Penting untuk Ubah Orientasi Kerja Birokrat
Perampingan birokrasi melalui penghapusan jabatan eselon III dan IV mendapat banyak dukungan. Di antaranya dari mantan Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Eko Prasojo. Namun, penghapusan harus dilakukan secara bertahap dan
M. Hilmi Setiawan
Jawa Pos struktural yang selama ini kita anut membuat proses birokrasi sangat lambat.
Anda pernah masuk ke birokrasi sebagai wakil menteri. Bagaimana pengalaman Anda melihat birokrasi yang berjalan?
Secara hierarki, birokrasi dari menteri sampai para eselon itu panjang. Bahkan, ada yang sampai eselon V. Dari menteri disposisi ke direktur jenderal, kemudian ke eselon II dan seterusnya sampai eselon terendah. Tapi, ujungnya dikerjakan pegawai fungsional. Seperti para analis kebijakan.
Jika penyederhanaan eselon berjalan baik, apa dampaknya?
Secara bertahap bisa menimbulkan pemahaman baru soal profesionalisme birokrasi. Dari yang selama ini berorientasi jabatan atau struktural menjadi jabatan fungsional. Para pejabat fungsional itu orientasi bekerjanya adalah inovasi atau benar-benar sesuai fungsinya. Jadi, memang perlu diperbanyak jabatan fungsional.
Jabatan fungsional kurang mentereng ketimbang jabatan struktural atau eselon. Benarkah?
Memang benar. Pejabat eselon III saja, misalnya, sudah mendapatkan kendaraan operasional. Ke depan memang perlu ada perhatian lebih besar kepada para pejabat fungsional. Mereka seharusnya juga bisa ikut seleksi untuk menjadi pejabat eselon II atau bahkan I. Sehingga menjadi pejabat fungsional kesannya tidak seperti masuk kotak.
Mungkin ada saran bagaimana rencana tersebut bisa berjalan mulus jika memang bakal diterapkan?
Penghapusan itu harus ada tahapannya. Tidak bisa sekaligus. Ada jabatan eselon III yang tidak bisa dihapus. Contohnya camat atau kepala kantor. Tugas mereka benar-benar sebagai pemimpin layanan secara langsung. Penerapan kebijakan ini harus pelan-pelan. Jabatan eselon III dan IV tidak seluruhnya dihapus. Tetapi diseleksi mana saja yang bisa dihapus.