Empat Petugas Tagih Tiap Kelurahan
Buru Penunggak PBB
SURABAYA, Jawa Pos – Target pajak bumi dan bangunan (PBB) secara keseluruhan di Kota Surabaya sudah terlampaui. Namun, petugas Badan Pengelolaan Keuangan dan Pajak Daerah (BPKPD) masih terus memburu wajib pajak yang belum memenuhi kewajiban tersebut. Terutama di kelurahan yang capaian PBB-nya masih jauh dari target.
Target PBB 5 di antara 154 kelurahan di Surabaya masih jauh dari target yang harus dicapai. Yakni, Kelurahan Sumber Rejo, Pakal; Bulak Banteng, Kenjeran; Jajar Tunggal, Wiyung; Kapasmadya Baru, Tambaksari; dan Gunung Anyar Tambak, Gununganyar. Capaian PBB di setiap kelurahan itu kurang dari 60 persen. Bahkan, di Kelurahan Sumberejo masih tercapai 41 persen dari total target Rp 7,4 miliar telah tercapai Rp 3 miliar.
Kepala Bidang Penagihan dan Pengurangan Pajak Daerah BPKPD Agung Supriyo Wibowo mengungkapkan, secara keseluruhan, target PBB telah mencapai target. Yakni, sudah mencapai 106 persen dari target sekitar Rp 1 triliun. Meski begitu, masih ada tim yang diturunkan untuk terus menagih PBB bagi WP yang belum membayar. ’’Rutin penagihan untuk menutup BPHTB (bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, Red) yang susah diprediksi,’’ jelas Agung kemarin (21/10).
Hingga kemarin, BPHTB tercatat baru mencapai 60 persen dari target. Masih ada waktu hingga akhir tahun untuk menggenjot perolehan dari sektor BPHTB. Biasanya, capaian itu akan langsung naik drastis pada pengujung tahun. Sebab, di tahun berikutnya, penghitungan BPHTB bisa saja naik. ’’Tapi, kami sudah berupaya menagih BPHTB itu. Misalnya, memberikan imbauan ke notaris PPAT,’’ ungkapnya.
Sementara itu, untuk menarik PBB tersebut, ada tim khusus yang ditugaskan untuk mendatangi wajib pajak yang tercatat belum membayar. Satu tim terdiri atas empat orang dari BPKPD. ”Satu tim diberi jatah satu kelurahan. Kurang lebih ada 100 WP (wajib pajak, Red),” ujarnya.
Wakil Ketua DPRD Surabaya A.H. Thony mengungkapkan, warga sebenarnya cukup responsif untuk membayar PBB tersebut. Sebab, warga mengetahui arti penting PBB untuk pembangunan kota. Namun, pemkot juga harus mempertimbangkan suatu kawasan itu statis atau dinamis. ’’Di Sidosermo misalnya. Perumahan itu sudah tidak banyak berkembang. Yang tinggal juga para pensiunan. Mereka hanya mengandalkan gaji pensiun,” ujarnya.
Selain itu, kenaikan PBB perlu mendapatkan perhatian serius. Sebab, bila tidak tepat, bisa merugikan masyarakat. Dia lebih mendukung agar pemkot bisa mencari pendapatan dari sektor lain. Misalnya, dari reklame dan bagi hasil pajak bermotor dengan pemerintah provinsi. Sebab, pembagian tersebut dinilai masih kurang adil bagi pemkot.