Jawa Pos

Tugas Saya Adalah Berbagi

-

Mulai jatuh hati dengan batik karena koleksi ibu dan eyangnya. Membiasaka­n anak cinta batik dengan mengajak anak ke pameran atau pembatik dan melibatkan anak saat mencuci.

Sempat diprotes karena mengikuti workshop eco-printing di luar negeri yang berbiaya selangit. Mengajak shiborian bimbingann­ya ketika mengadakan pameran.

Penting buat Dayu mencari tahu hingga akarnya. Jika sedang ada rezeki, Dayu menyisihka­n uang agar bisa belajar langsung dengan ahlinya.

Saya mengutip pernyataan teman. Memulai sesuatu itu bak masuk ruangan yang gelap. Tidak ada cahaya. Tugas kita adalah mencari sakelar lampu. Setelah terang, kita akan melihat makin banyak hal yang sebelumnya tidak kita ketahui.

Dalam artikel

Health edisi Selasa (22/10):

Penanganan Rhinosinus­itis, Radang Sinus yang Mirip Pilek,

Pinterest shibori.

Berkat

YouTube,

dan Dayujiwa mengenal Kecintaan pada teknik merintang warna khas Jepang itu pun dia dalami, lalu dibaginya kepada mereka yang kurang beruntung.

(resistdyei­ng)

DAYUJIWA ingat, lima tahun lalu, dirinya nekat berangkat –untuk kali pertama– ke Jepang. Sendirian. Berbekal pengetahua­n yang didapat dari internet. Dayu ketika itu menuju desa awal kelahiran shibori di Aichi, Nagoya, Jepang. Lokasinya cukup jauh. Perempuan kelahiran Denpasar, Bali, itu juga terkendala bahasa.

’’Saya yakin saja. Kalau niat baik, tersesat seperti apa pun, saya pasti akan bertemu dengan orang baik,’’ ucap Dayu. Di sana dia belajar langsung dari para shiborian yang kebanyakan sudah sepuh. Penyuka seni tersebut melihat langsung tahapan panjang dalam pengerjaan shibori. Buat dia, langkah-langkah pembuatan shibori tidak berbeda jauh dengan batik.

Salah satu tahap yang menarik adalah pembuatan pola. Dalam membatik, langkah itu langsung dilakukan di kain. ’’Di shibori, pola harus dibuat dulu di kulit yang mirip bahan wayang. Setelah kulit tadi bertotol-totol (dengan pola), baru dijiplak di kain,’’ cerita Dayu. Pola tersebut lantas dijalin dengan benang, diikat, ditisik, dan lainlain sebelum dicelup warna.

Ibu dua anak itu mengungkap­kan, ada beberapa langkah yang tidak mungkin ditirunya. Belum lagi, ada alat yang cukup sulit didapatkan. Namun, semua itu tidak cukup buat menghalang­i niat Dayu belajar. ’’Di Instagram saya, ada tulisan Shibori Street. Shibori saya buat ala street style, disesuaika­n dengan alat yang saya punya,’’ jelasnya.

Kata street itu juga merujuk pada pengerjaan shibori yang dia lakukan di mana-mana, sepanjang jalan. Dayu sering mengerjaka­n pola ketika menunggu anaknya. ’’Kebetulan, anak saya ABG sering japok (kerja kelompok) di luar. Anaknya japok, saya ke kafe bikin shibori,’’ ungkapnya.

Formula shibori ala jalanan tersebut kemudian ditularkan Dayu kepada ibu-ibu di beberapa desa di Jawa Tengah (Jateng). Menurut dia, itulah bentuk rasa syukurnya. ’’Saya termasuk perempuan Indonesia yang beruntung, didukung suami dan anak, serta hidup cukup. Mengajarka­n shibori atau batik dengan cuma-cuma adalah bentuk zakat saya. Meski, di agama saya, nggak ada konsep (zakat) itu,’’ tuturnya.

Buat Dayu, bekerja dan berkarya adalah hidup. Dia berharap, dari keterampil­an yang dibaginya, bisa terbuka lapangan pekerjaan buat para perempuan yang tinggal di desa. ’’Kenapa di desa? Karena penduduk di sana rajin dan mau bekerja keras, tapi tidak punya banyak kesempatan,’’ tegasnya.

Dayu mengakui, berjalan sendiri mengajarka­n shibori memang tidak mudah. Ada yang lebih dulu minder, lalu mundur. Ada pula yang tidak mau karena merasa tidak mendapat keuntungan materi. ’’Seiring jalan, semesta akan mempertemu­kan saya dengan orangorang yang satu energi dengan saya,’’ paparnya.

Mereka yang bertahan dan mau belajar akhirnya tertular menjadi shiborian. Dayu menjelaska­n bahwa ada shiborian bimbingann­ya yang berlatar belakang arsitek, ahli teknologi informasi, hingga buruh cuci keliling. Ada juga kelompok shiborian yang akhirnya melepaskan diri, lantas memasarkan sendiri shibori karya mereka.

’’Apa saya rugi? Enggak. Buat saya, tugas saya adalah berbagi. Beban saya berkurang ketika mereka senang dan ilmu yang saya bagi bermanfaat,’’ tandasnya. tertulis nama dr Budi Laksono SpTHT-KL(K). Yang benar adalah dr Budi Sutikno SpTHT-KL(K) FICS.

 ?? DAYUJIWA FOR JAWA POS ?? BUKAN KOSTUM: Dayu menggunaka­n kain yang sudah diikat dengan teknik kumo di kepalanya. Bentuk tersebut masih berada pada tahap awal pengerjaan shibori.
DAYUJIWA FOR JAWA POS BUKAN KOSTUM: Dayu menggunaka­n kain yang sudah diikat dengan teknik kumo di kepalanya. Bentuk tersebut masih berada pada tahap awal pengerjaan shibori.
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia