Jawa Pos

Yatim Piatu, Rawat Adik yang Alami Gangguan Mental

Wu Huayan berusia 24 tahun. Namun, malanutris­i membuat tubuhnya kecil bak remaja belasan tahun. Dia terpaksa makan seadanya agar bisa tetap kuliah dan membiayai adiknya.

-

SITI AISYAH, Jawa Pos

WU Huayan duduk di brankar rumah sakit Guiyang, Guizhou, Tiongkok. Wajahnya pucat dengan mata sayu dan hidung agak bengkok.

Rambut perempuan 24 tahun itu tipis. Rontok. Wu dilarikan ke rumah sakit bulan lalu setelah mengalami sesak napas. Bukan karena asma. Hasil diagnosis menunjukka­n Wu mengalami malanutris­i parah.

”Tingginya hanya 135 sentimeter dengan berat sekitar 20 kilogram,” bunyi pernyataan pihak rumah sakit seperti dikutip BBC.

Malanutris­i itu memengaruh­i kondisi jantung dan ginjalnya. Wu juga tidak bisa berjalan normal seperti orang kebanyakan, insomnia, serta merasa telinganya terus berdengung. Dia selama ini tak pernah memeriksak­an diri karena tak punya uang.

Kemalangan menyelimut­inya sejak balita. Ibunya meninggal ketika usianya baru menginjak 4 tahun. Begitu mulai sekolah, giliran ayahnya yang berpulang. Wu dan adik lelakinya akhirnya dirawat neneknya. Setelah itu, kakak beradik tersebut ganti dirawat paman dan bibinya.

Setiap bulan, paman dan bibinya hanya bisa memberi CNY 300 atau setara Rp 598 ribu. Itu pun sebagian besar dipakai untuk membiayai pengobatan adiknya yang mengalami gangguan jiwa.

Wu harus bekerja paro waktu di dua tempat sembari kuliah. Selama 5 tahun belakangan ini, dia hanya mampu menyisihka­n CNY 2 atau sekitar Rp 3.900 untuk makan setiap hari. Uang itu biasanya dipakai untuk membeli satu bakpao atau nasi dengan cabai sebagai lauknya.

Penduduk Tiongkok kaget begitu berita tentang kemalangan Wu mencuat. Mereka heran mengapa pemerintah setempat lambat memberikan pertolonga­n. Pihak kampus ikut terkena imbasnya. Mereka dinilai abai terhadap siswanya. ”Ini lebih buruk daripada pengungsi di Afghanista­n,” ujar salah satu warganet.

Guizhou, tempat Wu bermukim, merupakan salah satu provinsi termiskin di Tiongkok. Versi pemerintah, dua bersaudara itu sudah menerima subsidi minimum. Yaitu sekitar CNY 300–CNY 700 atau Rp 598 ribu–Rp 1,4 juta. Setelah kisah Wu diberitaka­n di mana-mana, sekarang mereka menerima dana bantuan darurat CNY 20 ribu (Rp 39,9 juta).

”Kami akan terus mengawal kasus gadis yang baik hati ini,” bunyi pernyataan Badan Urusan Sipil Kota Tongren. Mereka berjanji untuk bekerja sama dengan departemen terkait lainnya untuk menyelesai­kan masalah serupa.

Donasi untuk Wu juga terus mengalir. Total, dia sudah mendapat CNY 800 ribu atau Rp 1,6 miliar. Sangat mungkin jumlah itu terus bertambah. Banyak warganet yang memuji Wu.

Selain donasi dari website penggalang­an dana, Wu mendapat bantuan CNY 40 ribu (Rp 79,8 juta) dari pengajar dan teman-teman kampusnya. Penduduk di sekitar tempat tinggalnya juga memberikan sumbangan CNY 30 ribu (Rp 59,8 juta).

Meski perekonomi­an Tiongkok melesat, masih banyak penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan seperti Wu. Kesejahter­aan dan penghasila­n antara penduduk yang tinggal di pedesaan dan perkotaan berbeda jauh. Berdasar laporan IMF 2018, Tiongkok bahkan masuk dalam salah satu negara dengan ketimpanga­n ekonomi tertinggi di dunia.

Badan Statistik Nasional mengungkap­kan bahwa pada 2017 sekitar 30,46 juta penduduk di desa masih hidup di bawah garis kemiskinan. Mereka hanya mampu menghasilk­an sekitar Rp 26 ribu per hari.

 ?? BBC ?? MISKIN PAPA: Wu Huayan ketika dirawat di rumah sakit di Guizhou, Tiongkok.
BBC MISKIN PAPA: Wu Huayan ketika dirawat di rumah sakit di Guizhou, Tiongkok.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia