Suka Dualisme karena Saling Melengkapi
Stephan Winkler Melukis untuk Recharge Diri
SURABAYA, Jawa Pos – Setiap Minggu pagi, Stephan Winkler menyisihkan setidaknya dua jam berkreasi dengan cat dan kanvas. Kecintaannya pada seni membuatnya selalu menyempatkan waktu untuk melukis di sela-sela kesibukannya bekerja sebagai general manager
JW Marriott Hotel Surabaya.
’’Saya hanya bisa melukis dengan cahaya terang. Selagi masih pagi, saya sempatkan untuk melukis setiap Minggu,’’ ujarnya kemarin (11/11). Bagi Stephan, melukis adalah waktu untuk menyendiri. Sebab, bekerja di industri perhotelan menuntut dia untuk bertemu dengan banyak orang. Kegiatan melukis jadi cara Stephan untuk recharge dengan fokus ke diri sendiri.
’’Saat bekerja, saya harus ekstrover. Tapi, ketika istirahat, saya berubah ke introver,’’ kata pria asal Jerman tersebut. Hal itulah yang memberinya banyak inspirasi dalam melukis. ’’Saya suka dengan dualisme. Yin and Yang atau
tombol on dan off. Dualisme tersebut saling melengkapi,’’ imbuhnya. Karena itu, dia menggunakan banyak warna komplementer atau objek laki-laki dan perempuan dalam setiap karyanya.
Sampai saat ini, dia sudah mempunyai 15 lukisan yang disimpan di galeri rumahnya di Bali. Selain melukis, kecintaan pada seni dia salurkan dengan membuat pahatan dari kayu. Meski tidak sebanyak lukisan, dia memiliki beberapa pahatan dari driftwood yang ditemukan saat berlibur di pantai.
Pria yang mengunjungi Indonesia kali pertama pada 1996 itu tidak pernah mengenyam pendidikan seni sekali pun. Dia otodidak. Semua lukisannya dikerjakan setelah dia belajar sendiri dengan melihat lukisan di pameran atau museum yang dikunjungi. Karena itu, dia sering mengelilingi Surabaya untuk mengunjungi pameran lukisan atau sekadar mencari barang antik.
Di waktu istirahat, dia juga senang membaca buku. Semua buku dia lahap. Mulai novel, filosofi, hingga buku sejarah, semua dia sukai. Terlebih, dia mempunyai kemampuan multilingual. Dia dengan santai membaca buku berbahasa Inggris, Jerman, dan Prancis. Dia pun mempunyai buku favorit dari Indonesia seperti
Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer dan Harimau!
Harimau! karya Mochtar Lubis. Meski belum setahun di Surabaya, dia sudah merasa betah tinggal di kota ini. Terlebih dengan budaya dan adat Kota Pahlawan. Pria kelahiran 1962 itu senang bersepeda di perkampungan belakang JW Marriot sebelum mulai melukis. ’’Saya senang setiap pagi melihat ibu-ibu yang berbelanja dan bapakbapak yang membaca koran atau bermain burung peliharaan mereka setiap Minggu,’’ ujarnya.
Apalagi, dia sudah hampir 23 tahun berada di Indonesia meski harus beberapa kali bolak-balik ke luar negeri karena pekerjaannya. ’’Kalau sudah pensiun, saya memang ingin tinggal di Indonesia. Sudah menjadi rumah saya negara ini. Kalau bisa, bahkan saya ingin memiliki kewarganegaraan Indonesia,” tuturnya.