Hakim Minta Andhy Hadir dalam Sidang
GRESIK, Jawa Pos – Ahmad Fathoni, pengembang perumahan, menggugat Kejaksaan Negeri (Kejari) Gresik. Terpidana 2,6 tahun asal Desa Kedungsekar, Benjeng, itu belakangan mengajukan gugatan perdata senilai Rp 1,2 miliar. Dirut PT Trisula Bangun Persada tersebut menilai Korps Adhyaksa telah melakukan kesalahan administrasi. Yakni, saat melakukan eksekusi dengan hanya mengacu pada surat petikan dari Mahkamah Agung (MA).
Menurut Edy Purwanto, kuasa hukum Ahmad Fathoni, ada langkah kejaksaan yang patut ditengarai maladministrasi ketika jaksa mengeksekusi kliennya. Berdasar pasal 270 KUHAP, eksekusi harus berdasar salinan resmi putusan dari MA. ’’Nah, jaksa menggunakan petikan putusan,’’ katanya kemarin (4/11).
Karena itu, lanjut Edy, kliennya menolak menandatangani berita acara pelaksanaan eksekusi. Status Fathoni pun mengambang. ’’Klien saya ini statusnya terdakwa atau terpidana? Kasihan kan,’’ ujar alumnus hukum pascasarjana Universitas Indonesia (UI) itu.
Sebelumnya, MA menjatuhkan vonis hukuman 2,5 tahun penjara terhadap Fathoni pada Mei 2019. Pada Juli 2019, Kejari telah mengeksekusi Fathoni di rumahnya, yakni di Kompleks Perumahan Ketintang Regency, Jambangan, Surabaya. Saat itu kepala Kejari Gresik masih dijabat Pandoe Pramoekartika. Namun, Pandoe kini pindah tugas ke luar Pulau Jawa sebagai
Aspidsus Kejati Bengkulu.
Kasi Pidana umum (Pidum) Kejari Gresik Edrus ketika dikonfirmasi menyatakan, pihaknya siap menghadapi gugatan perdata tersebut. Dia menyebutkan, pihaknya sudah melakukan eksekusi sesuai prosedur. Yakni, surat edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1/ 2011 tentang Perubahan SEMA Nomor 2 Tahun 2010 tentang Penyampaian Salinan dan Petikan Putusan. ’’Kami siap menghadapinya,’’ ujar Edrus.
Sementara itu, Pengadilan Negeri (PN) Gresik telah menetapkan jadwal perdana gugatan perdata Fathoni melawan Kejari Gresik pada 12 November 2019. PN juga telah menetapkan tiga hakim yang bakal menyidangkan perkara tersebut. Yakni, Eddy, Lia Herawati, dan Silvya Terry.
Sebagaimana diberitakan, Fathoni dilaporkan koleganya, Nyono Budiono, ke polisi. Pengembang
Perumahan Alam Bukit Raya, Kebomas, itu dilaporkan karena ditengarai telah menilap uang Rp 1,4 miliar. Dalam sidang, hakim menilai Fathoni diputus bersalah karena telah mengubah sertifikat tanah. Sertifikat tersebut seharusnya berstatus milik perusahaan, tetapi diganti nama pribadi. Akibat tindak penggelapan dokumen itu, korban rugi Rp 1,4 miliar.
Pada 3 September 2018, hakim menjatuhkan vonis 3 tahun 6 bulan penjara. Fathoni menempuh banding dan dikabulkan hakim Pengadilan Tinggi (PT) Jatim. Selanjutnya, Fathoni bisa menghirup udara bebas tiga bulan berikutnya atau pada 3 Desember 2018. Jaksa menempuh kasasi. Sesuai petikan putusan, MA menjatuhkan vonis hukuman 2,5 tahun penjara pada Mei 2019. Jaksa kemudian mengeksekusiFathonidanmemasukkannya ke Rutan Gresik.
PENGADILAN Negeri (PN) Gresik kembali menggelar lanjutan gugatan praperadilan dengan pemohon Andhy H. Wijaya kemarin (4/11). Agenda sidang kedua dari rencana enam kali sidang itu adalah pembacaan jawaban termohon, yakni Kejaksaan Negeri (Kejari) Gresik.
Ada empat jaksa dengan dipimpin Kasi Pidsus Kejari Gresik Dymas Adji Wibowo yang membacakan jawaban setebal 20 halaman secara bergantian. Ruang sidang dengan hakim tunggal Rina Indrajanti itu dipenuhi pengunjung. Jaksa Alifin N. Wanda yang pertama membacakan jawaban termohon mengungkapkan, jaksa menolak permohonan gugatan praperadilan pemohon.
Dalam kesempatan itu, Alifin mengutip Surat Edaran Mahkamah
Agung (Sema) 01/2018. Dalam sema tersebut, tersangka yang telah melarikan diri atau statusnya masuk DPO tidak boleh mengajukan praperadilan.
Dalam perkara itu, pemohon saat dipanggil sebagai saksi secara patut sebanyak empat kali tidak hadir. Bahkan, ketika dipanggil sebagai tersangka, pemohon juga tidak hadir. ’’Tim penyidik melakukan pencarian ke kantor maupun rumahnya juga tidak ada,’’ ujar Alifin.
Sebelum menutup sidang, hakim Rina meminta kuasa hukum pemohon untuk menghadirkan Andhy dalam sidang agenda replik hari ini (5/11). ’’Apakah kuasa hukum bisa menghadirkan pemohon dalam sidang?’’ tanya Rina dan dijawab Hariyadi, kuasa hukum Andhy, dengan pernyataan diplomatis.
’’Kami usahakan,’’ katanya.
Sementara itu, Hariyadi mengatakan, berdasar KUHAP atau perundang-undangan lainnya, tidak ada kewajiban untuk menghadirkan prinsipal atau pemohon. Ketidakhadiran prinsipal itu pun, lanjut dia, tidak lantas membatalkan permohonan gugatan praperadilan.
Hariyadi menambahkan, dirinya bertemu dengan Andhy untuk tanda tangan sebagai kuasa hukum permohonan praperadilan tidak lama setelah Andhy ditetapkan jadi tersangka. Yakni, pada 24 Oktober. Pada saat itu belum ada pernyataan bahwa kliennya telah melarikan diri atau masuk DPO dari penyidik. Karena itu, kalau termohonmenjadikansemasebagaialasan,Hariyadimenganggapnya tidak tepat.