Pernah Gagal, Stop Sistem Reseller
Butuh waktu dua tahun bagi Dinar Amanda untuk mewujudkan mimpi menjadi pebisnis. Bersama tiga temannya, lahirlah bisnis kosmetik Rollover Reaction. Bukan hanya cerita suka, beragam pil pahit mesti ditelan dalam proses pengembangan bisnis tersebut.
Dinar Amanda Berbagi Kisah Membangun Rollover Reaction
MARAH
’’Marah dengan cara sehat. Aku orangnya pemarah sih. Soalnya, kalau didiemin, pasif. Aku nggak suka kalau pasif. Mending aku mengutarakan alasan kemarahanku daripada diem gitu. Biasanya, aku marah karena ada yang nggak respek waktu atau janji,’’ ujarnya.
SNEAKERS
’’Sneakers itu membuat kaki nyaman karena aku sendiri mobile,’’ ungkapnya. Dia kagum dengan orang yang bisa memakai high heels seharian.
NOVEL
Novelis yang pengin dia temui adalah Dee Lestari. Dia juga kerap membaca buku Dee Lestari. ’’Sekalian ketemu sama suami Dee Lestari. Aku juga mau banget. Aku lihat suami Dee Lestari itu trainer meditasi ya. Aku lagi mendalami dan suka dengan hal-hal meditasi gitu,’’ paparnya.
CURHAT
Dinar suka bercerita, termasuk pribadi yang action oriented dan solutif. ’’Kalau ada orang yang cerita ke aku, aku lebih aktif nanggepin,’’ katanya.
MERAH NGEJRENG
Warna ini lebih stand out. Dia suka koleksi lipstik Umma Rollover Reaction yang terinspirasi dari Uma Thurman pada film Kill Bill.
DINAR tak bisa menahan tawa saat dirinya harus mengingat momen pertama meluncurkan produk Rollover Reaction tiga tahun lalu (2016). Lipstik yang bisa dijadikan blush on.
Dia tak sendirian. Ada tiga temannya yang ikut mengembangkan produk hingga kini. Sarah Novianti, Novianti Haryanto, dan Tinanda Nabila. Undangan dicetak untuk 500 tamu, plus media. Perasaan pesimistis sempat menyeruak dalam hatinya. Takut tidak banyak yang datang.
Ternyata perasaan itu berubah menjadi haru dan bahagia. Antusiasme para tamu yang datang saat peluncuran produk tak terbendung. ”Di hari Jumat, aku inget banget, itu di tempat kenalanku. Aku bilang ke temanku itu, ’Aku enggak bisa menjanjikan berapa rupiah yang masuk ke restoranmu. Tapi, aku janjiin traffic besar ke tempatmu ini, aku yakin ramai kok’,” kenang Dinar, lalu tertawa kecil. ”Dan, di luar dugaan, tamu datang sampai pukul 22.00. Padahal, seharusnya itu pembukaan dimulai pukul 14.00 hingga 19.00,” tambah bungsu dari tiga bersaudara ini.
Melihat jumlah tamu membeludak, pemilik tempat memberikan kesempatan kepada Dinar untuk melakukan launching hingga dua hari. Dia tak menyangka hal tersebut.
Setelah diresmikan, ada 2.000 buah lipstik yang terjual. Padahal, sebelum itu, dia berencana menjual produknya ke orang-orang terdekatnya. Salah satunya, keluarga. Dinar hanya menargetkan per hari harus terjual dua buah, sehingga sebulan ada 60 produk terjual. Target minimal. ”Pernah dibilang proyek anak skripsian. Aku bikin usaha itu usia 22 tahun, tapi ya sejak awal kuliah sudah pengen bikin bisnis,” terangnya.
Karena tekad yang menguat dan asa terus dipupuk, Dinar dan timnya survive.
Mereka menutup telinga. Fokus membangun bisnis. ”Banyak yang turn down
(menolak) kami, karena produk kami nggak ada yang develop,” ceritanya. Sebab, produk karyanya bisa dipakai di bibir dan pipi. ”Tapi, akhirnya satu orang percaya sama kami,” imbuhnya.
Dinar mengungkapkan, bisnis kosmetik berbeda dengan fashion, misalnya. Jika fashion bisa dirilis per musim seperti summer atau winter, lain halnya dengan kosmetik. Jangka waktu produk kosmetik harus panjang dan produksinya masal.
Tahun lalu badai menerjang. Kali pertama membuka sistem reseller justru mendatangkan masalah. Harga produk amburadul. ”Kami evaluasi lagi, gimana cara B2B ini. Jika menggunakan B2B harus jelas juga, perlu hitam di atas putih,” terangnya.
Selain tidak menerapkan sistem reseller, Dinar tak merambah drug store. Kecuali produk personal care. Alasannya, ingin menjaga kualitas produk.
Profit memang menjadi poin yang dikejar setiap pelaku bisnis. Namun, bagi Dinar dkk, profit bukan segalanya. Mereka juga peduli isu sosial. Seperti konsep kecantikan perempuan Indonesia. Dia mengampanyekan hal itu melalui muse yang dipilih. Beberapa muse yang pernah ditampilkan, antara lain, Asmara Abigail dan Putri Marino.
Menurut Dinar, setiap muse membawa pesan. Misalnya, Asmara Abigail. ”Asmara itu kan kulitnya Jawa banget. Itu yang ingin disampaikan. Percaya diri saja dengan warna kulit lo, gitu,”
urainya.
INFO BISNIS