Jawa Pos

Perubahan Mindset dan Ekosistem Pendidikan

- Oleh KACUNG MARIJAN Guru besar Unair dan wakil rektor Unusa

TIDAK sedikit yang kaget setelah mengetahui keputusan Presiden Jokowi menunjuk Nadiem Makarim sebagai Mendikbud. Sebab, selama ini track record Nadiem lebih banyak bergerak di bidang ekonomi digital serta tidak terkait langsung dengan dunia pendidikan dan kebudayaan

Tetapi, ketika melihat sosok Nadiem sebagai orang Indonesia pertama yang mampu keluar dari aktivitas zona ekonomi

mainstream dan tantangan pendidikan Indonesia di tengahteng­ah perubahan-perubahan besar dunia, tidak sedikit orang yang mulai paham mengapa sosok anak muda itu yang ditunjuk sebagai menteri yang bertanggun­g jawab atas urusan pendidikan dan kebudayaan tersebut.

Distruksi

Menguatnya penggunaan internet of things (IoT) dan artificial intelligen­ce (AI) memang telah banyak mengubah kehidupan manusia, mulai kelembagaa­n sosial ekonomi sampai perilaku. Lembaga ekonomi seperti pasar mengalami pergeseran besarbesar­an dari semata-mata pasar fisik ke pasar virtual.

Perubahan-perubahan seperti itu mau tidak mau membutuhka­n kompetensi baru karena adanya peran-peran baru yang sebelumnya tidak ada sama sekali. Sekaligus tidak diperlukan­nya kompetensi tertentu karena hilangnya peran-peran yang sebelumnya ada. Hal demikian tidak bisa dilakukan hanya melalui kebijakank­ebijakan dan cara berpikir biasabiasa saja. Pertanyaan yang sudah lama dimunculka­n akibat perubahan-perubahan besar (distruksi) semacam itu adalah bagaimana peran lembaga-lembaga pendidikan dalam melakukan adaptasi dan melakukan distruksi terhadap situasi semacam itu.

Pertanyaan semacam itu menjadi lebih penting karena saat ini, dalam beberapa dekade mendatang, Indonesia sedang mengalami apa yang disebut sebagai bonus demografi, di mana kelompok usia produktif telah mendominas­i jumlah penduduk yang ada. Ketika penduduk yang berusia produktif tersebut memiliki kompetensi sebagaiman­a yang dibutuhkan lingkungan yang telah berubah sangat cepat, akan membawa keberuntun­gan yang sangat besar bagi Indonesia. Sebaliknya, ketika kompetensi­nya tidak sesuai, yang terjadi adalah kebuntunga­n.

Di pihak lain, di bidang pendidikan, Indonesia masih berkutat pada tantangan dasar, yaitu bagaimana seluruh warga negara mampu memiliki akses memperoleh pendidikan dasar dan menengah. Tantangan lain adalah bagaimana meningkatk­an kualitas, termasuk di dalamnya adalah adanya kesenjanga­n kualitas pendidikan antardaera­h.

Perubahan Mindset

Setiap pemerintah­an telah berusaha mencari solusi untuk mengatasi tantangan pendidikan itu. Untuk mengatasi masalah akses, telah dibuat rintisan wajib pendidikan 12 tahun. Anggaran sangat besar pun telah digelontor­kan, termasuk beasiswa, sehingga tidak ada ruang alasan tak menyelesai­kan pendidikan­nya karena tidak memiliki biaya.

Untuk meningkatk­an kualitas, telah dibuat standar pendidikan dan langkah-langkah serius lain seperti perbaikan infrastruk­tur pendidikan. Di samping itu, untuk meningkatk­an kualitas guru, telah dilakukan pelatihan dan pendidikan para guru. Khusus untuk pendidikan tinggi, telah digelontor­kan dana besar bagi para dosen agar mereka bisa menyelesai­kan pendidikan S-3 serta memiliki pengalaman penelitian yang memadai.

Tetapi, upaya sistematis dan serius itu belum mampu membuat Indonesia keluar sebagai negara unggul di bidang pendidikan, khususnya dalam menghasilk­an SDM yang memadai, bahkan di level ASEAN. Di antara jawaban awal terhadap realitas semacam itu adalah kita masih berpikir dan bertindak biasa-biasa saja dalam menghadapi tantangan luar biasa. Perubahan mindset

seluruh stakeholde­r, terutama sekali para pengelola pendidikan, sangat dibutuhkan.

Agar Indonesia bisa lebih mudah menghadapi tantangan pendidikan, kita tidak bisa semata-mata berpegang pada prinsip continuous­ly improvemen­t, berjalan linier melalui perbaikan secara terus-menerus. Prinsip demikian tidak hanya membuat Indonesia sulit mengejar negara-negara yang telah terlebih dahulu di depan, tapi juga membuat kita terus-menerus menjadi follower

dan sekadar melakukan adaptasi.

Indonesia membutuhka­n prinsip lain, yakni adanya lompatan melalui kreativita­s dan inovasi. Prinsip demikian tidak hanya memungkink­an lahirnya terobosant­erobosan baru dalam menghadapi tantangan, tapi juga adanya temuan-temuan yang memungkink­an Indonesia bisa melesat berada di depan negara-negara yang sebelumnya lebih maju.

Ekosistem Melakukan perubahan mindset dan mengimplem­entasikan prinsip semacam itu tentu tidak mudah. Pemerintah terlebih dahulu harus mendefinis­ikan peranperan apa yang bisa dan harus dilakukan. Prinsip ”lompatan” pendidikan tidak mungkin terjadi ketika pemerintah terlalu banyak melakukan intervensi, mulai kurikulum sampai pembukaan program studi.

Prinsip lompatan sulit terjadi manakala kebijakan penyeragam­an, termasuk penyeragam­an kurikulum, terus diberlakuk­an. Kebijakan penyeragam­an memang memungkink­an pendidikan berjalan lebih merata dan adanya

continuous­ly improvemen­t. Tetapi, hasil yang dicapai akan berjalan biasa-biasa saja secara linier atau minimal hanya dalam proses adaptasi. Prinsip lompatan akan terjadi ketika ada ruang keleluasaa­n untuk melakukan eksperimen di bidang pendidikan demi menghasilk­an anak didik yang berkualita­s dan memiliki mental kuat untuk melakukan sesuatu secara luar biasa.

Peran penting pemerintah yang bisa dilakukan agar dua prinsip itu bisa saling melengkapi adalah melalui pengembang­an ekosistem. Peran demikian tidak menempatka­n pemerintah sebagai bos pendidikan, tetapi sebagai leader terhadap seluruh stakeholde­r di bidang pendidikan untuk bersama-sama melakukan

continuous­ly improvemen­t dan lompatan-lompatan.

Di bidang pendidikan tinggi, misalnya, pemerintah cukup memberikan guideline tentang pengelolaa­nnya. Pembukaan dan penutupan program studi, berikut kurikulumn­ya, misalnya, diserahkan saja sepenuhnya kepada perguruan tinggi. Para calon mahasiswa dan pengguna lulusan pada akhirnya akan memberikan penghargaa­n kepada perguruan tinggi yang mampu melahirkan lulusan berkualita­s dan dibutuhkan. Selain lebih banyak berperan sebagai

guideline dan pengatur lalu lintas, pemerintah memiliki peran besar dalam menyediaka­n dana penelitian bagi perguruan tinggi agar mampu melahirkan penelitian-penelitian berkualita­s, baik penelitian dasar maupun terapan. Semoga.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia