Jawa Pos

DPR Tolak Revisi UU tentang Pilkada

KPU Larang Eks Koruptor Mencalonka­n Diri

-

JAKARTA, Jawa Pos – Desakan banyak pihak untuk merevisi UU Nomor 10/2016 tentang Pilkada tidak mendapat respons serius dari parlemen. Komisi II DPR dipastikan tidak akan merevisi UU tersebut tahun ini. Artinya, pilkada yang diikuti 270 daerah tahun depan tetap menggunaka­n UU lama.

Penegasan itu disampaika­n Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin (1/11). ”Tidak ada revisi UU Pilkada tahun ini. Tidak ada agenda itu,” papar Doli kepada Jawa Pos.

Dia menilai revisi UU Pilkada belum memiliki urgensi. Apalagi, lanjut dia, tahapan pilkada 2020 berjalan sejak 1 Oktober. Dengan demikian, aturan main pun dinilai masih relevan. Termasuk ketentuan syarat pencalonan. ’’Tidak ada lagi kaitannya dengan revisi undang-undang,” ujar politikus Partai Golkar itu.

Doli menjelaska­n, revisi UU Pilkada tidak memungkink­an karena waktu yang mepet. Jika revisi berlangsun­g tahun ini, dampaknya akan merembet ke sejumlah UU sejenis lainnya. Misalnya, UU Partai Politik, UU Pemerintah Daerah, serta UU Perimbanga­n Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. ’’Kalau ini kita bahas semua, jadi panjang,” paparnya.

Revisi UU Pilkada justru akan dibahas DPR setelah pilkada 2020 tuntas. Dilanjutka­n dengan revisi UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu. Revisi dua UU tersebut merupakan persiapan menghadapi pilkada 2024 sekaligus Pemilu 2024. Sebab pada 2024, pilkada dan pemilu akan dilaksanak­an pada tahun yang sama.

Komisi II DPR juga sudah mengadakan rapat internal untuk membahas agenda 2019. Hasilnya, Senin (4/11) komisi II dijadwalka­n rapat kerja (raker) dengan sejumlah mitra kerja. Termasuk KPU dan Bawaslu. Di antaranya, pembahasan evaluasi Pemilu 2019 serta persiapan pilkada 2020. ’’KPU kan sudah buat PKPU (peraturan KPU, Red) soal pilkada. Jika ada kekurangan, silakan dilakukan perubahan,” tambah Doli.

Sementara itu, Ketua KPU Arief Budiman menyatakan bahwa pihaknya tetap akan memasukkan klausul larangan mencalonka­n diri bagi eks koruptor di PKPU pencalonan pilkada. Klausul tersebut akan disampaika­n dalam RDP bersama DPR Senin (4/11). ’’Klausul itu nanti tetap kami usulkan untuk masuk ke dalam undang-undang,’’ lanjut mantan komisioner KPU Jatim itu. Dia berharap usulan tersebut tidak sampai ditolak. Baik untuk level PKPU maupun UU.

Pihaknya membawa sejumlah fakta bahwa menentukan pemimpin yang baik tidak bisa diserahkan 100 persen kepada pemilih. Muhammad Tamzil yang pernah mendekam di penjara karena kasus korupsi kembali terpilih menjadi bupati Kudus untuk kali kedua. Tidak lama kemudian, dia ditangkap lagi sebagai residivis koruptor.

Ada pula kasus di daerah lain yang calon bupatinya berstatus tersangka korupsi, bahkan sudah ditahan, dan akhirnya tetap terpilih. Alhasil, setelah dilantik, dia langsung dinonaktif­kan. ’’Menyerahka­n ini kepada masyarakat menjadi agak berat,” imbuhnya.

KPU juga siap bila nanti ada yang mempersoal­kan aturan tersebut, bahkan hingga mengujinya di Mahkamah Agung. Yang penting, sejak awal KPU berupaya mencegah lahirnya calon kepala daerah yang punya catatan integritas.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia