Soal Perppu KPK, Jangan Lempar Bola ke MK
KOMPOSISI Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) masih digodok Presiden Joko Widodo. Namun, pihak istana mulai memberikan bocoran terkait kriteria sosok-sosok yang bakal duduk di posisi tersebut.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno mengatakan, komposisi lima anggota Dewas KPK bisa beragam. Namun, ahli hukum jadi prioritas. ”Tentu saja ahli hukum yang akan banyak, ya,” ujarnya di Gedung Krida Bhakti, kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, kemarin (4/11). Namun, porsi di luar ahli hukum juga tetap ada. Sebab, Dewas KPK tidak melulu soal hukum, tetapi juga punya dimensi sosial
Untuk itu, tokoh-tokoh masyarakat punya peluang. ”Tapi, belum diputuskan final. Sekarang masih listing lah,” imbuhnya.
Mantan rektor Universitas Gadjah Mada itu menambahkan, Jokowi masih menjaring masukan untuk menentukan nama-nama dewas. Siapa tokohnya? Pratikno menyebut beragam. Setiap bertemu tamu atau tokoh bangsa, presiden meminta saran. ”Pak Presiden selalu meminta masukan kira-kira siapa. Intinya kan mengawal kerja pimpinan KPK yang baru,” tuturnya.
Pratikno menilai, waktu yang dimiliki masih cukup luas untuk menjaring masukan. Jika merujuk akhir masa jabatan (AMJ), masa kerja komisioner KPK periode 2015–2019 habis pada 21 Desember 2019. Karena itu, pelantikan komisioner baru berpeluang dilakukan pada 22 Desember 2019. Sebagaimana UU Nomor 19 Tahun 2019, Dewas KPK akan dilantik bersamaan dengan komisioner.
Sementara itu, analis Exposit Strategic Arif Susanto pesimistis presiden bakal memilih sosok dewas yang berkualitas. Dia justru khawatir sosok pilihan presiden malah menjadi bagian upaya pelemahan KPK.
”Saya khawatir ini mirip dengan penggembosan KPK beberapa waktu lalu,” kata dia kemarin.
Kalaupun benar-benar ingin dewas yang tepat, seharusnya presiden mengambil tokoh-tokoh yang sempat dimintai pandangan terkait perppu.
Namun, Arif sangsi tokoh-tokoh itu bersedia. Sebab, merekalah yang mendorong terbitnya perppu KPK dan sempat diberi harapan oleh Jokowi bahwa perppu akan keluar. Namun, kenyataannya tidak.
”Mereka mau nggak (jadi dewas) setelah dikecewakan begini,” jelasnya. Karena itu, dia ragu terhadap dewas pilihan presiden.
Malah, lanjut dia, UU KPK yang bermasalah bisa jadi kian menjadi soal. Sebab, itu berpotensi dilaksanakan dewas yang tidak lepas dari masalah. Menurut Arif, keengganan presiden mengeluarkan perppu sudah menunjukkan komitmen pemerintah terhadap pemberantasan korupsi yang lemah. ”Penolakan Jokowi untuk menerbitkan perppu KPK menempatkan dirinya sebagai tawanan kekuasaan,” terang dia.
Selain itu, alasan presiden menghormati proses hukum di Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai tidak tepat. Sebab, proses hukum di MK dengan perppu tidak memiliki kaitan. Arif menilai alasan itu sebagai upaya Jokowi lempar bola. Serupa dengan cara yang dilakukan ketika muncul tekanan publik saat UU KPK masih dibahas di DPR. ”Jokowi memindahkan tekanan kepada DPR. Kini Jokowi memindahkan tekanan kepada MK,” imbuhnya.
Keterangan senada disampaikan Koordinator Komite Pemilih Indonesia Jeirry Sumampouw.
Menurut dia, presiden tidak seharusnya lempar bola ke MK. Komitmen untuk memperkuat pemberantasan korupsi harus ditunjukkan lewat keputusan tegas. Sebab, proses judicial review di MK tidak berhubungan dengan perppu. ”Kami ingin menguji komitmen Jokowi terhadap pemberantasan korupsi,” terang dia.
Untuk itu, dorongan supaya presiden mengeluarkan perppu terus bermunculan. Masyarakat sipil, pegiat antikorupsi, maupun kelompok lain yang sadar bahwa perppu merupakan hak prerogatif presiden bukan ingin menekan. ”Kami ingin kasih tahu masa depan pemberantasan korupsi ada di tangannya (presiden). Karena berharap DPR sudah susah, dari mana lagi,” terang Jeirry.
UU KPK, sambung dia, sudah jelas melemahkan KPK. Kewenangan lembaga antirasuah yang dipereteli, aturan mengenai penghentian penyidikan, serta kehadiran dewas yang akan dilantik presiden termasuk pelemahan. ”Dan ini akan memperlemah pemberantasan korupsi ke depan,” tegasnya. Itu sama sekali tidak sesuai dengan janji presiden serta Nawacita yang selalu digaungkan pemerintah.
Kapolri Kunjungi KPK Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis kembali menegaskan komitmennya untuk mengungkap kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan. Komitmen itu, salah satunya, akan diwujudkan dengan secepatnya mencari perwira tinggi terbaik sebagai kepala Bareskrim (Kabareskrim) Polri.
Kabareskrim terbaik itulah yang nanti diberi mandat untuk mengungkap pelaku penyerangan terhadap Novel. ”Kami akan mengungkap, baik kasus Novel maupun kasus-kasus yang menjadi atensi (publik) di KPK,” tegas Idham setelah bertemu dengan pimpinan dan pejabat KPK kemarin (4/11).
Dia juga berjanji menyelesaikan konflik internal KPK yang kerap melibatkan penyidik Polri dan penyidik internal. Menurut mantan Kabareskrim itu, pihaknya sudah melakukan komunikasi mengenai persoalan yang kerap tidak tampak di permukaan tersebut. ”Intinya itu kan komunikasi,” paparnya.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengungkapkan, pihaknya membahas banyak hal dalam kunjungan itu. Di antaranya, masalah teror yang menimpa pegawai dan pimpinan KPK. Sama dengan harapan publik, pihaknya berharap pelaku-pelaku teror itu segera terungkap. ”Semua kami tanyakan,” ujarnya.
Kadivhumas Polri Irjen Pol M. Iqbal menambahkan, pertemuan Kapolri dengan KPK menunjukkan bahwa kepolisian sangat mendukung dan membantu tugas-tugas lembaga antirasuah tersebut. Pihaknya juga memastikan masa depan pemberantasan korupsi akan tetap berjalan. ”Masa depan pemberantasan korupsi the show must go on,” ujarnya.