Pemerintah Jamin Tidak Sewenang-wenang
BAGI pemerintah, kritik atas intoleransi maupun kebebasan berdemokrasi yang dilontarkan LSI tidak sepenuhnya benar. Deputi V Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodhawardani menyatakan bahwa indeks demokrasi Indonesia justru naik meski tipis. Namun, dia mengakui ada penurunan kebebasan sipil. Hanya, penurunan tersebut adalah imbas ancaman kekerasan horizontal antarmasyarakat dan berkaitan dengan toleran dan intoleran.
’’Kalau kita melihat indeks kerukunan umat beragama yang diukur dari toleransi, kerja sama, dan kesetaraan, memang ada penurunan,’’ ujarnya.
Berbagai penelitian juga mengonfirmasikan bahwa memang ada perilaku persekusi antarmasyarakat. ’’Mengapa ini muncul dalam tiga tahun terakhir? Karena ada aktor yang memunculkannya,’’ ungkap Dani, panggilan Jaleswari.
Alarm intoleransi dan radikalisme ada sejak dulu dan pemerintah tidak mengabaikannya. Kesan yang muncul bahwa pemerintah terlalu berfokus dengan radikalisme yang persentasenya kecil, menurut Dani, tidak benar. Radikalisme dan ekstremisme memang penting untuk ditangani. ’’Tetapi kan, kita memiliki perangkat hukum yang tidak bisa sewenang-wenang,’’ tuturnya.
Dani juga menjamin pemerintah akan memelihara demokrasi. Sebagaimana yang telah disampaikan sendiri oleh Presiden Jokowi, demokrasi adalah prestasi Indonesia. Selain itu, Presiden Jokowi adalah produk demokrasi sehingga tidak mungkin menghancurkannya.
Sementara itu, sosiolog Universitas Indonesia (UI) Thamrin Amal Tomagola menjelaskan bahwa mengukur tingkat toleransi itu cukup dilihat dari lima pertanyaan. Apakah bersedia bertetangga dengan orang yang berbeda suku atau agama? Apakah mau bekerja dalam satu lingkungan bersama yang berbeda? Atau, satu sekolah dengan yang beda agama dan suku?
Kemudian, apakah mau berorganisasi dengan orang yang berbeda agama atau suku? Terakhir, apakah mau menikah dengan yang beda suku atau agama?
Karena itu, memperbaiki toleransi bisa dimulai dari lima hal tersebut secara berurutan. Dimulai dari lingkungan tetangga, kemudian lingkungan kerja, sekolah, organisasi, dan yang terakhir adalah keluarga. ’’Kesediaan untuk hidup berdampingan dengan mereka yang berbeda itu menjadi kunci toleransi,’’ tandasnya.
Mengapa ini muncul dalam tiga tahun terakhir? Karena ada aktor yang memunculkannya.”
JALESWARI PRAMODHAWARDANI
Deputi V Kantor Staf Presiden