Ngungsi ke Meksiko untuk Himpun Kekuatan
Evo Morales menjadi tokoh gelombang Revolusi Merah Jambu Amerika Latin terakhir yang tumbang. Nasibnya lebih nahas dari teman sejawatnya, Lula da Silva dan Hugo Chavez. Dia terpaksa melarikan diri ke Meksiko karena tak lagi punya dukungan militer.
MOCHAMAD SALSABYL AD’N, Jawa Pos
PENDUDUK La Paz, ibu kota administratif Bolivia, punya kesibukan baru setelah Presiden Bolivia Evo Morales mengundurkan diri. Warga memanjati gedung-gedung pemerintah dan menurunkan bendera Wiphala Minggu (10/11).
Bendera kotak-kotak warnawarni itu merupakan lambang dari keturunan Andes dan diresmikan sebagai bendera nasional kedua Bolivia pada 2009.
Sebagian besar rakyat Bolivia girang setelah Evo Morales, pemimpin pemerintah sayap kiri Bolivia, akhirnya turun takhta. Tak terkecuali aparat
kepolisian dan tentara. Di Kota Santa Cruz, petugas kepolisian berlutut dan memanjatkan doa syukur di depan pintu katedral.
Di Sucre, ibu kota lama, massa berkumpul di Plaza de Armas. Mereka sengaja berkumpul di tempat lahirnya bangsa Bolivia 194 tahun lalu untuk menyanyikan lagu nasional. Salah satu baris liriknya berbunyi: kami lebih memilih mati daripada hidup sebagai budak.
Di tengah semua hiruk-pikuk itu, Morales kesepian. Pria berusia 60 tahun itu mencoba segala cara untuk mempertahankan kekuasaannya, namun gagal. Dia pun menaiki pesawat militer menuju Meksiko Senin malam (11/11).
”Saya merasa pedih harus meninggalkan negara karena alasan politik. Tapi, saya pasti akan terus mengawasi (Bolivia, Red),” cuit mantan petani koka itu.
Aksi massa makin menjadi karena polisi dan tentara seakan menutup mata dan telinga. Petinggi militer bahkan menolak permintaan untuk menghukum petugas yang mengikuti demo. Karena itu, pemerintah Meksiko yang notabene masih satu paham dengan Morales menawarkan suaka.
Morales sadar bahwa dukungan politiknya tak lagi mumpuni. Terutama saat Panglima Militer Bolivia Jenderal Williams Kaliman memintanya mengundurkan diri. Namun, presiden pribumi pertama itu menegaskan bahwa yang dilakukannya adalah taktik. Bukan pengibaran bendera putih. ”Saya akan kembali (ke Bolivia, Red) ketika punya kekuatan dan energi yang lebih,” tegasnya.
Ambisi Morales belum padam. Meski didepak dari negara sendiri, ada banyak sekutu sayap kiri yang siap membantu. Misalnya, pemerintah Argentina dan Venezuela. Mereka tegas menyebut bahwa insiden tersebut merupakan kudeta terhadap pemerintah resmi. Sama dengan pesan yang digembar-gemborkan Movement Toward Socialism, partai Morales.
”Kudeta telah dilakukan,” ujar mantan Wakil Presiden Alvaro Garcia Linera, rekan satu partai.