RI Ekspor Pesawat ke Nepal
JAKARTA, Jawa Pos – Di tengah situasi global yang tak menentu, PT Dirgantara Indonesia (PT DI) berhasil mengekspor pesawat terbang CN235-220 ke Nepal. Satu unit CN235-220 Military Transport pesanan Nepalese Army (AD Nepal) itu merupakan realisasi kontrak yang telah ditandatangani pada 16 Juni 2017.
Direktur Utama PT DI Elfien Goentoro mengatakan, kontrak pembelian pesawat CN235-200 tersebut mencapai USD 30 juta, bergantung material, spare part, dan lain-lain. Dia mengatakan, Nepalese Army memesan CN235-200 dengan spesifikasi khusus mengusung 6 misi.
”Sesuai pesanan, ada 6 fungsi yang diminta Nepalese Army. Baik untuk VIP, paratroops, troops, medical evacuation, transport, maupun satu lagi untuk kargo,’’ kata dia kemarin. Hingga akhir tahun ini, nilai ekspor PT DI untuk sejumlah negara hampir USD 60 juta.
Produksi CN235-220 Military Transport untuk Nepalese Army sepenuhnya dibiayai Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank dengan menggunakan skema National Interest Account (NIA) atau Penugasan Khusus Ekspor (PKE). ”Dukungan LPEI kepada PT DI merupakan salah satu bentuk strategi untuk menunjukkan bahwa produk pesawat buatan Indonesia mampu bersaing di pasar internasional,’’ ujar Senior Executive Vice President LPEI
Yadi J. Ruchandi.
Direktur Eksekutif LPEI Sinthya Roesly menjelaskan, kinerja ekspor industri nasional sangat penting bagi peningkatan nilai neraca perdagangan. Untuk itu, diperlukan upaya dalam meningkatkan nilai ekspor, baik dari sisi volume ekspor maupun pasar tujuan ekspor.
Proyek produksi satu unit pesawat terbang CN235-220 mampu menyerap lebih dari 4.000 tenaga kerja dan melibatkan berbagai industri penunjang, terutama usaha kecil dan menengah. ”Ke depan, pesawat jenis itu diharapkan dapat menjadi salah satu flag carrier Indonesia dalam penetrasi ekspor ke pasar-pasar di kawasan Asia Selatan,” tuturnya.
JAKARTA, Jawa Pos – Proyek kilang minyak dan petrokimia di Tuban, Jawa Timur, kini memasuki babak baru. Proyek yang sempat terganjal masalah lahan tersebut dipastikan dapat beroperasi pada 2025. PT Pertamina telah menandatangani perjanjian dengan Spanish Tecnicas Reunidas SA untuk melaksanakan basic engineering design (BED) dan front-end engineering design (FEED). Proyek tersebut diperkirakan menelan intvestasi USD 16 miliar atau sekitar Rp 225 triliun.
’’Rencananya, Kilang Tuban mulai berjalan pada 2025. Dari titik inilah, klaster industri kimia baru akan tercipta di Tuban. Bagi Pertamina, penandatanganan kali ini merupakan tonggak penting atas kemajuan proyek Kilang Tuban,’’ urai VP Corporate Communication PT Pertamina Fajriyah Usman kemarin (30/10). Pengembangan kilang memang dilakukan dengan melihat kondisi pasar dan prospek pertumbuhan industri petrokimia di Indonesia yang menjanjikan.
Pertamina dan Rosneft pun bersepakat untuk mengembangkan konsep kompleks kilang dan petrokimia yang memiliki daya saing tinggi. Kilang Tuban sebenarnya digarap PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia yang merupakan usaha patungan antara Pertamina dan Rosneft PJSC. PT Pertamina
Rosneft Pengolahan dan Petrokimia merupakan joint venture yang dibentuk sejak Oktober 2016 dengan kepemilikan saham Pertamina sebanyak 55 persen dan Rosneft 45 persen.
Pabrik tersebut akan menjadi salah satu kilang dengan teknologi tercanggih di dunia. Kilang Tuban didesain berkapasitas pengolahan utama hingga 15 mmta (juta ton per tahun). Sebagian di antaranya akan mengolah petrokimia seperti produk etilen 1 mmta dan hidrokarbon aromatik 1,3 mmta. Menurut dia, proyek tersebut akan mendapat dukungan penuh pemerintah Indonesia untuk penyediaan infrastruktur maupun kebutuhan lain.
Kilang yang memproduksi minyak 300 ribu barel per hari ini juga akan menjadi peno
INFO PERBANKAN pang bisnis Pertamina ke depan. Sebab, karena tambahan Kilang Tuban dan beberapa kilang lain, Indonesia diprediksi tidak perlu mengimpor BBM setelah semua proyek kilang selesai. ’’Lebih dari itu, Pertamina juga bisa memasok produk hasil olahannya yang berlebih ke pasar komersial,’’ ungkapnya.
Saat ini kapasitas pengolahan petrokimia Pertamina hanya 700 kiloton per annum (ktpa). Namun, kapasitasnya akan bertambah secara bertahap seiring hadirnya dua kilang baru. Yakni, Tuban dan Bontang. Juga empat kilang existing hasil revitalisasi yalmo kilang Balikpapan, Cilacap, Balongan, dan Dumai. Jika sudah rampung 2026, produksi petrokimia Pertamina ditargetkan bisa mencapai 6.600 ktpa.