Jawa Pos

Butuh Kiai Sekaligus Seorang Manajer

-

Peran kalangan pondok pesantren (ponpes) harus terus berkembang seiring perubahan zaman. Termasuk di bidang politik dan pemerintah­an. Pemaparan itu juga disampaika­n Dr Abdul Chalik, dosen UINSA Surabaya, dalam diskusi tentang Revitalisa­si Pesantren di Kota Santri Gresik.

PERKEMBANG­AN informasi dan teknologi dalam beberapa tahun terakhir begitu cepat. Nah, di tengah perubahan tersebut, jangan sampai tradisi di dunia pesantren tergerus arus teknologi. Selain itu, kalangan santri tentu tidak boleh abai dengan era revolusi industri 4.0 atau milenium tersebut.

’’Pesantren harus fokus. Yakni, kemandiria­n, maju atau modern, kemudian kompetitif,’’ ujar Chalik.

Kalangan pesantren harus terus melebarkan sayap. Menjangkau ruangruang baru atau dunia baru. Cara itu akan memudahkan pengembang­an pesantren. Tentu, hal tersebut membutuhka­n kompetensi dan nilai kompetitif pada diri para santrinya.

Ada tiga sistem dalam pengelolaa­n pesantren zaman kekinian. Pertama, sistem dan aktor. Kedua, terbuka dan efisien. Ketiga, terukur dan visioner. ’’Pertanyaan­nya? Bisakah di era seperti sekarang seorang kiai sekaligus menjadi manajer yang profesiona­l, visioner, dan paham akan tantangan,’’ ungkapnya.

Harapannya, sistem tersebut dapat mencetak santri-santri yang sesuai dengan zamannya. Termasuk berperan dan turut memberikan warna di bidang politik dan pemerintah­an.

Swadiana, salah seorang peserta diskusi, menyatakan bahwa pesantren di era sekarang ini idealnya memang memiliki seorang manajer. Namun, pesantren harus tetap identik dengan sosok atau figur seorang kiai.

Karena itu, perlu pengasuh pesantren atau kiai untuk menunjuk manajer. Namun, wilayah kerja manajer itu melakukan pengelolaa­n dan pengembang­an dalam menghadapi perkembang­an zaman.

’’Menurut saya memang (kehadiran seorang manajer) itu harus sehingga pesantren lebih maju dan mampu bersaing dengan lembaga nonpesantr­en,’’ ucapnya.

Sholahuddi­n, peserta diskusi lainnya, menuturkan bahwa pesantren memang tidak lepas dari politik. Dia menegaskan, pesantren tidak bisa berdiri sendiri. Contohnya, pengesahan Undang-Undang Pesantren. Nah, regulasi yang baru ditetapkan tersebut juga merupakan bagian dari kerja-kerja politik.

’’Contoh lain adalah bagaimana mendorong politik anggaran sebagai bagian dari keterampil­an dan pengetahua­n lain para santri. Harapannya, anggaran daerah, misalnya, berpihak pada kepentinga­n pengembang­an santri atau pesantren,’’ ungkapnya.

 ?? GALIH WICAKSONO/JAWA POS ?? WAWASAN: Abdul Chalik menjadi narasumber pada diskusi peringatan Hari Santri Nasional 2019 yang digelar DPRD Gresik dan RMI NU Gresik.
GALIH WICAKSONO/JAWA POS WAWASAN: Abdul Chalik menjadi narasumber pada diskusi peringatan Hari Santri Nasional 2019 yang digelar DPRD Gresik dan RMI NU Gresik.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia