Jawa Pos

Viral karena Video Merangkak di Tangga

Gema Fikriansya­h pernah bikin heboh Universita­s Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya tahun lalu. Ada yang merekam aksinya saat merangkak di tangga gedung karena tak ada akses untuk kursi rodanya. Sejak adanya kejadian itu, kini UINSA lebih ramah difa

-

SALMAN MUHIDDIN, Jawa Pos

’’SEBENARNYA sudah biasa merangkak di tangga rumah. Bisa sendiri kok,” kata Gema saat ditemui di ruang kelasnya di fakultas adab dan humaniora Jumat (1/11). Gema mengidap cerebral palsy atau kelumpuhan otak sehingga sulit mengendali­kan gerakan anggota badan. Keterbatas­an kemampuan motorik itu membuat dia lebih banyak duduk di kursi roda sejak kecil. Namun, kecerdasan­nya tidak terganggu. Dia mampu lolos seleksi SBMPTN Jurusan Sastra Inggris UINSA. Ditemui pukul 12.30, Gema duduk di kursi roda dekat pintu masuk

J

Di hadapannya, ada laptop dan tablet Android yang dia gunakan sambil menunggu pelajaran critical listening dimulai.

Gema mengingat-ingat lagi kejadian saat ospek tahun lalu. Teman-teman mahasiswa membantu membopongn­ya untuk sampai di lantai 3. Pakai tandu. Saat itu seluruh mahasiswa baru memang dikumpulka­n di ruangan yang ada di lantai 3. Tak ada lift sehingga Gema terpaksa merangkak.

Namun, kejadian itu tak pernah terulang. Sebab, saat ini sudah banyak perubahan di kampus yang terletak di Jalan A. Yani, Surabaya, tersebut. Akses ke gedung kampus kini bisa dilalui kursi roda. Ada jalur khusus sehingga Gema bisa melintasin­ya.

Masjid UINSA juga punya jalur khusus untuk pengguna kursi roda. Mahasiswa yang menggunaka­n kursi roda dipriorita­skan untuk mendapat kelas di lantai bawah. Mereka diberi keleluasaa­n untuk memilih kelas saat awal kuliah.

Lalu, apa yang mendorongn­ya hingga sejauh ini? Gema menjawab semua itu karena dukungan orang tuanya. Ayah ibunya, Irwan Sakti Alamsyah dan Nur Cahaya Kusuma Kurniasih, selalu berpesan bahwa cerebral palsy bukan halangan untuk bisa berguna bagi sesama. Justru lewat penyakit itu, Gema harus bisa memberikan inspirasi kepada teman-teman yang punya keterbatas­an seperti dirinya. ”Harus selalu semangat biar nanti bisa jadi contoh,” kata mahasiswa kelahiran 14 September 1999 itu.

Selama ini orang tuanya juga aktif berkomunik­asi dengan pihak kampus. Dengan begitu, akses untuk kaum difabel diperhatik­an. Komunikasi tersebut dilakukan sejak tes SBMPTN. Kala itu Gema tak bisa mengerjaka­n soal dengan melingkari kertas jawaban. Pihak kampus pun memberikan kemudahan sehingga Gema bisa mengerjaka­nnya melalui komputer. ”Selama ini dimudahkan terus,” ujar alumnus SMAN 10 itu.

Satu jam berselang, sang dosen hadir. Amiatun Nuryana dengan ramah menyapa Gema. Dia memuji Gema karena menjadi mahasiswa paling tepat waktu. Gema memang tak pernah telat karena selalu menunggu di ruang kelas. ”Dan dia termasuk cepat untuk menangkap pelajaran,” kata Amiatun.

Gema bercita-cita suatu hari ingin seperti Amiatun. Menjadi dosen. Amiatun yakin cita-cita itu bisa tercapai. Sebab, Gema punya kelebihan yang tidak dimiliki orang-orang pada umumnya. Jika teman sebayanya punya waktu untuk berhurahur­a, bermain game, dan nyangkruk, Gema lebih punya waktu banyak untuk menjelajah jendela ilmu melalui laptop di kursi rodanya.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia