Akhir Tahun, Inflasi Landai
Telur Melimpah Picu Deflasi Jatim
JAKARTA, Jawa Pos – Mendekati tutup tahun, inflasi terus melandai. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi Oktober lalu hanya 0,02 persen secara month-to-month (mtm). Kepala BPS Suhariyanto menuturkan, beberapa pemicu inflasi berasal dari dua komoditas. Yakni, kenaikan harga ayam ras dan bawang merah. Setiap komoditas itu menyumbang inflasi 0,05 persen dan 0,02 persen.
”Inflasi tahun kalender (Januari–Oktober) 2019 tercatat 2,22 persen, sedangkan dari tahun ke tahun (Oktober 2019 terhadap Oktober 2018) 3,13 persen,’’ ujarnya di kantor BPS, Jakarta, kemarin (1/11).
Dia menambahkan bahwa kebijakan kenaikan cukai rokok yang berlaku tahun depan diprediksi tak berdampak besar pada inflasi. Sebab, selama ini andil rokok pada inflasi kecil. ”Rokok sebetulnya tiap bulan juga kelihatan, kenaikan tipis menyumbang 0,01 persen tiap bulan selalu muncul,” tambah Suhariyanto. Dengan begitu, kenaikan cukai sekitar 22 persen dan harga eceran 35 persen tidak akan memberikan dampak terlalu besar ke inflasi bulanan.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan, pihaknya akan melakukan rapat bersama kementerian teknis soal kenaikan cukai rokok per Januari 2020. Namun, Airlangga meyakini daya beli masyarakat di tanah air tidak akan terganggu, meski harga rokok naik pada tahun depan. ”Kami lihat itu kan sebetulnya daya beli mereka tidak terganggu,’’ tambahnya kemarin.
Pemerintah lebih mewaspadai komoditas bawang dan beras terkait dengan dampaknya terhadap laju inflasi, bukan harga rokok. Pekan depan pihaknya berkoordinasi dengan menteri perdagangan dan direktur utama Bulog terkait dengan komoditas bawang merah yang menyumbang inflasi dengan porsi 0,02 persen pada Oktober.
Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardana menuturkan, realisasi inflasi Oktober 2019 lebih rendah daripada ekspektasi. Rendahnya inflasi bulan lalu disebabkan harga-harga makanan pokok yang mengalami deflasi secara keseluruhan. Di sisi lain, inflasi inti juga mengalami penurunan. ”Inflasi inti pada Oktober turun secara signifikan menjadi 3,20 persen secara year-on-year (YoY). Sementara itu, pada September, inflasi inti mencapai 3,32 persen,” tuturnya kemarin.
Secara keseluruhan, inflasi tahun ini masih dalam kisaran yang ditargetkan Bank Indonesia (BI), yakni 2,5–4,5 persen untuk sepanjang tahun. Sebab, risiko inflasi menjelang akhir tahun ini adalah minimum. ”Dengan demikian, kami tidak melihat inflasi sebagai faktor yang dapat mengubah sikap BI (terkait kebijakan moneternya),” imbuhnya.
Sementara itu, pada Oktober 2019, Jatim mengalami deflasi 0,02 persen (mtm). Sementara itu, secara YoY, tingkat inflasi mencapai 2,24 persen. Kelompok yang diatur pemerintah (administered prices) setiap inflasi 0,07 persen dan komponen bergejolak mengalami deflasi 0,52 persen.
Tiga komoditas utama penyumbang deflasi pada Oktober 2019 adalah telur ayam ras, cabai rawit, dan emas perhiasan. ”Harga telur ayam ras yang terus turun menjadikan komoditas tersebut penyumbang utama deflasi. Penurunan harga disebabkan banyaknya pasokan di pasaran,” kata Kepala BPS Jatim Teguh Pramono kemarin.