Jawa Pos

Berubah atau Bersiap Hadapi Petaka

Perubahan iklim yang begitu drastis saat ini hanyalah awal. Lebih dari 11 ribu ilmuwan menegaskan bahwa penduduk bumi akan mengalami penderitaa­n luar biasa akibat krisis iklim jika tidak mau mengubah gaya hidup secepatnya.

-

SITI AISYAH, Jawa Pos

IKAN tergeletak mati lantaran kekeringan di Nqweba Dam, GraaffRein­et, Afrika Selatan. Dam yang seharusnya menjadi sumber air penduduk itu kering kerontang.

Tidak ada hujan selama lima tahun terakhir di Graaff-Reinet. Penduduk kelimpunga­n. Mereka bertahan dengan air sumbangan dari beberapa lembaga kemanusiaa­n. Ternak-ternak mati kehausan. Suhu udara di kota itu juga terus naik dari tahun ke tahun.

Yang terjadi di Graaff-Reinet hanyalah contoh kecil krisis perubahan iklim di bumi. Perubahan harus segera dilakukan jika tidak ingin menghadapi bencana. Karena itulah, lebih dari 11 ribu ilmuwan dari 153 negara memberikan peringatan.

’’Kami menyatakan dengan jelas dan tegas bahwa planet bumi menghadapi keadaan darurat iklim,’’ bunyi pernyataan para ilmuwan tersebut yang dipublikas­ikan dalam jurnal BioScience Selasa (5/11). Jurnal itu dikeluarka­n untuk memperinga­ti 40 tahun konferensi iklim dunia pertama di Jenewa 1979.

Salah satu yang harus direm adalah populasi penduduk dunia. Saat ini per hari ada tambahan 200 ribu penghuni baru planet bumi. Mereka juga menyaranka­n para politikus agar menerapkan pajak yang besar kepada para penghasil karbon. Dengan begitu, penggunaan bahan bakar yang yang berasal dari fosil bisa ditekan. Pemakaian minyak dan gas alam harus diganti dengan energi terbarukan.

’’Krisis iklim telah tiba dan makin cepat dari perkiraan kebanyakan ilmuwan. Ini lebih parah daripada antisipasi yang dilakukan, mengancam ekosistem alami dan nasib umat manusia,’’ bunyi pernyataan para ilmuwan di jurnal tersebut sebagaiman­a dikutip The Guardian.

Sementara itu, Greenpeace mengungkap­kan bahwa alat pancing dan jaring nelayan berperan besar mengotori lautan. Diperkirak­an, setiap tahun ada 640 ribu ton alat pancing dan peralatan milik nelayan yang dibuang ke laut.

Peneliti asal Belanda, Boyan Slat, berupaya mengatasi sampah laut dengan menciptaka­n alat yang diberi nama Intercepto­r. Alat yang diciptakan pemuda 25 tahun itu bisa mengumpulk­an sampah yang mengambang di lautan. Pendiri The Ocean Cleanup tersebut akan meletakkan alatnya di sungai-sungai yang menjadi pintu masuk sampah ke laut.

 ?? PETER DEJONG/AP ?? PEMBERSIH LAUTAN: Penemu asal Belanda Boyan Slat mendemonst­rasikan kemampuan Intercepto­r di Rotterdam (26/10).
PETER DEJONG/AP PEMBERSIH LAUTAN: Penemu asal Belanda Boyan Slat mendemonst­rasikan kemampuan Intercepto­r di Rotterdam (26/10).
 ?? SEYLLOU/AFP ?? ACARA TAHUNAN: Seorang pria mengosongk­an kantong berisi sampah saat kampanye Clean-up Day di Dakar, Senegal (15/9).
SEYLLOU/AFP ACARA TAHUNAN: Seorang pria mengosongk­an kantong berisi sampah saat kampanye Clean-up Day di Dakar, Senegal (15/9).

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia