PA Prediksi Permohonan Dispensasi Melonjak
Setelah Batas Minimal Usia Nikah Menjadi 19 Tahun
SURABAYA, Jawa Pos – Pengadilan Agama (PA) Surabaya menerima 20 permohonan dispensasi nikah selama Oktober ini sampai kemarin (26/10). Jumlah itu meningkat jika dibandingkan dengan bulan lalu yang hanya 12 permohonan dan Agustus 8 permohonan. Peningkatan tersebut terjadi setelah ada revisi Undang-Undang (UU) Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Usia minimal calon perempuan pasangan kawin direvisi dari sebelumnya 16 tahun menjadi 19 tahun.
’’Bisa jadi melonjak. Dulu KUA (kantor urusan agama) langsung menerima perkawinan usia 16 tahun, tapi sekarang menolak. Jadi bertambah permohonan dispensasi nikah,’’ ujar Humas PA Surabaya Agus Suntono.
Menurut dia, UU Perkawinan itu langsung berlaku setelah ditetapkan awal bulan ini. Dengan begitu, saat ini pasangan yang berusia di bawah 19 tahun dilarang menikah oleh KUA. Mereka tetap bisa menikah, asal KUA mengeluarkan rekomendasi kepada PA untuk memberikan dispensasi nikah bagi pasangan di bawah umur. ’’Sekarang sebelum 19 tahun sudah harus dispensasi nikah kalau mau kawin. Kalau dulu 16 tahun tanpa dispensasi sudah bisa nikah,’’ katanya.
Namun, tidak sembarang pasangan belum cukup umur bisa mengajukan dispensasi nikah. Salah satu syarat pengajuannya harus dalam keadaan tertentu. Itu pun harus disertai rekomendasi dari KUA. Pemohon tidak bisa mengajukan permohonan sendiri ke PA. Menurut Agus, keadaan tertentu yang paling banyak menjadi alasan mengajukan dispensasi nikah adalah hamil duluan.
’’Pengadilan agama diperintah memeriksa kelayakan hukum. Demi kemaslahatan, akan diberi dispensasi. Sebenarnya dispensasi menyimpang dari UU. Tapi, bisa diperbolehkan karena
AGUS SUNTONO Humas Pengadilan Agama Surabaya
keadaan tertentu. Seperti hamil duluan,’’ tuturnya.
Alasan lain yang dapat diterima PA adalah pasangan itu sudah berhubungan intim. Orang tua pasangan menuntut pertanggungjawaban anaknya dinikahi. PA bisa mengabulkan dengan syarat. Misalnya, orang tua bersedia membantu pasangan tersebut. Salah satunya dalam hal pemenuhan kebutuhan ekonomi. Sebab, pasangan itu kerap labil dan belum mapan. ’’Pengadilan akan memanggil keluarga besar kedua pihak untuk membuat pernyataan bertanggung jawab secara ekonomi dan lainnya,’’ ungkapnya.
Kendati demikian, ada juga sejumlah permintaan dispensasi yang bersifat kultural. Misalnya, di sejumlah kawasan dengan kultur nikah dini seperti wilayah Madura. Itu bisa dilihat di kawasan yang mayoritas penghuninya orang Madura seperti Surabaya Utara. ’’Ada banyak permintaan menikah usia dini di kawasan tersebut. Tapi, alasan kultural tetap kami tolak. ,’’ terang Agus.
Menurut dia, peningkatan usia minimal menikah menjadi 19 tahun itu cukup penting. Sebab, menikah di usia yang terlalu dini justru akan membawa lebih banyak ekses negatifnya. Kematangan bersikap, hilangnya masa kanakkanak, dan tingkat kedewasaan yang belum cukup untuk mengasuh anak bisa berakibat buruk terhadap kehidupan pasangan itu sendiri.
Dulu KUA langsung menerima perkawinan usia 16 tahun, tapi sekarang menolak. Jadi bertambah permohonan dispensasi nikah.’’