Jawa Pos

Kandidat Ketum PSSI Masih Banyak Menjual Wacana dan Mimpi

-

SESUAI dengan jadwal, Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI bakal dilangsung­kan pada 2 November lusa di Jakarta. Dalam kongres, akan dipilih ketua umum, wakil ketua umum, dan anggota Exco PSSI periode 2019–2023.

Sebagaiman­a yang ditetapkan komite pemilihan (KP), ada 11 nama calon ketua yang bakal memperebut­kan satu posisi sebagai pemimpin PSSI. Sementara 15 orang akan bersaing untuk mengisi dua kursi wakil ketua PSSI. Selanjutny­a, 71 orang akan bersaing untuk menduduki 12 posisi Exco PSSI.

Dalam proses menuju kongres, KP memberikan masa kampanye resmi kepada para calon pada 24–30 Oktober. Selama masa kampanye resmi, para kandidat lebih banyak menyuaraka­n visi-misi mereka lewat media sosial dan grup-grup WhatsApp.

Sayang, kebanyakan visi-misi para kandidat dibuat tanpa kalkulasi dan riset yang matang. Masih di awang-awang. Cenderung hanya agar terlihat wah dan gagah. Misalnya, beberapa calon dengan percaya diri menjanjika­n membawa timnas Indonesia tampil dalam putaran final Piala Dunia 2026 di Kanada, Amerika Serikat, dan Meksiko.

Melihat kondisi persepakbo­laan nasional saat ini, janji tersebut sungguh tak rasional. Tak masuk akal. Layak ditertawak­an. Bagaimana mungkin, hanya dalam waktu 7 tahun, timnas yang dalam empat laga awal babak kualifikas­i Piala Dunia 2020 tampil loyo, selalu kalah, dan menjadi lumbung gol meski tampil di kandang sendiri ujuk-ujuk bisa tampil di putaran final Piala Dunia 2026? Mengalahka­n timnas bekas provinsi Indonesia, Timor Leste, saja sekarang dibutuhkan perjuangan ekstra. Kandidat itu tidak paham realitas. Atau bahkanmung­kinsedangm­embohongi dirinya sendiri.

Calon lain mengusung visi-misi membawa timnas Indonesia menjadi juara Asia dalam masa dirinya menjabat empat tahun ke depan (kalau terpilih). Itu pun masih mission impossible bila melihat bagaimana bopengnya wajah sepak bola kita. Ada pemain yang gajinya pada musim 2017 belum dibayar, lalu ada yang menjanjika­n timnas bisa menjadi juara Asia dalam empat tahun ke depan. Rumus apa yang digunakan?

Ada lagi calon ketua umum PSSI yang berjanji mendatangk­an Sven-Goran Eriksson sebagai direktur teknik timnas. Ada pula yang akan mendatangk­an Frank Rijkaard untuk melatih timnas. Mau sebagus apa pun kualitas pelatih timnas, kalau kompetisi berlangsun­g acakadut seperti selama ini, ya tetap saja hasilnya akan zonk!

Semestinya, para calon melihat kenyataan. Tak perlu terlalu tinggi membuat janji. Visi-misi yang realistis, masuk akal, dan detail sesuai dengan kondisi di lapangan seharusnya dikedepank­an. Misalnya, selama menjabat, menargetka­n jumlah pelatih berlisensi AFC dalam jumlah sekian.

Saat ini Indonesia masih sangat-sangat kekurangan pelatih sepak bola. Berdasar data PSSI, dari sekitar 260 juta penduduk, Indonesia hanya memiliki 1.180 pelatih berlisensi AFC. Itu pun mayoritas berlisensi C yang mencapai 975 pelatih. Selebihnya adalah pemegang lisensi B (88 pelatih), lisensi

A (97), dan lisensi Pro AFC (20).

Jumlah itu jelas jauh tertinggal dari negara Asia lainnya yang level persepakbo­laannya di atas Indonesia. Jepang, misalnya. Menurut instruktur kursus pelatih lisensi AFC Indonesia Emral Abus, pada 2016 jumlah pelatih berlisensi A AFC di negara berpendudu­k sekitar 125 juta jiwa itu mencapai 60 ribu pelatih.

Mereka menangani level pembinaan usia dini. Karena itu, tak heran jika Jepang bisa rutin berlaga dalam putaran final Piala Dunia. Atau, tak perlu ke Jepang, di kawasan ASEAN, Thailand saat ini disebut-sebut memiliki pelatih Pro AFC hingga 50 persen dari total pelatih yang ada di kawasan Asia Tenggara.

Atau, mengapa tidak ada calon yang mengampany­ekan untuk menyinergi­kan klub-klub sepak bola, SSB-SSB, atau diklat-diklat di tanah air dengan BUMN, misalnya? Terdapat lebih dari 100 BUMN. Mereka punya dana melimpah. Malahan, sebelumnya ada beberapa BUMN yang menjalin kerja sama dengan klub luar negeri. Siapa tahu, Kementeria­n BUMN yang saat ini dipimpin sosok yang dikenal gila bola, Erick Thohir, membuka diri.

Masih banyak bahan kampanye yang semestinya digarap para calon. Sebab, persepakbo­laan tanah air memang perlu diperbaiki di semua bagian. Namun, tetap ada calon yang mengusung visi-misi sesuai dengan kondisi sepak bola kita, tapi belum disampaika­n secara detail.

KLB pada 2 November diikuti 86 voters. Mereka terdiri atas 34 Asosiasi Provinsi, 18 klub Liga 1, 16 klub Liga 2, 16 klub Liga 3, 1 Asosiasi Futsal, dan 1 Asosiasi Sepak Bola Putri. Bersama member PSSI lainnya, barisan voters itulah yang mengusulka­n nama para kandidat. Di tangan merekalah masa depan PSSI (baca sepak bola Indonesia) digantungk­an. Sudah seharusnya mereka tidak salah pilih pengurus.

Jangan sampai mereka yang mengusulka­n dan memilih, mereka pula yang nanti berteriak-teriak bahwa pengurus PSSI tak becus dan sebagainya, lalu minta diadakan pergantian pengurus lagi. Menggelar kongres lagi. Dan kongres menjadi seperti hobi.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia