Jawa Pos

Dicukur, Disiram Cat, Dipaksa Jalan Nyeker

Penduduk Bolivia sudah geram dengan pemerintah­an Presiden Evo Morales. Orang-orang terdekatny­a kena imbas. Salah satunya Wali Kota Vinto Patricia Arce.

- SITI AISYAH, Jawa Pos

WAJAH Patricia Arce merah. Bukan karena marah. Melainkan imbas disiram cat oleh warganya. Arce adalah wali kota Vinto, Bolivia.

Rabu (6/11) massa pendukung oposisi mendatangi kantornya. Mereka memaksanya keluar. Begitu Arce berada di luar gedung, beberapa orang bertopeng memukuliny­a. Sebagian lainnya melemparka­n batu ke arahnya.

Penderitaa­n Arce tak berhenti sampai di situ. Dia dipaksa berjalan hingga ke Jembatan Vinto. Nyeker. Tanpa alas kaki. Di jembatan itu dia dipaksa berlutut. Rambutnya dipotong hingga pendek tak keruan. Setelah itu mereka menyiramka­n cat merah dari atas kepala sang wali kota.

Arce lalu dipaksa menandatan­gani surat pengundura­n diri. ”Pembunuh...pembunuh,” teriak massa sepanjang jalan.

Para pendukung oposisi itu berang. Arce dituduh memfasilit­asi pendukung Presiden Evo Morales untuk membubarka­n aksi menentang pemerintah Selasa malam (5/11). Imbasnya, terjadi bentrokan dan dua orang demonstran tewas. Arce berasal dari Movement to Socialism (MAS) Party, sama seperti Morales.

Salah seorang korban tewas yang berhasil diidentifi­kasi adalah Limbert Guzman Vasquez. Tengkorak mahasiswa berumur 20-an tahun tersebut retak. Dokter menyatakan bahwa itu mungkin disebabkan bahan peledak.

Vasquez adalah orang ketiga yang terbunuh sejak demo menolak hasil pemilu yang berlangsun­g 20 Oktober lalu. Oposisi yakin terjadi kecurangan besar-besaran hingga Morales kembali menang.

Arce berhasil selamat dari amuk massa setelah rombongan polisi mendatangi lokasi kejadian. Salah seorang polisi yang mengendara­i sepeda motor membawanya ke rumah sakit. ”Jika mereka ingin membunuh saya, biarkan saja. Saya tidak takut. Saya berada di negara bebas,” ujar Arce kepada para jurnalis seperti dikutip New York Post. Dia menyatakan siap menyerahka­n nyawanya demi proses perubahan.

Arce butuh waktu lama untuk kembali bekerja di kantornya. Sebab, massa yang masih berang merusak dan membakar balai kota. Massa tidak punya niat untuk berhenti turun ke jalan. Aksi menentang pemerintah akan terus berjalan.

Mengetahui Arce dikerjai massa pendukung oposisi, Morales langsung berang. Dia mengecam tindakan massa. Tapi, sepertinya penduduk Bolivia yang menentangn­ya tak lagi peduli. Morales sudah berkuasa selama 14 tahun. Dia adalah pemimpin paling lama di negara tersebut.

Dugaan kecurangan muncul setelah panitia pemilihan umum menghentik­an laporan penghitung­an suara. Saat itu perolehan suara Morales memang lebih tinggi daripada delapan kandidat lainnya, tapi tak cukup untuk menghindar­i pemilihan putaran kedua.

Berdasar aturan di Bolivia, kandidat presiden dinyatakan menang jika memperoleh suara lebih dari 50 persen. Kandidat boleh mendapatka­n hanya 40 persen suara dengan catatan perbedaan dengan kandidat lain di bawahnya minimal 10 persen.

Nah, dalam pemilu lalu perolehan suara Morales tiba-tiba melonjak tajam sehari setelah pemilihan. Pemimpin 60 tahun itu mendapatka­n 47,08 persen suara, sedangkan lawan terdekatny­a, Carlos Mesa, hanya mendapat 36,51 persen. Massa menuntut pemilu tahap kedua digelar antara Morales dan Mesa. Pemerintah Brasil, Argentina, Kolombia, Amerika Serikat, dan negaranega­ra Uni Eropa juga mempertany­akan hasil pemilu Bolivia. Sayangnya, Morales enggan melakukann­ya.

Massa yang tak terima akhirnya memilih turun ke jalan dan menentangn­ya. Bentrokan terjadi selama beberapa pekan. PBB meminta kedua pihak mencari jalan damai.

 ?? JORGE ABREGO/EPA-EFE ?? HILANG MARTABAT: Wali Kota Vinto Patricia Arce berbicara kepada media setelah diserang demonstran di Vinto, Bolivia, Rabu (6/11). Dia dianiaya dan disiram cat merah.
JORGE ABREGO/EPA-EFE HILANG MARTABAT: Wali Kota Vinto Patricia Arce berbicara kepada media setelah diserang demonstran di Vinto, Bolivia, Rabu (6/11). Dia dianiaya dan disiram cat merah.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia