Yang Kurdi Hilang Rumah, Yang Syria Dipaksa Pulang
GELISAH. Perasaan itulah yang menyelimuti Anwar sejak meninggalkan kampung halamannya di dekat Tel Abyad 9 Oktober lalu. Saat itu operasi Turki di perbatasan Syria dimulai. Permukiman penduduk Kurdi jadi sasaran. Kini Anwar dan keluarganya tinggal di Hasakeh. Mereka tidur di sekolah-sekolah yang dijadikan shelter.
Pria 35 tahun yang dulu berprofesi perawat itu merasa tak nyaman, tapi tak punya pilihan. Satu ruang kelas diisi sekitar 24 orang. Mereka tidur berimpitimpitan. Anwar ingin pulang, tapi tak bisa. Setelah ditinggal, rumah mereka dijarah. ”Tidak ada yang tersisa, para penjarah itu bahkan mengambil kabel listrik di atap,” ujar dia seperti dikutip Agence France-Presse.
Dia mendapat informasi itu dari warga Arab yang tidak ikut melarikan diri. Pasukan Turki dan Free Syrian Army (FSA) memang hanya mengusir warga dan tentara Kurdi yang tergabung dalam Syrian Democratic Force (SDF). Namun, beberapa warga Arab yang ketakutan juga melarikan diri. Bom yang dijatuhkan dari udara tak bisa memilih bakal mengenai warga Arab atau Kurdi.
”Kami ingin ke Iraq, tidak ada solusi lain bagi kami,” ujar bapak enam anak itu pasrah. Sejak Turki menyerbu, sekitar 300 ribu penduduk Kurdi kehilangan tempat tinggal. Sekitar 9 ribu orang memilih menyeberang ke wilayah Kurdi di Iraq. Para penyelundup menarik bayaran USD 250 (Rp 3,5 juta) per orang. Padahal, sebagian besar pengungsi tak memiliki apa pun.
Jumat dini hari (25/10) konvoi ratusan pasukan pemerintah Syria tiba di Kobane. SOHR mengungkapkan, setidaknya ada 180 kendaraan militer di Kobane.
Di pihak lain, Rusia mengirimkan 300 polisi militer ke Syria. Mereka ingin membantu memastikan pasukan Kurdi mundur hingga 30 kilometer dari perbatasan.
Belum diketahui kapan negara yang dipimpin Presiden Recep Tayyip Erdogan itu akan mengirim para pengungsi Syria pulang.
Perbatasan Turki-Syria membentang 440 kilometer. Sepanjang area itulah yang ingin dijadikan Turki sebagai zona aman untuk memulangkan para pengungsi. Sejak perang Syria meletus hingga sekarang, Turki sudah menampung 3,6 juta pengungsi. Sekitar 500 ribu di antaranya ada di Istanbul dan lebih dari 25 ribu tinggal secara ilegal di kota tersebut.
Amnesty International menuduh Turki memaksa pengungsi untuk pulang ke Syria. Polisi memukul dan mengancam para pengungsi untuk menandatangani dokumen kepulangan. Tudingan serupa dilayangkan Human Rights Watch (HRW). Mereka menyatakan bahwa ada puluhan, bahkan mungkin ratusan, pengungsi yang ditahan dan dideportasi ke wilayah utara Syria antara Januari– September tahun ini. Padahal, kala itu pertempuran masih terjadi di wilayah tersebut. Turki langsung membantah tudingan-tudingan itu.