Menjadi Simbol Kebanggaan Berbahasa di Masyarakat
Perpres 63/2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia mendapat respons positif dari budayawan Ngatawi AlZastrow. Masyarakat memiliki dasar hukum untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sekaligus menjadi kebanggaan bangsa sebagaimana lagu kebangsaan dan lambang negara. Berikut wawancara wartawan Jawa Pos M. Hilmi Setiawan dengan ketua Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) NU periode 2004–2009 tersebut kemarin (24/10). Bagaimana Anda melihat penggunaan bahasa Indonesia di masyarakat saat ini?
Selama ini bahasa Indonesia sudah menjadi bahasa nasional dan mainstream. Bahkan, orang kampung banyak yang berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia. Mereka lebih bangga b erkomunikasi dengan bahasa Indonesia. Anak-anak yang ngomong dengan bahasa daerah merasa pride-nya kurang tinggi. Itulah kenyataannya yang terjadi di masyarakat.
Contohnya seperti apa?
Di antaranya, orang Ngapak mulai tidak mau ngomong Ngapak. Orang Sunda sedikit demi sedikit mulai tidak mau ngomong bahasa Sunda. Akhirnya, semua menggunakan bahasa Indonesia. Dulunya memanggil emak, sekarang jadi ibu. Dulunya mbok, sekarang jadi mama. Kita tidak bisa membendung perubahan perilaku berbahasa tersebut.
Namun, di ruang publik, masih sering ditemukan penggunaan bahasa asing. Pendapat Anda?
Kalau fenomena itu, saya melihat hal yang sama. Kecenderungan orang, terus meningkatkan pride. Dari yang semula menggunakan bahasa Indonesia ingin terus naik kelas. Kemudian menjadi keinternasionalan-keinternasionalan. Itu memprihatinkan. Menggerus identitas lokal dan nasional.
Terkait dengan iklan serta penamaan tempat dan sejenisnya yang menggunakan bahasa asing, menurut Anda bagaimana?
Itu strategi marketing. Untuk menjawab kebutuhan orang yang sok internasional. Yang ingin dipandang sebagai kelas elite. Sehingga pasar menyediakan bentuk-bentuk iklan serta produk berbahasa asing. Meninggal, dikubur di Sandiego Hills. Rumahnya di Green Garden, ternyata tanamannya sedikit dan cenderung gersang. Coba membuat perumahan dengan nama Ayem Tentrem. Mengembalikan pride bahasa kita.
Jadi, menurut Anda, semangat presiden menerbitkan regulasi itu untuk apa?
Semangatnya melawan hegemoni bahasa-bahasa yang ada di masyarakat. Supaya bangsa kita memiliki pride atau kebanggaan terhadap bahasanya sendiri. Seperti di Jepang. Mereka ke mana saja pakai bahasa Jepang. Jepang itu saking tidak bisanya bahasa asing.