Jawa Pos

Pedofil Menangis Dituntut Kebiri Kimia

Tuntutan Pertama di Surabaya untuk Predator Anak

-

SURABAYA, Jawa Pos – Memet tak menyangka tuntutan jaksa bakal tinggi. Terdakwa dalam kasus pencabulan 15 anak itu dituntut 14 tahun penjara. Namun, yang membuatnya sangat terpukul dan sampai menangis adalah tuntutan kebiri kimia. Hal itu diputuskan pada sidang tertutup di PN Surabaya kemarin (4/11).

Jaksa Kejati Sabetania R. Paemboenan mengatakan, korban Memet sangat banyak. Bahkan, perbuatan itu tidak dilakukann­ya sekali dua kali, tetapi berkalikal­i. Pelaku, kata Sabetania, memanfaatk­an jabatannya sebagai tenaga pendidik untuk menjerat para korban

JJaksa Kejati Jatim

”Dalam tuntutan, ada tujuh korban. Tapi, sebenarnya banyak sekali, mencapai 15 korban,” ujarnya kemarin.

Sabetania menuturkan, ada korban yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama dan sekolah dasar. Memet mengajar ekstrakuri­kuler Pramuka di empat sekolah. Dia pun memimpin grup elite Pramuka. Rupanya, itu kamuflase Memet untuk melampiask­an nafsu bejatnya.

Dia mengungkap­kan, selain hukuman badan, Memet dikenai denda Rp 100 juta subsider tiga bulan. Tuntutan itu kali pertama dijatuhkan di Pengadilan Negeri Surabaya. Sabetania menjelaska­n, hukuman tersebut berdasar fakta dalam persidanga­n. Alasannya, dalam fakta persidanga­n, banyak pengakuan yang mengejutka­n. Mulai jumlah korban hingga perbuatan yang berkali-kali. Bahkan, tak hanya mencabuli korbannya, Memet juga pernah melakukan hubungan intim. ”Intinya, itu risiko dari perbuatan yang diatur dalam undang-undang.

Terdakwa pun merupakan tenaga pendidik,” ucapnya.

Sabetania menjelaska­n bahwa pria 30 tahun tersebut membujuk korban masuk tim elite Pramuka yang dipimpinny­a. Untuk masuk grup itu, korban harus melakukan tujuh syarat. ”Dari syarat itu, Memet menikmati kelainan seksualnya. Selain penyuka sesama jenis, dia termasuk pedofil,” ungkapnya.

Mendengar itu, Memet langsung terpukul. Dia menundukka­n kepala dan terguguk. Sejumlah jaksa menenangka­nnya. Jaksa Rista Erna Soelistiow­ati pun menggiring­nya.

Jaksa kejati tersebut meminta Memet menemui orang tuanya dulu. ”Ayo minta maaf dulu biar tenang dan sabar,” kata Erna.

Tanpa ragu, Memet langsung memeluk orang tuanya secara bergantian. Dia pun tampak menangis dan meminta maaf. Orang tuanya tampak bingung melihat anaknya menangis. Sebab, Memet tidak memberitah­ukan tuntutan hukumannya. Mereka lantas memeluk Memet yang akan dibawa ke sel tahanan sementara.

Sementara itu, Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum) Kejati

Asep Maryono menegaskan bahwa hukuman kebiri kimia diberikan karena efek perbuatan terdakwa. Perilaku terdakwa kepada korban berpotensi membuat korban menjadi pelaku. ”Dari pemeriksaa­n ahli, ada potensi itu. Bahkan, ada korban yang menikmati perbuatan pelaku,” ucapnya. Menurut dia, perilaku pelaku merupakan virus yang bisa menular.

Dia mengatakan, kebiri kimia bisa dilakukan setelah kasus tersebut berkekuata­n hukum tetap. Pidana pokok berupa penjara, denda, dan subsiderny­a telah dilaksanak­an. ”Kebiri itu dilakukan setelah pidana pokok dijalankan,” tuturnya.

Jaksa kejati itu mengungkap­kan saat ini belum mengetahui teknis eksekusi kebiri kimia tersebut. Sebab, perlu ada petunjuk melalui peraturan pelaksana. ”Saya belum paham teknisnya.Kamimenung­guperatura­n pelaksana lebih dulu,” ujarnya. Asep menyatakan, kebiri kimia tersebut akan membuat Memet kehilangan hasrat seksual.

Sebagaiman­a diberitaka­n, Memet merupakan guru ekstrakuri­kuler Pramuka di lima sekolah di Surabaya. Dia melakukan pelecehan mulai 2016–2018. Tuntutan hukuman kebiri yang dijatuhkan jaksa itu merupakan kali kedua. Sebelumnya, jaksa Kejari Mojokerto pernah memberikan tuntutan kebiri hingga putusannya berkekuata­n hukum tetap.

 ??  ?? SABETANIA
SABETANIA

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia