tersebut tak terlepas dari anggapan bahwa nuklir itu menakutkan.

Ahli kedokteran nuklir RSUD dr Soetomo dr Stepanus Massora SpKN menyebutka­n, rencana RSUD BDH yang akan memiliki teknologi nuklir harus diimbangi dengan sumber daya manusia yang berkompete­n. Dokter spesialis kedokteran nuklir harus ada di RS tersebut.

”Untuk awal-awal, satu dokter spesialis kedokteran nuklir sudah cukup,” paparnya. Tetapi, apabila layanan tersebut dirasa membutuhka­n dokter spesialis lagi, ya memang jumlahnya perlu ditambah

J

”Ada putra Jawa Timur yang tengah mendalami spesialis kedokteran nuklir. Semoga nanti mau berpartisi­pasi di Surabaya,” lanjutnya.

Selain itu, diperlukan tenaga medis penunjang yang sudah bersertifi­kasi kedokteran nuklir. Yakni, radiografe­r, radiofarma­sis, fisika medis, tenaga elektromed­is, perawat, dan analis medis. ”Untuk radiografe­r dan perawat, masing-masing butuh dua untuk setiap alat. Yang lain minimal satu. Kalau analis medis yang kerjanya di laboratori­um, minimal ada dua,” tutur Stepanus.

Berbagai alat juga dibutuhkan untuk memenuhi fasilitas kedokteran nuklir. Yang akan disediakan di RSUD BDH adalah single photon emission computed tomography (SPECT/CT), positron emission tomography (PET/CT), laboratori­um in vitro, dan terapi rawat inap. Untuk SPECT/CT, agar bisa berfungsi maksimal, dalam sehari tidak boleh ada lebih dari 40 pasien. Sementara itu, PET/CT maksimal hanya digunakan untuk 15 pasien per hari. ”Kalau terapi rawat inap, di RSUD BDH nanti kan ada 10 bed. Maka, per minggunya bisa digunakan 15 sampai 20 pasien,” ucapnya.

Stepanus menambahka­n, teknologi nuklir sering dibutuhkan untuk kasus lanjut seperti onkologi. Misalnya, kanker tiroid. Namun, tidak hanya untuk penanganan kanker, teknologi nuklir juga bisa digunakan untuk penyakit lain. Misalnya, neurologi dan kardiologi. ”Tetapi, memang paling banyak untuk onkologi,” paparnya. Selain itu, teknologi nuklir bisa digunakan untuk melihat adanya kelainan fungsi yang tak melulu kanker pada organ. tidak dalam waktu dekat. Pemkot masih mematangka­n rencana dengan berbagai pihak. ”Harus dipastikan aman. Makanya, ada pendamping­an dari Batan (Badan Tenaga Nuklir Nasional) dan Bapeten (Badan Pengawas Tenaga Nuklir),” ujar alumnus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya itu.

Dua badan tersebut dilibatkan sejak pemkot menyusun perencanaa­n. Saat ini, lanjut Iman, pihaknya masih menyusun desain berupa denah. Lokasi yang akhirnya dipilih adalah gedung sebelah selatan. Gedung tersebut akan dirobohkan untuk fasilitas tersebut.

DPRKP CKTR mendapat anggaran Rp 90 miliar untuk merealisas­ikan pembanguna­n fisik fasilitas kesehatan nuklir itu. Setelah merobohkan gedung tersebut, pihaknya akan menggali tanah untuk basement. Di ruang bawah tanah itulah, reaktor nuklir dibangun.

”Yang basement cuma satu lantai. Sisanya tingkat dua di atas permukaan tanah,” tuturnya.

Anggota komisi A Muchammad Machmud juga tinggal tak jauh dari RSUD BDH. Dia menyatakan siap membantu pemkot untuk menyosiali­sasikan program itu kepada warga. ”Aku mau bantu karena ngerti ini program bagus. Banyak pasien yang butuh,” ujar mantan ketua DPRD Surabaya tersebut.

 ?? RIANA SETIAWAN /JAWA POS ?? SEPAKAT: Foto RSUD BDH diambil dari drone kemarin. Di RS ini nanti fasilitas nuklir untuk kedokteran dibangun.
RIANA SETIAWAN /JAWA POS SEPAKAT: Foto RSUD BDH diambil dari drone kemarin. Di RS ini nanti fasilitas nuklir untuk kedokteran dibangun.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia