Kurang Pengetahuan Jadi Faktor Utama Stunting
SURABAYA, Jawa Pos – Kasus stunting di Jawa Timur (Jatim) masih terbilang tinggi. Berdasar riset kesehatan dasar (riskesdas) 2018, jumlah kasus stunting mencapai 31,2 persen atau 1,2 juta di antara total 3,8 juta balita di Jatim. Penyebabnya adalah pengetahuan masyarakat terhadap kebutuhan gizi masih minim.
Karena itulah, Ikatan Istri Dokter Indonesia (IIDI) Surabaya mengadakan talk show bertema Cegah Stunting untuk Melahirkan Generasi Penerus Bangsa yang Sehat, Cerdas, dan Berkualitas Melalui Germas di Gedung Sasana Krida Budaya SMAN 16 kemarin (30/10).
Acara yang diikuti ratusan siswa tersebut dihadiri Andriyanto, ketua umum Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) Jatim.
Andriyanto mengakui, kejadian atau prevalensi stunting di Jatim memang masih berada di atas nasional. Berdasar riskesdas 2018, prevalensi kasus stunting mencapai 30,8 persen dari total balita di Indonesia. Jatim berada di atasnya dengan persentase 31,2 persen.
Direktur Akademi Gizi Surabaya itu menyatakan, kasus stunting di Jatim bukan karena faktor kemiskinan. Namun, stunting disebabkan rendahnya pola asuh dan pengetahuan ibu dalam memberikan makanan yang baik untuk bisa mencegah stunting.
Stunting adalah kondisi seseorang kurang gizi. Terutama pada seribu hari pertama kehidupan. Mulai saat kehamilan hingga anak berusia 2 tahun. Saat itulah otak terbentuk maksimal. ’’Jadi, ketika gizi itu kurang diberikan pada saat kehamilan hingga anak usia 2 tahun, yang terjadi adalah stunting. Tinggi tubuh anak pendek,’’ jelasnya.
Andriyanto menjelaskan, calon orang tua harus mendapat pembekalan yang baik terhadap pencegahan stunting. ’’Karena itulah, para pelajar ini harus terus diberi pengetahuan tentang stunting dan pencegahannya,’’ ujarnya.