Sesuaikan Training dengan Kebutuhan Industri
PEMERINTAH sepertinya sangat mantap dengan program kartu prakerjanya. Tak main-main, dana Rp 10 triliun disiapkan untuk 2 juta calon pekerja tahun depan. Tujuannya sih mengurangi angka pengangguran
Tapi, itu tentu tak bisa hanya mengandalkan ilmu simsalabim. Banyak pekerjaan rumah (PR) pemerintah yang harus diselesaikan sebelum ganti tahun.
Pertama, urusan training. Pemerintah harus menyisir pelatihan apa yang sesuai dengan kebutuhan industri saat ini. Lalu mengarahkan para penerima kartu prakerja pada trainingtraining tersebut. Tidak dibebaskan memilih ini itu yang justru jauh dari kebutuhan industri. Dengan begitu, ketika lulus, mereka memiliki kemampuan yang dibutuhkan industri yang saat ini berkembang.
Kedua, soal lapangan kerja. Kartu prakerja wajib dibarengi upaya penciptaan lapangan kerja. Sebab, masalah pengangguran bukan hanya persoalan tidak cocoknya kebutuhan dan suplai tenaga kerja. Tapi jumlah lapangan kerjanya itu sendiri. Sudah sejalan dengan jumlah angkatan kerja atau tidak.
Kalau lapangan kerjanya terbatas, walaupun sudah training ya pasti tidak terserap juga. Pemerintah mungkin mengklaim berhasil menciptakan 10 juta lapangan kerja. Tapi, hampir semuanya di sektor informal. Sangat sedikit yang menyentuh sektor formal.
Saya pikir, kalau lapangan di informal sepertinya pemerintah tak perlu jemawa lah. Karena informal itu yang kualitasnya rendah, tak ada perlindungan kerja. Upahnya juga kecil karena tak stabil. Biasanya tak membutuhkan banyak skill. Itu sejalan dengan data penurunan penganggur lulusan sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) tahun ini. Mereka memang tak tercatat sebagai penganggur, tapi pekerjaannya tak menjanjikan.
Sebaliknya, penganggur untuk golongan berpendidikan lebih tinggi seperti lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) dan perguruan tinggi justru meningkat. Sebab, pekerjaan yang diminati di sektor formal justru tak ada.
Karena itu, pemerintah harus memastikan para penerima kartu prakerja bisa diserap dunia industri. Jangan hanya mendeteksi peluang, tapi nyatanya tak ada kesempatan. Selain itu, pastikan profesi setingkat apa yang bisa mereka isi. Misalnya di industri start-up. Saat ini industri yang satu itu memang tengah di atas angin. Melejit pesat. Buktinya, banyak unicorn besar yang lahir di Indonesia. Tapi, jangan sampai lulusan penerima kartu prakerja malah jadi driver di sana.
Intinya, program tersebut tidak bisa dilepas begitu saja. Jangan samakan pendekatannya dengan pembagian bantuan sosial (bansos) lainnya. Seperti bantuan pangan nontunai (BPNT) atau program keluarga harapan (PKH). Bagi-bagi kartu, lalu dilepas begitu saja. Tidak ada monitor dan pendampingan hingga mendapat pekerjaan. Bisabisa target pengurangan angka pengangguran tak tercapai. Ujungujungnya sekadar bagi-bagi uang gratis.