Peran Sentral Figur Ayah di Era Milenial
FILOSOFI cermin sangat penting di era milenial. Bagaimana anak bisa mengikuti kita sebagai teladan bagi mereka. Begitupun sebaliknya. Kita harus sedikit banyak mengikuti apa yang mereka inginkan.
Anak tidak boleh dibiarkan menjadi generasi penerus yang tidak punya panutan.
Berbagai masalah muncul di era milenial ini. Salah satunya akibat orang tua memberi anak
handphone pada usia yang belum pantas. Bagaimana, misalnya, anak menggenggam ponsel sejak usia 2–4 tahun. Yakinkah anak-anak akan baik-baik saja 10–20 tahun kemudian? Siapa yang salah? Anak atau orang tua?
Pada era milenial ini, tugas orang tua memang tidak mudah. Lebih-lebih bagi orang tua yang tidak punya bekal cukup buat mendidik. Gawai (gadget) bisa menjadi pintu sarana bagi anakanak untuk terjun ke dalam berbagai hal negatif. Misalnya, pornografi dan radikalisme. Orang tua harus bijak dan mengawasi penggunaan teknologi tersebut. Psikolog Bunda Elly Risman berbagi tip bagi orang tua dalam berteknologi. Jangan latah, harus punya prinsip. Buatlah aturan kesepakatan. Jadilah teladan. Lakukan dialog dengan anak secara berkala. Buat list mengenai masalah anak. Yang tidak kalah penting ialah perbaiki komunikasi. Peran orang tua sangat penting dalam mendidik anak-anak sesuai tatanan agama dan tuntunan Rasulullah. Anak hebat bergantung pada bagaimana orang tuanya mendidik.
Sering tidak disadari bahwa bencana besar yang menimpa anak sebenarnya lahir dari orang tua.
Seorang ayah dan seorang ibu adalah lelaki dan perempuan pilihan
Allah. Mereka dipercaya dengan anugerah sekaligus titipan-Nya, yaitu anak. Orang tua harus saling menyadari. Bertanggung jawab dan komitmen dalam penggunaan perangkat teknologi.
Misalnya, memberikan batasan waktu kepada anak untuk bermain ponsel sekaligus mendampinginya. Khususnya sosok ayah. Ketiadaan sosok ayah akan memunculkan berbagai akibat. Istilahnya ber-ayah ber-ayah tiada.
Apa saja akibat itu? Pertama, fatherless syndrome. Yakni, sindrom tidak adanya peran ayah yang begitu sentral bagi anak. Anak akan mengalami gangguan emosional. Misalnya, kurang percaya diri dan kurang menghargai diri.
Kedua, temper tantrum. Yakni, emosi yang meledak-ledak. Biasanya ditandai dengan sikap keras kepala, menangis, berteriak, menjerit-jerit, membangkang, mengomel marah, dan dalam beberapa kasus melakukan kekerasan.
Ketiga, kehilangan rasa nyaman. Keempat, psikologis memburuk. Jiwa merasa terganggu atau tidak tenang. Kelima, anak menjadi agresif. Cenderung
(ingin) menyerang sesuatu yang dipandang sebagai hal atau situasi yang mengecewakan, menghalangi, atau menghambat.
Kurangnya peran ayah kepada anak laki-laki akan berdampak pada anak menjadi nakal, agresif, serta terjerumus narkoba dan seks bebas. Kurangnya peran ayah kepada anak perempuan akan berdampak depresi dan ancaman seks bebas.
Seorang ayah adalah model yang mempunyai pengaruh besar kepada anaknya. Seorang ayah harus membiasakan diri berkomunikasi dengan anak setiap hari. Terbiasa berbicara kepada anak.
Seorang anak ingin didengar perasaannya. Jangan dibalas dengan kalimat berfrekuensi tinggi. Anak akan terus mengingat jika perasaannya dipedulikan dan diperhatikan. Mereka tidak akan merasa down. Mental anak menjadi tetap terjaga.
Bagaimana menjadi ayah? Figur seorang ayah yang baik bisa dilihat dari bagaimana hubungannya dengan Allah SWT. Bagaimana salatnya. Dekat dengan Alquran atau tidak. Dalam Alquran ditegaskan bahwa seorang laki-laki (ayah) adalah pemimpin bagi kaum wanita. Begitu sentral dan pentingnya peran seorang ayah bagi keluarga.