Pilah Sampah sejak di Ruang Fraksi
SURABAYA, Jawa Pos – Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DPRD Surabaya memiliki tiga tempat sampah di ruang kerja mereka. Yaitu, plastik, kertas, dan organik. Namun, niat baik itu masih perlu dukungan dari petugas kebersihan. Sebab, sampah-sampah yang sudah dipilah tersebut masuk ke truk sampah yang sama.
Ketua Fraksi PSI Surabaya William Wirakusuma menerangkan, pemilahan sampah belum efektif. Hal itu disebabkan pengangkutan sampah yang tetap saja dicampur aduk. Dia menilai seharusnya pemerintah kota membuat jadwal pengangkutan sampah. Dengan begitu, masyarakat tidak kecewa karena telah memilah sampah. ’’Percuma dipilah kalau ujung-ujungnya dicampur jadi satu di truk sampah. Seharusnya dibuat jadwal, hari ini angkut kertas, besok plastik, dan seterusnya,’’ terangnya.
Kendati begitu, fraksinya tetap membiasakan pemilahan sampah itu. Sebenarnya Fraksi PSI Surabaya ingin memilah lebih banyak sampah. Tidak hanya tiga. Kaca, plastik sekali pakai, plastik daur ulang, kertas, kaleng, medis, hingga organik harus dipisahkan. Namun, hal itu masih sulit dilakukan. ’’Sementara dibagi tiga dulu, inginnya sih delapan, tapi nanti dulu, biar masyarakat terbiasa,’’ ujarnya.
Upaya memilah sampah harus dicontohkan di lingkungan pemkot dan dewan. Setelah itu, baru disosialisasikan kepada masyarakat Surabaya.
SURABAYA, Jawa Pos – Tiga tahun lalu pemkot mengadakan operasi yustisi besar-besaran di Pasar Keputran. Sebab, stanstan di lantai 2 pasar itu disulap jadi hunian. Perubahan fungsi pasar tersebut ternyatajugaterjadi di Pasar Tidar.
Fakta tersebut terungkap saat Kumpulan Pedagang Pasar Seluruh Surabaya (KPPSS) Hakim Muslim menyampaikan keluhankeluhan pedagang di Komisi B DPRD Surabaya Senin lalu (21/10). Saat itu, seisi komisi B kaget. Mereka heran mengapa perubahan fungsi tersebut masih dibiarkan hingga sekarang.
Jawa Pos mengecek informasi itu kemarin. Saat datang ke Jalan Tidar, pasar tersebut agak sulit ditemukan. Kebanyakan di sepanjang jalan itu adalah ruko. Bukan seperti pasar-pasar pada umumnya yang terdiri atas stan-stan.
Dari 81 pasar milik PD Pasar Surya, hanya 67 yang aktif.
Peralihan fungsi stan pasar ke tempat hunian bisa terjadi saat pasar mati suri.
Pemilik stan mengubah lapaknya jadi rumah dengan membayar iuran layanan pasar (ILP).
Baru setelah melihat lebih teliti, ada plang bertulisan PD Pasar Surya Pasar Tidar di depan rukoruko itu. Lima meter dari plang tersebut terdapat gang sempit selebar 1 meter. Di situlah lorong menuju kantor Pasar Tidar.
Kami menemui Kepala Pasar Asemrowo Paryono di dalam ruangan itu. Pasar Tidar ternyata adalah anak Pasar Asemrowo.
Persoalan peralihan fungsi di Pasar Tidar jadi rumit karena stan yang berubah jadi rumah resmi tercatat di RT setempat.
Praktik itu tidak dibenarkan dalam Perda 6/2008 tentang PDPS.
Paryono baru tiga tahun di sana. Katanya, tempat tinggal tersebut ada jauh sebelum dia menjabat kepala pasar di sana. ”Mereka di sini sejak 1970-an. Mungkin sampean belum lahir,” katanya.
Ada 56 stan pasar di sana. Yang difungsikan sebagai tempat jual beli hanya stan terluar yang berbatasan dengan jalan raya. Ketika masuk ke gang-gang kecil, stanstan yang dulu pasar sudah berubah jadi rumah.
Mereka bahkan sudah tercatat dalam penduduk RT setempat. Saat camat melakukan pendataan dua tahun lalu, persoalan tersebut mulai mencuat. PDPS diminta menegakkan aturan untuk mengembalikan fungsi stan pasar itu.
Paryono berhadapan dengan pilihan sulit. Di satu sisi, dia paham bahwa fungsi stan pasar tidak boleh untuk hunian. Apalagi saat itu pemkot baru saja mengadakan operasi besar-besaran untuk membongkar bangunan rumah di Pasar Keputran. Di sisi lain, warga sudah bertahun-tahun tinggal di sana.
Karena itu, dia memilih jalan tengah. Sembilan KK tetap bisa menempati stan miliknya dengan catatan mereka harus berdagang. Suparno menyurati mereka. Para penghuni pun harus membuat surat pernyataan mau berdagang. ”Akhirnya, mereka berdagang apa saja,” kata dia.
PDPS diatur dalam Perda Nomor 6 Tahun 2008. Yang dimaksud pasar dalam perda itu adalah suatu tempat transaksi barang dan jasa yang dikelola PDPS. Bukan tempat tinggal. Yang bisa menyediakan hunian bukan PDPS, melainkan PT Surya Karsa Utama (KSU) yang juga milik pemkot.
Ketua Komisi B DPRD Surabaya Luthfiyah kaget begitu tahu adanya pasar yang jadi tempat tinggal tersebut. Rencananya, komisi B segera mendatangi tempat itu untuk mencarikan solusi. ”Ya, enggak boleh. Bagaimanapun, itu pasar. Bukan permukiman,” jelasnya.
Saat ini direksi KBS diisi orangorang baru. Mereka diberi tugas untuk menyelesaikan satu per satu masalah pasar. Wakil Ketua Kumpulan Pedagang Pasar Seluruh Surabaya (KPPSS) Mas’ud menaruh harapan kepada para pejabat yang baru dilantik Februari lalu itu. ”Yang sekarang lebih mending dari pejabat sebelumnya. Pedagang masih diajak bicara,” ujarnya.