Jawa Pos

Saat Pensiunan Berebut Surat Bersih Korupsi

Teater Gandrik Sambang Surabaya Bulan Depan

-

BULAN depan warga Surabaya bisa kembali menyaksika­n aksi teatrikal anggota Teater Gandrik. Kelompok yang bermarkas di Jogjakarta itu kali terakhir tampil di Kota Pahlawan pada 2013 dengan lakon Gundala

Gawat. Kali ini mereka akan mementaska­n

Para Pensiunan: 2049, lakon komedi satire yang lekat dengan kondisi politik Indonesia saat ini. Pada Senin malam (11/11), pentolan sekaligus aktor Teater Gandrik Butet Kartaredja­sa berbagi kisah singkat tentang produksi baru tersebut.

Yang dimaksud pensiunan apa?

Kata pensiun ini merujuk ke orang yang sekarang sudah menjadi senior di pekerjaan mereka. Diandaikan, pada 2049, sekitar 30 tahun lagi, mereka kate matek. Kami bakal menceritak­an alam pikiran kaum pensiunan sepuh pada tahun itu.

Dulu juga pernah dipentaska­n. Bedanya dengan sekarang?

Para Pensiunan versi 1985 adalah pemicu ide Para Pensiunan: 2049. Yang sekarang sangat berbeda. Dulu yang nulis Mas Heru

Kesawa Murti (almarhum). Sekarang yang

nulis Agus Noor, lalu dirombak Mas Susilo Nugroho, aktor Teater Gandrik juga.

Garis besar ceritanya seperti apa?

Sebuah negara, kita tidak pernah menyebut Indonesia, diandaikan sudah berhasil bebas korupsi pada 2049. Lalu, muncul peraturan orang mati harus punya surat keterangan kematian baik (SKKB). Kalau tidak berhasil mendapat SKKB, risikonya jenazah bakal dicacah-cacah dijadikan abon atau diolah sebagai sampah organik. Aneh-aneh lah. Pokoknya, yang korupsi ini bisa jadi sesuatu yang bermanfaat. Makanya, mereka berlomba-lomba ’’bersih’,’ enggak korupsi. Di situlah, muncul ironi dan parodi.

Apakah ada kaitannya dengan pelemahan Komisi Pemberanta­san Korupsi (KPK)?

Saya enggak mau berada di pusaran konflik, antara perppu dan lain-lainnya itu. Biarlah menjadi urusan para politikus. Kami yang ada di kesenian ini ingin mengingatk­an bahaya korupsi.

Siapa saja tokohnya?

Ada yang pensiunan hakim, pensiunan pejabat, dan kepala dinas. Orang biasa juga ada. Penggali kubur sampai juru doa untuk mengurusi kematian jual paketpaket doa. Ada doa yang hotline langsung ke Tuhan, dijamin masuk surga. Kami mengangkat candaan yang aktual.

Mengapa mengangkat cerita tentang para pensiunan?

Karena kebetulan pemain Teater Gandrik sudah tua-tua. Dulu, waktu memerankan Para Pensiunan pada 1985, saya masih berumur 24 tahun. Sekarang umur saya dua kali lipatnya. Bahkan lebih. Saya sudah berusia 58 tahun.

Bagaimana proses penggodoka­n Para

Pensiunan: 2049?

Kami mulai pada 2018. Kali pertama dimainkan pada April sebelum pemilu presiden (pilpres). Lalu, hasil pilpres hitungan cepat keluar, dipentaska­n lagi di Jakarta dengan perubahan. Sekarang, setelah presiden disahkan, kembali dimainkan di Surabaya. Di Surabaya, kami bakal main dengan naskah versi perubahan ketiga.

Apakah perubahan ketiga sudah pernah dipentaska­n?

Belum. Dilatih aja belum. Masih berjalan. Apalagi, kami tambah pemain baru. Ada juga tokoh baru. Lagi pula, perubahan dan dinamika politik sangat cepat. Kalau di sini (Surabaya, Red) dapat rahmat terselubun­g, ya bisa berubah lagi. Mungkin di pementasan pada 6–7 Desember bisa juga berubah. Gandrik sangat elastis dan terbiasa dengan perubahan-perubahan seperti itu.

Apakah Teater Gandrik mematok target penonton tertentu?

Kami penginnya milenial maupun para fans Gandrik pada masa lalu yang mungkin

udah tua-tua ikut menikmati. Sebab, waktu Gandrik rajin main di sini, Pak Dahlan Iskan berhasil menciptaka­n publik (penikmat karya) Gandrik. Surabaya menjadi kota jujukan tiap kami main selain Jogjakarta dan Jakarta. Di sini, tiap kami main, selalu sold out. Penonton kami juga multikultu­r –ada yang dari komunitas keturunan Tionghoa, karyawan, PNS, maupun seniman.

Apa ciri khas penonton di Surabaya?

Penonton Surabaya itu egaliter. Spontanita­snya tulus, tidak punya pretensi aneh-aneh di luar mengapresi­asi sebuah karya seni.

 ?? ALFIAN RIZAL / JAWA POS ?? JANJIKAN TONTONAN MENARIK: Butet Kartaredja­sa saat berbincang di Jawa Pos Senin malam (11/11).
ALFIAN RIZAL / JAWA POS JANJIKAN TONTONAN MENARIK: Butet Kartaredja­sa saat berbincang di Jawa Pos Senin malam (11/11).

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia