Karate Adalah Soul Mate
Richard Arnold Walewangko Aktif Mengajar di Usia 73 Tahun
SURABAYA, Jawa Pos – Usianya memang sudah 73 tahun. Tapi, gerakannya tak kalah gesit dengan mereka yang masih belia. Karena itu, Richard Arnold Walewangko tak pernah berhenti melatih karate. Apalagi, bagi dia, karate sudah seperti
soul mate alias belahan jiwa. Bahkan, pascaoperasi jantung pada 2012, Walewangko rutin berlatih dan melatih karate.
Pria kelahiran 3 Mei 1946 itu tetap bugar bukan tanpa sebab. Dia pernah bergabung dengan TNI-AL 1968-1988. Sebelum mengenal karate, dia lebih dulu terjun di dunia tinju. Hal itu membuat dia mengalami sedikit masalah pendengaran. Namun, ketika bertemu karate, dia jatuh cinta.
Menurut dia, ketika menunjukkan aksinya dalam karate, jiwa mudanya benar-benar keluar. Misalnya yang dia tunjukkan kemarin. Teriakan-teriakan kecil dia keluarkan ketika meluncurkan jurus-jurus karate. ”Teriakan ini juga yang bikin jantung saya bisa tetap kuat meskipun sudah pernah operasi jantung dan pasang ring satu,” terang dia saat ditemui di perkantoran kawasan Tidar kemarin (31/10). Dengan berteriak di setiap latihan, dia merasa jantungnya terus terpompa dan membaik. Penyempitan yang dialami jantungnya pun tidak pernah memburuk lagi.
Setelah operasi, dia disarankan oleh dokter untuk beristirahat lama. Namun, karena merasa tubuhnya tidak seperti orang sakit, Walewangko kembali melatih sekalian berlatih karate lagi. Selisihnya hanya tiga hari pascaoperasi. ”Jadi, saya ibaratnya memang
nggak pernah berhenti latihan. Paling lama nggak latihan mungkin seminggu aja kalau lagi liburan akhir tahun sama tahun baru,” jelasnya. Sebab, dengan rutin melakukan gerakan-gerakan karate yang
full body contact, pria kelahiran Tolitoli, Sulawesi Tengah, itu merasa lebih muda lagi dan sehat.
”Kalau di tempat saya latihan dan mengajar itu, yang paling tua usianya 50 tahun, ya saya merasa seumuran sama dia. Rasanya memang begitu,” ungkapnya.
Dalam seminggu, Walewangko mengajar mulai Senin sampai Jumat. Setiap hari melatih dua jam. Pria yang pernah mengikuti kejuaraan dunia full body contact di Jepang pada 1975 itu pun men
gatakan tidak ingin pensiun dari mengajar karate. ”Usia berapa pun, saya akan terus berlatih dan mengajar. Nggak pernah
kepikiran buat pensiun. Kecuali,
memang saya sudah nggak bisa bergerak lagi,” jelasnya.
Ada sebuah cerita dari salah seorang teman seperguruan yang juga mengalami hal yang sama dengan Walewangko terkait dengan operasi jantung. ”Setelah operasi yang pertama, dia kan masang ring satu kayak saya. Terus, setelah 1–2 tahun,
nambah lagi ring. Sampai sekarang, ringnya sudah lima. Itu mungkin terjadi karena dia berhenti berlatih,” tutur dia.
Dari situ, selain istiqamah menjalani hobi sejak usia 20-an tahun itu, dia ingin tetap membuat jantungnya terpompa dengan baik lewat latihan-latihan yang dilakukan tiap mengajar. ”Soalnya, kalau di perguruan karate Kyokushinkai Karate-do Indonesia ini, meskipun saya melatih, saya juga mempraktikkan bareng sama yang lain. Nggak cuman komando,” terangnya.