Butuh Dua Tahap Operasi Mikrotia
SURABAYA, Jawa Pos – Kasus kelainan bawaan sejak lahir semakin banyak ditemukan. Salah satunya terjadi pada telinga. Yang paling banyak adalah bentuk telinga luar yang kecil atau abnormal. Biasa disebut mikrotia.
Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA) hampir setiap pekan melaksanakan operasi untuk merekonstruksi telinga. Biasanya ada 3–4 pasien dalam sebulan. Mereka berasal dari berbagai daerah. Namun, yang paling banyak tetap dari Jawa. Usia pasien rata-rata 11–20 tahun.
Aldiansyah merupakan salah satu penderita mikrotia. Laki-laki asal Pangandaran, Jawa Barat, itu mengalami kelainan pada telinga kanannya sejak lahir. Ketidaknormalan itu berupa lubang telinga luar yang tidak ada. Dia menjalani tiga kali operasi sejak September. Kemarin (26/10) merupakan operasi ketiga.
Begitu pun dengan Syaiful Rohman, 23, dari Madura. Dia juga menderita mikrotia dengan jenis tidak ada lubang telinga. Menurut dia, ketidaknormalan tersebut sedikit mengganggu pendengarannya.
Dokter spesialis bedah plastik dr Indri Lakshmi Putri SpBP-RE (KKF) menjelaskan, rekonstruksi mikrotia merupakan salah satu prosedur yang sulit pengerjaannya di bidang plastik rekonstruksi. Sebab, dibutuhkan keahlian khusus agar daun telinga bisa berbentuk normal.
Rekonstruksi mikrotia biasanya menggunakan penambahan tulang rawan iga. Ada syarat khusus agar operasi tersebut bisa berjalan lancar. Yakni, operasi dilaksanakan saat usia 9–10 tahun. Pada saat itu ukuran lingkar dada pasien mencapai 60 sentimeter. Kartilago tulang iga cukup memadai untuk dibentuk sebagai rangka telinga. ’’Namun, jika usianya lebih dari 15 tahun, tulang rawan iganya akan mengeras sehingga sulit dibengkokkan,’’ kata Putri.
Ada dua tahap operasi mikrotia yang biasa dilakukan Putri. Tahap pertama adalah penanaman tulang rawan iga yang sudah dibentuk menyerupai telinga. Umumnya hanya dilakukan sekali operasi. Namun, jika terdapat penyulit, beberapa kali operasi.
Enam bulan setelah tahap pertama, dilakukan operasi tahap kedua yang berupa pengangkatan tulang rawan yang sudah ditanam di telinga. Pada tahap tersebut, lanjut Putri, pasien juga bisa menjalani lebih dari sekali operasi.
Putri menjelaskan, sebelum melaksanakan operasi mikrotia, pasien akan menjalani serangkaian pemeriksaan. Salah satunya menjalani pemeriksaan fungsi pendengaran dan CT scan. Bukan hanya itu. Penanganan mikrotia juga membutuhkan ahli bidang lain.
SURABAYA, Jawa Pos – Persiapan tertib administrasi bagi warga luar Surabaya terus dilakukan. Kini perangkat warga sudah dibekali aplikasi Himpunan Data Demografi Kawasan (Puntadewa). Fungsinya, mendata penduduk nonpermanen yang bermukim di kota.
Aplikasi tersebut mulai diterapkan. Meski begitu, sosialisasi terus dilakukan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Surabaya. ’’Kami sudah sosialisasikan penggunaan aplikasi tersebut ke 31 kecamatan dan 154 kecamatan. Mulai RT, RW, karang taruna, hingga kelompok informasi masyarakat (KIM) masing-masing wilayah,’’ ujar Kabid Pendataan Penduduk Dispendukcapil Surabaya Mariya Agustin.
Salah satu wilayah yang sudah menjalankan aplikasi tersebut adalah Kecamatan Mulyorejo. Kasi pemerintahan masing-masing kelurahan dan perangkat warga sudah mendapat pelatihan. Baikyangdiadakandispendukcapil maupun kecamatan.
Camat Mulyorejo Sair mengatakan, aplikasi tersebut memudahkan pendataan penduduk. Sebab, data dihimpun dalam satu database. Di sisi lain, warga yang didata mendapat bukti pendataan yang lebih simpel.
’’Nanti warga yang terdata mendapat kartu kecil dan ada barcodenya di sana,’’ jelas Sair. Pendataan di wilayahnya tidak berfokus pada warga yang bekerja saja. Namun juga mahasiswa. Sebab, di wilayah itu banyak berdiri rumah kos atau asrama.
Beberapa kelurahan seperti Mulyorejo, Dukuh Sutorejo, dan Manyar Sabrangan menjadi beberapa titik yang paling sering dipilih mahasiswa. Banyak kos-kosan yang berdiri di sana. ’’Semua warga non-Surabaya wajib terdata di situ,’’ tegasnya.
Dengan pendataan itu, Sair berharap data riil ketahuan. Berapa warga pendatang di Surabaya. Selain itu, mereka dibekali kartu bukti pendataan penduduk nonpermanen.
Kasi Pemerintahan Kecamatan Mulyorejo M. Maki menyatakan, saat pendataan, warga cukup menunjukkan e-KTP. Lantas, mereka mengisi formulir yang disediakan. ’’Di situ dia menuliskan maksud kedatangan di Surabaya apa. Apakah sekolah, bekerja, atau yang lain,’’ ujarnya.
Lantas, data tersebut dientri ke aplikasi. Yang memasukkan tidak terbatas RT atau RW. Bisa juga karang taruna atau KIM. ’’Yang penting mereka sudah memiliki user untuk mengentri,’’ paparnya.
Setelah itu, kelurahan melakukan verifikasi dan approval. Jika disetujui data dan persyaratannya, warga mendapat kartu bukti pendataan. Maki mengatakan, jika ingin cepat, warga bisa langsung ke kelurahan untuk verifikasi dan pencetakan.
Kartu yang diterima warga mirip seperti surat keterangan (suket) kecil, seukuran KTP. Isinya memuat nomor induk kependudukan (NIK), alamat domisili, dan barcode.
Bagaimana dengan warga yang hendak pindah lokasi domisili ke kecamatan lain? Maki mengatakan, mereka hanya perlu melapor ke pemangku wilayah sekaligus update data. ’’Nah, kartu ini sebagai bukti bahwa mereka pernah didata sebelumnya,’’ katanya.
Saat ini Pemkot Surbaya memang memperketat peraturan soal pendatang. Dalam Perda 6/2019 tentang Administrasi Kependudukan disebutkan, ada sanksi khusus bagi pendatang yang tidak melapor. Yakni, denda Rp 500 ribu.