Perlu Edukasi Lebih soal Preeklampsia
Waspada jika Tekanan Darah Capai 140/90 mmHg saat Hamil
SURABAYA, Jawa Pos – Preeklampsia masih menjadi salah satu ”momok” bagi ibu hamil (bumil). Kasus komplikasi kehamilan yang satu ini belakangan makin meningkat. Di RS Al Irsyad, contohnya, kasus preeklampsia mendominasi gangguan yang banyak ditemui saat kehamilan.
Dalam seminggu, kunjungan bumil yang berkonsultasi soal preeklampsia di poli obstetrik ginekologi mencapai 10–15 orang. Mereka datang dalam berbagai kondisi. Ada yang ringan sampai preeklampsia berat.
Dokter spesialis obstetrik ginekologi di RS tersebut dr Ariefandy Pambudi SpOG menuturkan pernah menerima pasien dengan kondisi berat. Hingga bumil mengalami sesak napas dan masuk ICU. Apabila dibiarkan, preeklampsia bisa mengakibatkan pendarahan di otak, gagal ginjal, atau gangguan liver. Nyawa ibu bisa terancam.
Menurut Ariefandy, rata-rata pasien preeklampsia berusia 20–35 tahun dengan usia kehamilan di atas 20 minggu. Mereka yang datang, baik ringan maupun berat, memiliki gejala klinis tekanan darah tinggi (hipertensi). ”Tekanan darahnya mencapai 140/90 mmHg atau lebih,” paparnya.
Sampai sekarang, lanjut dia, belum diketahui secara pasti penyebab preeklampsia. Namun, yang jelas ada beberapa keadaan bumil yang berisiko mengidap preeklampsia. Di antaranya, perempuan yang obesitas, sebelum atau saat hamil. Wanita yang hamil di atas usia 35 tahun, sebelumnya ada riwayat darah tinggi atau keluarga dengan riwayat preeklampsia.
Apabila sudah diketahui preeklampsia, dokter akan memberikan obat-obatan untuk menurunkan tekanan darah bumil. ”Pemberian obat terus dilakukan kalau usia kehamilannya masih bisa ditunggu hingga sembilan bulan,” kata Ariefandy.
Namun, ada kondisi di mana janin belum genap usia sembilan bulan, tetapi tekanan darah ibunya terus meninggi. Jika sudah seperti itu, dokter akan memberikan obat untuk pematangan paru-paru janin. Jika sudah matang, bayi dilahirkan lebih awal (prematur). Hal tersebut tentu didukung dengan fasilitas di RS yang memadai dan keadaan bayi memungkinkan dirawat.
Dia menuturkan, belum banyak pasien yang memahami preeklampsia. ”Saya pernah menangani bumil preeklampsia yang enggan bayinya dilahirkan prematur,” ucapnya. Padahal, tindakan itu adalah upaya untuk menyelamatkan ibu dan bayi.
Dia mengimbau agar bumil selalu mengenali kondisi dan terbuka terhadap informasi terkait kehamilan.