Bergaji Rp 3,5 Juta, Peserta Turun Kelas
Respons Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
SURABAYA, Jawa Pos – Kenaikan 100 persen iuran BPJS Kesehatan untuk peserta mandiri membuat warga harus mengutak-atik pengeluaran bulanan. Tidak heran apabila kemudian memicu peserta yang ramai-ramai mengajukan penurunan kelas.
Dari kelas I ke kelas II atau kelas II ke kelas III. Atau, akan menimbulkan fenomena semakin banyaknya peserta yang menunggak lantaran tidak bisa membayar iuran BPJS Kesehatan.
Jawa Pos mengecek dua keluarga dengan pendapatan per bulan yang berbeda. Pertama, keluarga Hardiyanto yang tinggal di Semampir. Setiap bulan keluarga tersebut memperoleh pendapatan Rp 3 juta. Istri Hardiyanto bekerja sebagai karyawan swasta di proyek perumahan.
Menurut dia, penghasilan Rp 3 juta tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari empat anggota keluarga
J
Dua anak mereka masih bersekolah. Namun, apabila iuran BPJS naik, kebutuhannya menjadi tekor. ’’Kebetulan yang bekerja hanya istri,’’ katanya.
Kadang kala anak Hardiyanto juga turut membantu keuangan keluarga. Sebab, dia jadi pekerja lepas.
Empat anggota keluarga tersebut memiliki kepesertaan BPJS Kesehatan dengan kelas II. Setiap bulan dia harus membayar Rp 51 ribu. Karena memiliki empat anggota keluarga, dia harus membayar Rp 204 ribu. Hardiyanto baru mendaftarkan keanggotaan BPJS Kesehatan pada Agustus lalu. Namun, jika ada kenaikan iuran, Hardiyanto mesti membayar Rp 440 ribu saban bulan. Berat.
Karena belum setahun menjadi peserta, keluarga tersebut belum bisa menurunkan kelas. Sebab, dalam aturan BPJS Kesehatan, peserta baru bisa menurunkan kelas apabila setahun menjadi anggota. ’’Mau tidak mau pada 2020 nanti kami tidak membayar iuran BPJS Kesehatan,’’ tuturnya.
Kenaikan iuran tersebut dirasa memberatkan bagi keluarganya. Sementara itu, jika ada keluarga tersebutyangsakit,diaakanmenggunakanfasilitasumum.Soaldarimana uanguntukmembayar,Hardiyanto belum memikirkannya.
Berbeda lagi halnya dengan Subardi yang tinggal di Kebraon. Dia bekerja sebagai karyawan pabrik. Gajinya di bawah UMK. Sebulan dia mendapat gaji Rp 3,5 juta. Menurut Fajri, istrinya, pemasukan tersebut kurang jika harus digunakan untuk membayar iuran BPJS Kesehatan kelas II Rp 440 ribu setiap bulan. ’’Makanya, kami berencana mengurus penurunan kelas. Dari kelas II ke kelas III,’’ tuturnya.
Keluarga tersebut memiliki empat anggota. Dua anaknya masih duduk di bangku sekolah. Uang saku anak dan uang transpor pun menjadi salah satu kebutuhan yang lain setiap hari.
Jika begitu, pemasukan keluarga tersebut memiliki sedikit sisa per bulan. Itu pun tidak banyak. ’’Sedikit sih sisanya, tapi ya sebisa mungkin ditabung saja,’’ papar Fajri. Belum lagi apabila ada kebutuhan mendadak.
Fajrimengungkapkan,dirinyaakan tetapmengikutiiuranBPJSKesehatan meskipunturunkelas.Sebab,apabila tidak membayar, keluarganya sulit menggunakan fasilitas kesehatan. ’Kamikantidaktahuyakalausuatu harinantiadaanggotakeluargayang sakit. Berharapnya sih sehat terus,’ paparnya.
Meskipun tidak sakit, dia dan keluarga berkomitmen untuk membayar iuran rutin tiap bulan. Dia mengaku ikhlas apabila uang iuran digunakan untuk membantu orang lain yang sakit. ’’Kan memang sistem BPJS Kesehatan itu gotong royong,’’ ucap Fajri.