Tujuh Utang Legislasi Masuk Prioritas Baleg
Peninggalan DPR Lama, Sisakan Pasal Berpolemik
JAKARTA, Jawa Pos – Badan Legislasi (Baleg) DPR berjanji segera menggelar rapat kerja untuk menyusun program legislasi nasional (prolegnas). Ketua Baleg Supratman Andi Agtas memastikan bahwa sejumlah rancangan undang-undang (RUU) yang pernah dibahas DPR periode sebelumnya akan masuk prolegnas prioritas.
Setidaknya ada tujuh RUU yang masuk daftar carry over dan akan menjadi prolegnas prioritas. Yakni RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan (Pas), RUU Perkoperasian, RUU Mineral dan Batu Bara (Minerba), RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS), serta RUU Pengawasan Obat dan Makanan (POM).
”Kira-kira itu (tujuh RUU, Red) yang segera dibahas,” kata Supratman di kompleks DPR, Senayan, Jakarta, kemarin (30/10). Tujuh RUU tersebut mendesak untuk dituntaskan karena sudah melalui pembahasan selama periode 2014–2019. ”Baik dalam jangka pendek maupun sifatnya jangka menengah,” ujarnya.
Sementara itu, Komisi III DPR juga siap membahas RUU KUHP. Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil menyampaikan, pembahasan RUU KUHP akan dilanjutkan pada poin-poin yang belum selesai. Terutama sejumlah pasal krusial yang menimbulkan polemik di tengah publik. ”Hal-hal kontroversial itu mari kita bicarakan kembali,” tuturnya.
Komisi III juga siap melakukan pembahasan secara terbuka. Partisipasi aktif publik dan sejumlah pakar diharapkan. Dengan demikian, tidak ada lagi pasalpasal yang dinilai menimbulkan kontroversi selama ini. ”Sudahilah kegaduhan selama ini. Masukan positif selalu kami dengar untuk ditampung,” tuturnya.
Dalam pembahasan DPR periode sebelumnya, RUU KUHP dan RUU
Pas sama-sama menuai kontroversi. Itulah sebabnya, publik meminta pengesahan dua RUU tersebut ditunda. Selain menebar ancaman ke kelompok rentan, di sisi lain menguntungkan
napi koruptor.
RUU Pas contohnya. Ketentuan dalam pasal 7 memberikan kelonggaran bagi narapidana (napi) untuk berhak mendapatkan pendidikan, pengajaran, kegiatan rekreasional, serta kesempatan mengembangkan potensi. Tidak dijelaskan secara spesifik kegiatan rekreasional seperti apa yang dapat dilakukan napi.
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani menjelaskan, kata ”rekreasional” di pasal tersebut tidak bertujuan mengizinkan napi pelesir ke luar penjara. Itu adalah izin bagi napi untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang bersifat rekreasi di dalam penjara atau lapas. ”Tidak ada napi yang boleh jalan-jalan ke luar lapas. Nggak ada begitu. Jangan salah tafsir,” terangnya.
Kegiatan tersebut, ujar Arsul, lebih bersifat di dalam lapas. Misalnya dengan menggelar kompetisi olahraga antarnapi atau kegiatan yang bersifat hiburan lainnya. Hak napi lainnya ialah menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Kemudian mendapatkan perawatan, baik jasmani maupun rohani.
Selain itu, tahanan dan napi berhak mendapatkan pelayanan kesehatan serta makanan sesuai dengan kebutuhan gizi. ”Masih dalam batasan wajar. Tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan HAM,” tutur wakil ketua MPR asal PPP tersebut.